Selasa, 22 September 2009

SEDIH

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

Syaikh Fudhail bin Iyad,ra., berkata bahwa : ‘Setiap sesuatu ada zakatnya, dan zakat hati adalah kesedihan yang panjang.’

Semua manusia tentu pernah merasakan kesedihan, lalu dengan apa kualitas kesedihan itu bisa diukur? Pertanyaan ini terdengar absurb, namun seseorang bisa melihat apakah dalam kesedihannya ada ratapan kepada Tuhan atau terhadap dunia. Nah, bilamana ratapan kepada Tuhan mendominasi kesedihannya maka kualitasnya semakin baik, dan sebaliknya, semakin buruk bila ratapan tertuju kepada dunia. Oleh karenanya, tatkala Yusuf,as., dikabarkan wafat oleh saudara-saudaranya, orang tuanya, yakni Nabiyullah Yakub,as., meratap dengan kerasnya dan membuat matanya menjadi rabun, sebagaimana firman Allah SWT : 'Dan Ya'qub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata: "Aduhai duka citaku terhadap Yusuf", dan kedua matanya menjadi putih karena Kesedihan dan Dia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya).’ (QS 012 : 84)

Penderitaan, penyakit, kesedihan atau rasa sakit yang merisaukan adalah tentara-tentara Allah SWT guna mengampuni dosa-dosa manusia, anehnya, setiap manusia yang terjangkit salah satu darinya malah memohon kepada Allah untuk segera melenyapkannya. Seperti anak kecil yang menolak minum air susu ibundanya, padahal itu untuk kesehatannya, untuk pertumbuhannya dan untuk kekebalannya terhadap serangan penyakit. Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) sering berkata : ‘Semakin engkau banyak melakukan dzikir-dzikir semakin sering engkau dihinggapi rasa sedih dan semakin banyak pula air mata bercucuran.’ Dan beliau berkata : ‘Berdzikir Jahr-lah diwaktu Subuh sebanyak 2000X dan diwaktu Magrib sekurang-kurangnya 2000X, lalu rasakan perubahan didalam jiwamu.’ Sudah banyak murid yang melaksanakan perintah ini, dan benar! Jiwa ini mudah tersentuh dan mata ini mudah sekali meneteskan air mata, khususnya bila menyebut atau mendengar Ismudzat (Allah) atau berbagai nama lain yang indah dari Rasul Allah, serta nama para masyaikh terdahulu dan tentunya nama guru tercinta, Syaikh Waasi’ Achmad Syaechudin (semoga Allah merahmatinya). Ini sebuah bukti bahwa, kesedihan bisa diusahakan, oleh karenanya para sufi mengelompokkannya kedalam sebuah 'maqom' bukan 'hal'.

Kesedihan adalah sifat para akhli penempuh jalan keruhanian, sedangkan kealpaan adalah sifat manusia awam pada umumnya. Dengan kesedihan, Allah SWT bermaksud menyelamatkan hati orang-orang mukmin dari lembah kealpaan. Sedangkan orang awam semakin jauh tersesat karena yang dicari adalah kesenangan. Kesedihan adalah kendaraan untuk menempuh perjalanan dalam waktu satu hari yang biasa ditempuh oleh orang awam dalam waktu satu tahun. Dalam Kitab Taurat disebutkan : ‘Jika Allah mencintai seorang hamba, maka Dia akan menempatkan sesuatu penyedih dalam hatinya, dan jika Dia membenci seorang hamba, maka ditempatkan-Nya sebuah seruling dalam hatinya (keinginan untuk bernyanyi).’ Sedih bagaikan raja, bilamana ia menduduki tahta kerajaan hati, maka tidak ada lagi ruang yang tinggal bersamanya. Jika raja meninggalkan tahta, maka lambat laun kekuatan ruhaninya akan roboh.

Jika diperumpamakan bahwa ruh adalah makrokosmos dan badan ini adalah mikrokosmos, maka mendung adalah kesedihan, meskipun alam semesta tampak gelap dan berduka, namun air hujannya ditunggu bumi, guna menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan menghidupi semua makhluk. Begitu pula kesedihan, walaupun menyesakkan dada namun setiap airmata yang menetes Allah akan mengampuni setiap dosa-dosa yang dibuatnya. Imam Sary as-Saqoti,ra., berkata : ‘Aku ingin seandainya, kesedihan seluruh manusia dimuka bumi ini ditimpakan kepadaku.’ Dikatakan bahwa Rasulullah,saw., selalu berada dalam keadaan bersedih dan merenung sepanjang kehidupannya, sebagaimana firman Allah SWT : ‘Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin.'(QS 009 : 128) Begitu pula Syaikh Hasan al-Basri,ra., dan Syaikh Fudhail bin Iyad,ra., sehingga tatkala mereka wafat, sahabat-sahabatnya berkata : ‘Hari ini kesedihan telah lenyap dari muka bumi.’

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.