Senin, 28 Juni 2021

MAKNA AKHLAK YANG SEBENARNYA

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim, Alhamdulillah segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan akhlak kepada semua makhluk melalui Nabi terkasihnya sayyidina Muhammad,saw. InsyaAllah tulisan ini menjelaskan makna sebenarnya dari akhlak, karena akhlak dipahami hanya sebagai perilaku lahir yang baik dari manusia, padahal bisa saja manusia itu berperilaku baik tetapi mempunyai pamrih atau maksud lain yang memberikan keuntungan kepada dirinya. Hal ini jauh dari kisi-kisi ruhani dan makna akhlak yang hakiki dan lahir dari produk pemahaman yang salah.

Pertama-tama yang perlu dipahami bahwa salah satu kriteria yang paling penting yang wajib dimiliki oleh setiap muslim adalah tauhid dan ittiba. Ittiba adalah mengikuti Nabi,saw baik secara lahir maupun batin. Sedangkan tauhid secara praktikal atau konkritnya adalah ibadah dan istianah, istianah adalah mohon pertolongan kepada Allah. Hubungan tauhid dengan ibadah itu bagaikan dzat dengan sifat, sehingga tidak dapat dipisahkan. Tauhid itu sesuatu yang abstrak, namun dapat dibuktikan melalui ungkapan atau perbuatan. Sebagaimana cinta yang juga abstrak yang dapat dibuktikan pula dari ungkapannya, seorang lelaki jika mengatakan kepada wanita ‘aku cinta padamu’, maka yang ditunggu oleh wanita itu adalah ungkapannya sebagai bukti cinta, dalam bentuk perhatian, memberi hadiah, belaian, pujian dan lain sebagainya, jika tidak maka wanita tentunya akan marah karena merasa dibohongi, sedangkan ungkapan tauhid berupa ibadah, shalat, puasa, zakat, dan lain-lain, oleh karenanya setiap amalan dalam agama apapun itu lahir dari keyakinannya. Ada syair orang Arab yang sangat popular yang mengatakan bahwa ‘barang siapa menyukai sesuatu maka dialah hambanya’, maka bisa dikatakan bahwa ibadah itu berupa penghambaan, perhikmatan, pelayanan. Akan tetapi ibadah tanpa istianah tidak sempurna, kenapa tidak sempurna, karena ibadah yang dilakukan oleh tubuh dan pikiran bukan atau belum karena Allah, sehingga belum bertauhid dengan benar, akan tetapi jika ibadah disertai dengan istianah maka sempurnalah tampilan tauhid itu. Ketika Rasulullah,saw didatangi oleh malaikat yang berwujud manusia, yang bertanya akhbirni anil Islam, akhbirni anil Iman, akhbirni anil Ihsan, Nabi,saw menjawab Islam adalah rukun Islam yang lima, Iman adalah rukun iman yang enam dan ihsan adalah ibadah dengan menyaksikan Allah, maka di akhir hadits itu ceritanya selepas malaikat yang berupa manusia itu balik, Rasulullah,saw bertanya kepada sayidina Umar,ra taukah siapa yang bertanya tadi, itulah sayidina Jibril,as datang mengajarkan agama (din), Nabi,saw menyebut Islam, Iman, Ihsan adalah agama (din). Maka agama (din) itu adalah Islam, Iman, dan ihsan, atau mempunyai tiga rukun. Agama (din) jika dilihat dari praktik jahir disebut Islam yang amalannya berupa shalat, puasa, zakat dan pergi haji, akan tetapi amalan ini tidak berdiri sendiri melainkan keluar dari pada keyakinan, dari iman. Oleh sebab itu orang yang beriman atau berkeyakinan atau bertauhid mengungkapkannya dengan cara Islam. Maka dari itu pelakunya disebut sebagai muslim atau mukmin.

Jika cinta mempunyai ungkapan berupa perhatian, memberi hadiah, membelai, memeluk dan mencium, karena cinta bukan akal melainkan emosional. Maka jika ada seorang pria mengungkapkan cinta kepada wanita namun tidak mempunyai cinta ini disebut dengan istilah buaya atau playboy. Oleh karenanya jika orang puasa, shalat, berbuat baik ternyata bukan keluar dari iman ini pun muslim buaya, dia berbuat karena ada pamrih, karena ingin diaku orang lain bahwa dia orang sholeh, ingin kedudukan atau ingin menjaga kepercayaan orang, hal ini menjunjukkan bahwa belum Ikhsan. Maka sesungguhnya tauhid adalah Iman, ibadah adalah Islam dan Istianah adalah Ihsan, nah semuanya ini adalah cinta! istianah cinta, ibadah cinta dan tauhid adalah cinta, oleh sebab itu ada ungkapan bahwa agama itu cinta dan cinta itu adalah agama.

Caranya bagaimana? Tauhidnya, ibadahnya, istianahnya harus seperti Nabi,saw, maka mesti ittiba baik ittiba secara jahir dan ittiba secara batin. Sebagai contoh jika seseorang menyukai orang lain, maka akan mengikuti gayanya, gerakannya, pakaiannya. Dan suka atau tidak bahwa gerak lahir seseorang adalah ungkapan dari jiwanya. Oleh sebab itu dengan mengikuti lahiriyah seseorang itu yang nyata-nyata sebetulnya mengikuti jiwanya, maka disebut ittiba atau dapat dikatakan cinta, karena jika tidak cinta dia tidak akan mengikuti. Sebagai contoh, seorang perempuan menikah dengan lelaki, selama ada cinta kepada lelaki itu maka sang wanita akan mengikuti, maka mengiktui (ittiba) itu cinta. Allah menyebut agama yang dibawa oleh Nabi,saw itu rahmat, rahmat itu pun cinta. Nabi,saw bersabda, Iman kamu tidak sempurna kecuali engkau mencintai untuk saudaramu seperti yang kau cintai untuk dirimu, nah disini jelas bahwa cinta adalah Iman, bahkan Nabi,saw bersabda tidak ada iman kecuali aku dicintai lebih dari anaknya, lebih dari orang tuanya dan lebih dari semua manusia, ini semakin jelas bahwa cinta itu mengikuti (ittiba) kepada Nabi,saw. Bahkan Allah,SWT berfirman jika engkau cinta kepada Allah ikuti nabi, seolah-olah jika engkau mentauhidkan Allah maka ittiba kepada Nabi,saw.

Rasulullah,saw bersabda dibuat cinta kepadamu iman dan dihiasan iman itu dihatimu, jadi iman itu cinta dan ada hiasan iman, dan hiasan iman itu adalah akhlak. Orang jika mempunyai cinta pasti sabar, biasanya seorang gadis ketika berusia lima belas tahun sampai tujuh belas tahun, pemalas, pemarah, tidak sabar, kalau ingin minta sesuatu kepada orang tua dengan memaksa, tidak membantu pekerjaan rumah, tidak ridho, tetapi apabila mempunyai cinta kepada seorang lelaki, maka mulailah tumbuh sifat penyabar, ridho, tidak marah, pemaaf, ternyata cinta telah merubah jiwanya, maka cinta adalah pertolongan atau dapat dikatakan istianah. Ada kisah di satu daerah Jawa Barat, jika seorang mau melamar perempuan, seorang ayah menguji kesetiaan calon menantunya, maka disuruhnya menebang pokok asam dalam waktu satu hari, kalau gagal maka akan ditolak, meskipun pekerjaan yang nyaris tidak mungkin, namun sang lelaki dengan semangat mengerjakannya sebagai bukti cinta kepada anak gadisnya, pada tengah hari yang terik calon mertua menyuruh anak gadisnya berdandan dan disuruh membawa kopi dan makanan untuk diberikan kepada calon menantu yang sudah terlihat letih karena sejak pagi tanpa istirahat menebang pohon asam, begitu terlihat sang wanita datang maka hilanglah rasa letih dan hausnya bahkan ada tambahan tenaga baru, ini sesuatu yang tidak masuk akal dari mana itu datangnya semangat dan tenaga baru seperti ada pertolongan tenaga dan kekuatan dalam jiwanya, inilah cinta yang bukan tumbuh dari akal tetapi dari emosional. Maka manusia beribadah perlu pertolongan kalau tidak akan malas, lemah, berat. Ibadah itu mesti jelas bahwa yang dituju adalah Allah, itu sebab "anta'budallah kaanaka taroh, engkau beribadah seolah-olah melihat Allah,'" maka mesti konsentrasinya adalah melihat Allah (rukyatullah) bukan yang lain, inilah pertolongan yang dahsyat untuk melakukan ibadah, itulah ihsan, itulah cinta. Inilah satu kesatuan cinta, cinta itu adalah man ahabba syaian fahuwa abduhu, orang apabila menyukai sesuatu dia jadi hambanya. Penghambaan itu ibadah yang keluar dari cinta, maka tauhid itu adalah cinta, karena bentuk tauhid itu ibadah dan pertolongan (istianah), yang kesemuanya ini adalah jelmaan cinta. Maka jika tidak punya cinta, tidak punya agama, nah semoga sekarang paham bahwa beragama ini mesti ittiba kepada Nabi,saw, kalau tidak punya cinta bagaimana bisa mengikuti Nabi,saw, jika tidak dapat mengikuti Nabi,saw maka tidak dapat agama.

Apa itu ibadah, ibadah ada dua, ada ibadah khusus dan ada ibadah awam atau umum, ibadah khusus yang ada dalam rukun Islam yang lima sedangkan ibadah yang umum adalah dalam bentuk muamalah kepada makhluk, berbuat baik kepada anak, istri, suami, tetangga, tamu, kawan yang memerlukan yang perlu pertolongan, ini semua adalah ibadah umum. Lalu apa istianah, Istianah itu kongkritnya adalah akhlak, iIstianah ini yang menolong kita untuk melakukan ibadah yang benar, sebagaimana dalam suratul Al Fatihah dikatakan “iyyāka nabudu wa iyyāka nastaīn, kepada Engkau kami ibadah kepada Engkau pun kami minta tolong.” Lalu kita sering mendengar La haula wala quwwata illa billahil aliyil azim, ulama memberikan tafsirannya La haula tidak ada daya untuk melakukan ibadah taat walakuata dan tidak ada kekuatan untuk menjauhi larangannya, maksiat, illa billa kecuali dengan, dalam bahasa Arab ‘ba’ ini adalah istianah atau pertolongan Allah, Maka ibadah itu perlu kesabaran, perlu kekhusyuan, perlu keikhlasan, perlu kejujuran, semua yang disebut ini adalah akhlak, maka jika tidak sabar, memberi tidak ikhlas, tidak khusyu maka ibadahnya tidak jadi, oleh karenanya kita perlu kepada akhlak-akhlak itu, dan akhlah-akhlak itu tidak mungkin didapat kecuali adanya pertolongan Allah (istianah) kepada kita yang berguna untuk dapat menjalankan hidup ini. Nabi,saw bersabda jika engkau minta tolong, minta tolonglah kepada Allah, maka apa yang kita minta kepada Allah adalah kesabaran, keridhaan, keikhlasan, kewaroan, dan lain sebagainya, pun Nabi,saw berdoa Rabbana afrigh alainaa shabran ya Allah kucurkanlah kesabaran padaku. Allah,SWT memberi musibah kepada manusia dan jika Allah SWT tidak menolong atau tidak bagi sabar maka hancurlah manusia itu.

Ini yang paling penting, yang sudah hampir punah dalam beragama, karena kebanyakan manusia mengikuti Nabi,saw (ittiba) hanya ibadah jahirnya saja tanpa mengikuti batinnya. Sedangkan ibadah itu adalah istianah, yang hakikatnya adalah minta tolong kepada Allah agar kita memperoleh akhlak Nabi,saw, yaitu diantaranya adalah sifat sabar, ridho, jujur, syukur, dan lain sebagainya yang kesemuanya adalah akhlak Nabi,saw dalam istilah lain disebut anwar, nuurullah atau asror. Maka jelas sekali bahwa kita bisa beribadah dari Nabi,saw dapat Istianah pun dari Nabi,saw, maka Nabi,saw adalah perantara yang agung, yang Allah turunkan untuk kita. Bagaimana cara mendapatkannya? Cinta itu emosional bukan akal, contohnya cinta seorang Ibu kepada anaknya, melihat anaknya kecebur kedalam sungai, tanpa berpikir panjang sang Ibu menceburkan diri, ini kan tanpa akal yang berarti emosional, inilah cinta. Contoh lagi bahwa cinta lelaki kepada perempuan adalah emosional, sehingga sering kali sang lekaki melantunkan syair-syair yang indah yang sebelumnya tidak bisa. Cinta itu mesti ada senandungnya ada nyanyinya, orang bercinta mesti bernyanyi, orang bercinta mesti memuji, orang bercinta mesti merayu. Jika lelaki mecintai seorang perempuan lalu diam saja, maka tidak akan jadi, tetapi mesti mengatakan syair-syair yang meluncur dari lubuk hatinya ‘kamu tercantik di dunia ini, kamu adalah bidadari yang turun dari Firdaus, engkau adalah jodohku yang tertulis di Lauhul Mahfudz, dihatiku hanya ada namamu, kalau tidak percaya ambilah pisau dan belahlah dadaku, engkau akan tahu di sana tidak ada selain engkau, pastilah memuji, kalau tidak marah lah sang perempuan. Nabi,saw bersabda cintai aku lebih dari anakmu, istrimu, ayahmu, maka semua orang yang mencintai maka akan memuji nabi, karena emosional. Lalu mengapa kita tidak dapat memuji Nabi dan kalua memuji pun tanpa emosional dan tanpa rasa? Begini mudah-mudahan bisa dipahami, orang jika punya sifat dermawan maka setiap mempunyai sesuatu dia akan memberi tanpa pamrih dan niatnya hanya untuk Allah saja. Dermawan ini sifat yang sudah menjadi karakter, dan kalau sudah menjadi karakter, tabiat atau watak tidak akan berubah. Nah jika demikian maka sifat dermawan yang ada pada dirinya itu disebut akhlak, yang tadinya dia belum punya sifat ini lalu Allah beri punya sifat dermawan ini, maka dia jadi punya karakter ini, itulah dirinya. Didalam dunia tasawuf jika sudah menjadi karakter disebut maqam. Seseorang akan mengetahui orang yang punya sifat sabar jika dia punya sifat sabar, orang alim bisa mengetahui siapa yang alim, seorang wali hanya dia yang tahu siapa wali yang lain, mudahnya dapat dikatakan yang tahu wali hanya wali, yang tahu orang alim hanya orang alim, yang tahu orang sabar hanya orang sabar, yang tahu orang ikhlas hanya orang ikhlas, karena sesungguhnya manusia itu berinteraksi itu dengan jiwa bukan dengan fisik, physical itu hanyalah rupa dari ekspresi ungkapan jiwa.

Nabi,saw adalah manusia yang tidak sama dengan semua manusia, beliau memiliki akhlak yang Allah SWT katakan “Wa innaka laala khuluqin adzim, sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang agung,”(QS Al Qalam:4). Akhlak Nabi,saw satu persatu itu agung, sabarnya agung, syukurnya agung, ridhonya agung, dermawannya agung, khusyuknya agung, jujurnya gung dan lain sebagainya. Analoginya demikian, dibutuhkan satu milyar bohlam lampu untuk menerangi seluruh rumah yang ada di benua ini, setiap bohlam lampu mempunyai kapasitas watt yang berbeda-beda, nah akhlak Nabi,saw seperti sumber listrik itu yang dibagi kepada satu milyar bohlam lampu. Mana ada bohlam lampu yang mampu memuat seluruh sumber listrik itu? Nabi,saw yang memiliki akhlak semua yang dibagi-bagi kepada manusia ini, itu sebab Nabi,saw bersabda innama buistu liutammima makarimal akhlak, sesungguhnya aku diutus untuk membagikan akhlak, beliau berkata Allah yang memberi sedangkan aku yang mendistribusikan. Oleh sebab itu, para sahabat yang hidup bersama Nabi,saw terus berubah akhlaknya, maqomnya menjadi terpuji. Maka jika seseorang tidak mempunyai akhlak tentu tidak akan dapat memberi, contoh orang tua yang tidak mempunyai sifat sabar, apakah dia bisa memberi sabar kepada anaknya, tentunya tidak. Para wali itu yang punya akhlak Nabi,saw atau katakan mendapat warisan akhlak, maka dia kenal Nabi,saw maka dia memujinya, meskipun dia mengatakan aku tak dapat memuji Nabi,saw berdasarkan hakikatnya, karena Nabi,saw di atas segala-galanya, maka kita perlu mengikuti Nabi,saw itulah ittiba, bukan hanya mencontoh ibadah lahiriyahnya saja, tetapi Istianah atau pertolongan untuk akhlak, maka orang sufi mengatakan madad ya Rasulullah, artinya minta tolong kepada Allah agar bisa mengikuti Rasulullah,saw dan mendapatkan apa yang Rasulullah,saw dapat, itulah rahasianya! Maka perbanyaklah memuji Nabi,saw dengan bershalawat, karena Allah juga memujinya sebagai tanda cinta, maka Nabi,saw disebut sebagai Habibi (yang dicinta). Inilah cinta dan kita pun berupaya untuk mewarisi batinnya yaitu akhlak, nah untuk mendapatkan warisan ini maka dengan cinta, karena kalau tak cinta kita tidak dapat ittiba. Seseorang mencintai bintang film atau penyanyi, maka wajahnya, pakaiannya, geraknya, bicaranya mengikuti yang dicintainya. Jika Man ahabba syaian fahuwa abduhu, barangsiapa yang mencintai sesuatu dialah hambanya maka ibadah itu adalah cinta (hub) dan istianah itu juga cinta (hub), maka kita mesti memiliki cinta (hub) dari Nabi,saw. Allah SWT berfirman cinta sebetulnya berasal dari Allah, itu sebab Allah memanggil Nabi,saw dengan Habibi yaitu kekasih-Ku dan Nabi,saw adalah sang cinta.

Bahwa dengan mencintai seseorang maka akhlak seseorang itu akan pindah kepada kita, inilah yang disebut sebagai waris ruhani, itulah mengapa Nabi,saw minta dicintai, karena cinta itu adalah sarana beragama, bahkan agama itu cinta, tanpa cinta kita tak dapat berbuat apa-apa, tanpa cinta pun kita tak dapat mengikuti, cinta itu dari Allah dan mintanya dengan ungkapan cinta kepada Nabi,saw karena contohnya cinta itu Nabi,saw dan Nabi,saw itu sang cinta dan distributor cinta. Apabila kita telah dapat cinta Nabi,saw yang hakikatnya dari Allah SWT, maka dialah orang yang bertauhid kepada Allah, karena hakikat cinta itu tidak ada beda antara pencinta dan yang dicinta dan yang namanya kekasih tidak mau diduakan, itu sebab Allah tidak boleh disyarikatkan, itulah tauhid. Alhamdulillah al-Fatihah.

Walauhualam bisawab, semoga ada manfaatnya.