Selasa, 28 Februari 2017

SYAUQ (RINDU)

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

Pengajian tentang syauq telah berlangsung sejak bulan January 2017, satu bulan lamanya guru kami Syaikh Waasi’ Achmad Syaechudin (semoga Allah merahmatinya) menjelaskan makna terdalam dari syauq ini berdasarkan kitab al Luma karya Syaikh abu Nasr Al Sarraj,qs., dan pengalaman ruhani pribadinya.

Meskipun rindu ini adalah maqom syarif atau kedudukan yang mulia yang hanya dikenakan oleh ahli-ahli ruhani yang tangguh dan dipilih oleh Tuhan, tidak ada salahnya jika dibawah ini diuraikan sekelumit tentang pengetahuannya. Karena tidaklah mungkin menjelaskan keadaan rindu tanpa menjelaskan pengetahuannya terlebih dahulu. Para ahli tarekat percaya bahwa rindu adalah sebuah tangga yang mungkin bisa didaki dan ditapaki dengan sebuah upaya yang sungguh-sungguh (riyadah) dan terus menerus memerangi hawa nafsu (mujahadah).

Kata syauq dan syauk dalam Bahasa Arab hanya berbeda satu huruf, yang pertama berarti rindu dan yang kedua duri. Hal ini mencerminkan bahwa derita karena rindu seperti hati yang tertusuk-tusuk duri. Derita rindu hanya dirasakan oleh pecinta yang terpisah dari yang dicinta. Dari penderitaan ini lahirlah gerak tarian dan syair-syair yang mempesona. Salah satu pecinta yang menggemparkan dunia kesufian adalah Hadrat Maulana Jalaluddin Rumi,qs., yang secara menakjubkan menjalin sulaman kata-kata yang rumit menjadi rangkaian sajak yang bermutu tinggi, laksana mutiara yang baru lepas dari rumahnya, seperti juga ketika ia berputar-putar dalam tarian darwisnya. Sejarah kesufian mencatat bahwa penganut doktrin cinta yang pertama kali adalah seorang sufi wanita yang bernama Rabiyah al Adawiyah,qs., yang sezaman dengan Hasan al Basri,ra, yang menganut doktrin kezuhudan. Dari ketiga karya Hadrat Maulana Jalaluddin Rumi,qs., yaitu Fihi ma fihi, Matsnawi dan Diwani Syamsi Tabrizi semuanya bercorakkan cinta dan kerinduan yang tiada duanya. Sebagai tanda penghurmatan, Syaikh kami (semoga Allah merahmatinya) telah beberapa kali ziarah ke Konya, Turkiye tempat beliau dimakamkan dan mengikuti perayaan haul disana. Dalam perjalanan spiritual ini disampaikan sejarah kehidupannya yang begitu memikat kepada murid-murid yang menyertainya.

Salah satu syair Hadrat Maulana,qs., yang apik dan dikenal dibelahan dunia barat sekalipun, mengisahkan kerinduan seruling bambu yang terpisah dari rumpun bambu, yang tangisnya di ilustrasikan sebagai alunan suara seruling, sebagai gambaran kerinduannya kepada Tuhan. Seperti ruh yang terpenjara oleh pesona alam dunia yang ingin kembali kepada pencipta-Nya. Menjadi perbincangan yang hangat bagi kelompok pencinta seni dan kesucian yang tiada henti-hentinya.

Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) pernah berkata bahwa : 'Tanda kerinduan adalah mencintai kematian.' Wejangan ini begitu tinggi kandungan maknanya, karena hanya dengan kematian perjumpaan dengan yang dicinta bakal terwujud. Baginda Rasulullah,saw., pernah bersabda : ‘Mutu qobla anta mutu,’ yang artinya matilah engkau sebelum engkau mati, atau mati secara maknawi sebagai manusia yang telah terbebaskan dari hawa nafsu atau keinginan diri. Orang yang ghaybah (terpisah) dari hawa nafsunya maka ia akan hudhur (hadir) bersama Tuhannya, orang yang hudhur akan terbebas dari belenggu penderitaan karena sirna kerinduannya.

Cinta dan kerinduan letaknya di hati atau latifatil qolbi, oleh karenanya bagi murid yang telah diijazah dzikir lataif oleh Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya), dianjurkan untuk selalu menghadirkan kedua rasa ini manakala memulai pelaksanaan dzikir. Meskipun terdengar absurb, dan dirasakan begitu sulit melakukannya, namun disuatu saat, jika sang murid beruntung memasuki alam muroqobah akan mengetahui manfaat dari pekerjaan tersebut.

Rindu murid kepada guru mursyidnya, karena pesonanya yang begitu hebat bersarang didalam hati. Tidak ada sesuatu pun yang mempesona kecuali gurunya. Perasaan ini mendominasi ruang hati yang membuat sang murid selalu dalam keadaan rindu dan ingin berjumpa dengan mursyidnya. Ikatan batin yang begitu kuat ini, menjadi modal utama bagi sang murid untuk menapaki jalan kesucian. Tanpa disadari, dalam keadaan yang demikian jalur cahaya ke ratai emas silsilah tarekatnya selalu terbuka, sehingga amal-amal yang dilakukannya dapat dengan cepat sampai ketujuan. Dengan berkah gurunya, lama kelamaan perasaan rindu kepada mursyidnya akan ditransformasikan menjadi rindu kepada baginda Rasulullah,saw., dan seterusnya sampai kepada Allah SWT dengan rasa dan kadar rindu yang berbeda.

Betapa indah jenis kerinduan seperti ini, yang merobek-robek hati dan memaksa air mata bercucuran, khususnya manakala api rindu berkobar didadalam dada dan membakar segalanya kecuali yang dirindukan. Airmata kerinduan yang menetes mempunyai kualitas yang berbeda dengan airmata biasa. Suatu ketika Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berada di Kalimantan Timur tepatnya di Penajam, sedang diatas perahu bersama dua orang muridnya, saat itu mendung begitu gelap dan hujan, ajaib hujan hanya berputar-putar disekeliling, tanpa menyentuh sedikitpun orang-orang yang berada diperahu. Ditanya penyebabnya, Syaikhuna (semoga Allah meramatinya) menjawab : 'Itu bisa terjadi karena bias kecintaan dan kerinduan murid kepada gurunya, yang menjadikan alam merunduk karenanya.' Di zaman kini, kejadian yang seperti ini, yang dapat mengguncangkan alam semesta, yang membuat iri makhluk-makhluk ghaib lainnya, sudah langka! Wajar bila seorang Ibu yang sudah sepuh berkata bahwa kita hidup di zaman edan dan zaman yang hanya berisikan kekosongan.

Semoga Allah menyayangi kita semua.

Jumat, 24 Februari 2017

BASTH (KELAPANGAN) DAN QABTH (KESEMPITAN)

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

Keadaan ruhani yang disebut dengan uns (kedekatan) dan haybat (keseganan) berkaitan erat dengan keadaan kelapangan hati (basth) dan perasaan kesempitan hati (qabth).

Murid yang menapaki tangga awal cinta belum tentu bisa membedakan perubahan pada nafs dan hati. Mereka masih bergelut dalam tahap pengenalan tehadap tabiat nafs-nya, dan mencoba dengan sekuat tenaganya untuk memeranginya, akibatnya yang dirasakan adalah perasaan gembira dan sedih yang datangnya secara tiba-tiba tanpa diharapkan. Pelaksanaan dzikir yang tekun disertai dengan metode yang benar senantiasa akan menghadirkan kedua keadaan itu, seiring dengan teguhnya keimanannya. Teguhnya keimanan akan mendatangkan harapan (roja) dan takut (khauf). Jika daya rojanya lebih dominan ia akan merasakan kegembiraan dan jika daya khaufnya yang lebih bekuasa ia akan merasakan kesedihan. Sementara bagi murid yang menapaki pertengahan tangga cinta, mereka dapat merasakan keadaan basth dan qabth yang berkaitan dengan perubahan pada nafs dan hati, sebagai ganti dari harapan (roja) dan ketakutan (khauf) pada pencinta tahap awal.

Untuk menyederhanakan pengenalan terhadap perubahan pada hati dan nafs yang berkenaan dengan qabth dan basth, diawali dengan salah satu ujaran dari yang mulia Syaikh Abu Yazid al Busthami,qs., yang mempunyai makna yang tinggi, yaitu : ‘Penyempitan kalbu terletak dalam kelapangan atau keleluasaan nafsu, dan kelapangan kalbu terletak dalam penyempitan nafsu.’ Beliau adalah seorang sufi agung yang namanya diabadikan dari perkumpulan para sufi yaitu Taifuriyah yang sekarang menjadi tarekat Naqsyabandiyah. Hampir semua ujarannya yang bisa dijumpai dalam kitab-kitab, bermutu tinggi. Namun, jIka ujaran-ujarannya diartikan oleh orang yang tidak mempunyai otoritas dalam bidang ini atau secara jahiran saja maka akan menuduhnya sebagai orang yang zindik, oleh karenanya para syaikh sufi sangat berhati-hati dalam menjelaskan kepada muridnya makna-makna yang tersembunyi namun mempunyai kandungan yang murni dan tinggi. Wajar saja, karena doktrin beliau dalam meneguhkan kesucian adalah kemabukan lawan dari pada ketidakmabukan.

Hubungan kalbu dengan nafs seperti wajah yang bermuka dua, jika wajah nafs terang maka wajah kalbu gelap, dan sebaliknya jika wajah nafs gelap maka wajah kalbu terang. Nah, dorongan kejahatan terletak pada an-nafs, sedangkan dorongan kebaikan terletak pada ar-ruh, jika keduanya ditempatkan dalam satu kamar hati atau kamar kalbu, maka keadaan kamar kalbu itu bisa berubah-ubah sesuai dengan ‘pengaruh’ pemenang pertempuran antara ar-ruh dan an-nafs tadi. Jika seseorang mengikuti keinginan an-nafs maka akan mempengaruhi ruang kalbu menjadi gelap, dan sebaliknya jika seseorang mengikuti ajakan ar-ruh atau kebaikan maka kamar kalbu terpengaruh menjadi terang. Jika gelap disebut sebagai hijab, maka hati akan merasakan ‘kesempitan’ dan jika terang disebut sebagai penyingkapan atau kasyf maka hati akan merasakan kelapangan. Akan tetapi gelap atau terangnya kamar kalbu, atau sempit dan lapangnya tergantung kepada kebijaksanaan Tuhan, tanpa manusia bisa mengupayakannya. Manusia tidak mempunyai hak sama sekali terhadap hal itu, meskipun ia melakukan latihan spiritual yang ketat. Oleh karenanya riyadhah dan mujahadah bukan penyebab langsung akan diperolehnya ‘kelapangan’ dan ‘kesempitan’ dalam istilah tasawufnya disebut sebagai ‘qabth dan basth’, namun tanpanya jangan pernah bermimpi untuk memperolehnya.

Pendeknya qabth dan basth adalah akibat dari pengaruh ruhani semata, yang datangnya dari Tuhan, dan memenuhi hati dengan kegembiraan serta menundukkan jiwa rendah, atau menundukkan hati dan menundukkan jiwa rendah dengan kegembiraan. Oleh sebab itu dalam qabth ada kesedihan dan dalam basth ada kegembiraan. Nafs yang sempit tercegah dari kemudharatan dan sebaliknya hati yang lapang tercegah dari kerusakan.

Guru kami tercinta, Syaikh Waasi' Achmad Syaechudin (semoga Allah merahmatinya) pernah mengatakan bahwa : ‘Kegembiraan yang hakiki dirasakan manakala hanya dalam persatuan dengan objek pengetahuan dan kesedihan hanya dalam keterpisahan dengan objek keinginan.’ Wejangan ini sangat dalam maknanya, karena pengetahuan dan keinginan adalah dua hal yang sangat berbeda. Yang pertama letaknya bersama akal dan yang terakhir berada pada jiwa berupa angan-angan. Pengetahuan dalam hal ini diperoleh dari mengamalkan pengetahuan yang sudah diketahuinya dengan cara yang benar, sebagaimana sabda baginda Rasulullah,saw., : “Man ‘amila bima ‘alima, warotsallahu ‘ilma ma’lam ya’lam yang artinya barang siapa mengamalkan ilmu yang sudah diketahuinya, maka Allah akan mewariskan ilmu yang belum diketahuinya.” Allah akan mewariskan ilmu pengetahuan tentang diri-Nya, sebagai dasar dari semua barokah di dunia dan di akhirat nantinya. Hanya dengan ilmu pengetahuan ini saja Allah bisa dikenal dan bukan dengan keinginan. Persatuan dengan objek pengetahuan ini merupakan kegembiraan yang tiada taranya atau suka cita yang amat sangat (uns). Orang yang dimuliakan Tuhan dengan ilmu pengetahuan tentang Tuhan sungguh sangat beruntung, karena hal ini merupakan anugerah Tuhan. Dan tidaklah mungkin orang yang dimuliakan dengan anugerah Tuhan akan terhina karena tindakannya sendiri. Tuhan memuliakan nabi Adam,as, dengan pengetahuan dan tidak menghinakannya karena dosanya

Ada dua orang yang bernama Yahya didalam sejarah keagamaan, yang sama-sama mempunyai riwayat yang hebat, yang pertama adalah nabiyullah Yahya,as., yang selalu menangis sejak dilahirkan, karena beliau,as., berada dalam kesempitan (qabdh), yang biasa berkata kepada nabiyullah Isa,as., : ‘Wahai Isa, apakah kau tidak takut terputus dari Tuhan?’ dan nabiyullah Isa,as., dalam keadaan basth mengatakan : ‘Wahai Yahya, apakah kau tidak punya harapan akan kasih sayang Tuhan?.' Yang kedua adalah Syaikh Yahya bin mu’adz,qs., yang menempuh jalan harap sehingga dia mengikat erat semua pengikutnya dengan doktrin harap. Beliau,qs., berkata : ‘Dunia ini adalah sebuah tempat dukacita dan akhirat tempat ketakutan yang mencekam, dan manusia tidak pernah terlepas dari keduanya hinga dia masuk surga atau neraka. Berbahagialah jiwa yang yang terlepas dari duka cita dan ketakutan yang mencekam, dan yang telah membebaskan pikiran-pikirannya dari kedua alam, dan yang telah sampai kepada Tuhan.’ Dari ujaran ini dapat disampaikan bahwa akhir daripada qabth adalah basth dan akhir daripada basth adalah fana, oleh karenanya dalam fana tidak adalagi qabth dan basth atau tidak adalagi dukacita dan ketakutan yang mencekam.

Hijab sebagai penyebab 'kesempitan' antara hati dengan nafs begitu banyak dan halus laksana awan yang berlapis-lapis. Untuk mengenal dan menundukkannya, hati harus berpaling dari segala sesuatu dan berlindung hanya kepada Allah SWT, dengan penuh kesungguhan dan penyesalan. Terjadinya hijab adalah perilaku yang buruk dan kedurhakaan kepada Tuhan, sedangkan pengangkat hijab hanyalah Allah SWT semata. Mustahil hijab terangkat tanpa ketaatan atau kesungguhan dalam melakukan riyadhah dan mujahadah.

Demikian para sahabat semoga ada manfaatnya.

Sabtu, 18 Februari 2017

UNS DAN HAYBAT

Bismillahir Rahmaanir Rahiim

Pengajian pada hari Jum’at malam dan Sabtu sore, dari tanggal 17 sampai 24 Pebruari 2017 membahas tentang uns (kedekatan)dari kitab al Luma karya Syaikh Abu Nashr as Sarroj,qs. Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) menjelaskan tahapan ini dengan sederhana dan mudah dimengerti serta memberikan tambahan tentang haybat (keseganan). Karena uns dan haybat silih berganti dirasakan oleh para pejalan. Namun beliau berpesan bahwa uns dan haybat bukanlah ilmu anjuran melainkan menjadi target untuk diperoleh dengan cara-cara atau upaya yang telah diajarkan.

Seorang syaikh atau guru mursyid sangat berperan dalam membentuk kepribadian muridnya. Bilamana seorang murid tenggelam didalam muroqobah, setelah sekian lama tekun didalam dzikir-dzikirnya. Maka ia akan berperilaku sesuai dengan rasa-rasa yang ia peroleh. Muroqobah yang ke empat, yang berkenaan dengan Asma ul Husna atau nama-nama Indah Allah SWT niscaya Allah akan menampakkan Keindahan-Nya (Jamal) atau Keperkasaan-Nya (Jalal) pada pelakunya. Jika keindahan-Nya lebih berkuasa atau menguasai hati, maka pelakunya akan merasakan daya harap (roja) dan daya selanjutnya adalah kedekatan (uns), sedangkan bilamana keperkasaan-Nya yang lebih mendominasi, maka akan merasakan daya takut (khauf) yang kelanjutannya akan menimbulkan keseganan (haybat). Didalam uns ada kegembiraan atau sukacita dan didalam haybat ada kesedihan.

Mudahnya begini, murid-murid yang sering mengikuti pertemuan bersama Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) akan terbagi dua, bagi yang melihat kelembutan dan keindahannya, ia akan dekat dan lama kelamaan menjadi akrab, dari keakrabannya akan menimbulkan rasa sukacita (uns), sementara murid yang melihat kegagahan dan ketegasannya akan merasakan keseganan yang didalamnya akan menimbulkan kesedihan (haybat). Kedua daya uns dan haybat ini, sangat bermanfaat bagi perkembangan ruhani. Perbedaannya terletak pada pengaruhnya, daya uns digunakan terhadap hati (qolbi) dalam meningkatkan pengenalan terhadap sifat dan perbuatan gurunya (makrifat), sedangkan daya haybat digunakan terhadap 'pelenyapan' tabiat jiwa rendah dan keinginan-keinginannya (nafs). Dengan bahasa yang berbeda dapat dikatakan bahwa Tuhan melenyapkan nafs orang-orang yang mencintai-Nya dengan menampakkan keagungan-Nya (Jalal-Nya) dan menganugerahi hati mereka kehidupan 'abadi' dengan menampakkan keindahan-Nya (Jamal-Nya).

Murid-murid yang tidak bisa menikmati kedekatan (uns) atau keseganan (haybat) kepada gurunya, berupa rasa suka cita atau kesedihan, sama artinya ia tidak mengenal kewajiban-kewajibannya sebagai murid, ia tidak serius melakukan riyadhah dan mujahadah, ia menyia-nyiakan pekerjaan tarekat yang sangat tinggi mutunya dalam beribadah, rasa suka citanya hanya manakala ia menyebarkan berita bohong atau dalam masa kini disebut hoax. Karena tidak menyukai pemimpin yang bukan pilihannya dan mendengar gosip-gosip yang terus menerus menggerus pertahanannya, maka banyak murid terlibat erat dengan hal yang haram ini. Rubat yang biasa membicarakan dan mendengarkan perbincangan dan gagasan yang indah tentang tasawuf, bahkan sampai malaikat pun turut mendengarnya, berganti dengan pendapat kosong dan sangkaan yang tidak berdasar. Murid yang mempunyai informasi kosong, bergegas menyampaikan kepada yang mulia Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya). Tidak menyadari yang disampaikan kepada Syaikhuna adalah sampah! Guru dianggap tempat menampung sampah-sampah. Murid yang seperti ini telah menempatkan dirinya lebih mengetahui daripada gurunya dan bertindak bodoh. Sang guru hanya mendengar dan tersenyum, namun merasa sangat sedih melihat muridnya menjadi demikian, meskipun tidak diperlihatkannya. Yang ditunggu-tunggu oleh sang guru adalah pertanyaan tentang kesulitan dalam memerangi perangainya yang buruk atau kegaiban pengalaman ruhaninya. Ironis, sang guru membimbing murid-muridnya agar waspada terhadap yang halal, agar keadaan ruhaninya membaik, sang murid malah menikmati sesuatu yang haram. Itulah jenis kedekatan yang lain, dekat dengan syaithon bukan dengan Tuhan yang justru akan menjauhkan dari kejernihan jiwanya. Mereka bangga telah melakukan demo dan lupa bahwa dengan berdemo ia telah membuat para wanita, ibu-ibu dan anak-anak serta pihak lain merasa tidak aman dan tidak nyaman. Berdemo belum tentu meningkatkan keadaan ruhani dan berpahala sedangkan membuat orang lain merasa tidak nyaman dan aman adalah dosa dan menggelapkan hati. Mereka lupa bahwa senjata yang paling tajam di dunia ini adalah doa bukan demo, sebagaimana yang dicontohkan oleh Baginda Rasulullah,saw. Bagi orang-orang yang bertasawuf, demo memang diwajibkan, tetapi bukan ditujukan kepada orang lain melainkan kepada dirinya sendiri yang selalu mengecoh untuk merusak kedekatan dengan Tuhan. itulah yang selalu diajarkan oleh sang mursyid, dawamudz dzikri wa dawamun ubudiyah.

Fakta, saat ini bahwa banyak negara di timur tengah yang mayoritas beragama Islam saling berperang, hanya Negara Palestina yang berbenturan dengan Israel, selainya berperang dengan sesamanya yang beragama Islam, yang diawali dari berita-berita hoax yang menyebar dengan cepat melalui media dan mobile. Tentunya kita tidak menghendaki hal ini terjadi kepada negara kita yang cinta damai ini, oleh karenanya diam jauh lebih baik daripada berbicara. Hoax bisa memecah belah persatuan bangsa, kita bisa bayangkan sebesar apa dosa pembuat dan penyebar hoax ini. Gibah yang latar belangkang riwayatnya benar dilarang oleh agama atau di haramkan apalagi fitnah atau hoax.

Sesungguhnya kedekatan dengan Tuhan tidak mungkin bisa dipahami, meskipun didalam Al Qur'an ada beberapa ayat tentang 'kedekatan' Tuhan kepada manusia, karena tidaklah mungkin ada keserupaan antara Tuhan dengan manusia. Jika kedekatan adalah mungkin, itu hanya mungkin dengan dzikir dan muroqobah kepada-Nya, yang merupakan sesuatu yang berbeda dengan Diri-Nya sendiri. Jika manusia puas dengan dzikir dan muroqobahnya maka ia puas dengan dirinya sendiri, dan puas dengan selain-Nya adalah kepalsuan bukan kedekatan.

Demikian semoga bermanfaat dan semoga Allah mengkaruniai ilmu yang bermanfaat kepada kita semua.