Selasa, 21 Januari 2014

DZIKIR DIATAS AIR

Bismillahir Rahmaanir Rahiim

Dan yang lebih indah daripadamu belum pernah
dilahirkan seorang wanita

Seorang murid baru, bertanya kepada murid yang lain : ‘Bagaimana cara agar bisa dzikir diatas air, atau dzikir sambil terbang dan bagaimana agar bisa memindahkan gelas tanpa menyentuhnya ?’ pertanyaan yang demikian sering didengar, dan kisah-kisah adanya keajaiban seperti itu sering kita baca. Lalu apakah tujuan mengaji seperti itu?
Berbicara tentang karomah orang suci, dapat dijumpai pada kitab Tadzkiratun AL Auliya karya Syaikh Fariduddin at Thar,qs. Dalam kitab itu dapat ditemui banyak riwayat tentang karomah yang menakjubkan. Ada seorang syaikh yang dapat pergi dari Bagdad ke Ka'bah dalam satu kedipan mata atau dalam sekejap, ada yang shalat diatas sajadah di udara, ada yang shalat sajadahnya diatas air. Meskipun jika dicermati tidak ada yang aneh atau ajaib tentang itu, karena angin padang pasir mampu melakukan keajaiban serupa, karena di dalam satu hari atau sekejap mampu pergi ke mana pun yang dia inginkan, capung juga mampu bercengkerama sambil terbang serta ikan juga mampu berkomunikasi dan bermain-main di air. Keajaiban adalah yang membawa kita dari keadaan rendah pada keadaan yang terpuji, dari kebodohan ke kecerdasan, dari kematian ke kehidupan. Pada awalnya kita adalah debu, mati dan dibawa ke dalam dunia kehidupan tanaman. Dari sana kita berjalan ke dalam dunia binatang dan hidup didalam kehidupannya, kemudian ke dalam dunia manusia, semua itu keajaiban! Tuhan memberi kita kemampuan berjalan melampaui berbagai jenjang dan rute ini dari tempat kita muncul. Tetapi jangan bermimpi perjalanan itu dapat ditempuh seorang diri, meskipun kita telah dibimbing oleh seorang syaikh. Seorang syaikh memang telah dan sedang membimbing murid-muridnya, tetapi karena kebodohan, kita tidak mampu dan berani berjalan seorang diri. Oleh karenanya kita menyebutnya bahwa syaikh bukan saja seorang pembimbing, melainkan seorang penuntun. Karena kita buta di alam kesucian dan melek di alam kebodohan dan perlu dituntun bagai orang buta menyeberangi anak sungai.

KEYAKINAN LEBIH BAIK DARIPADA SHALAT

Bismillahir Rahmaanir Rahiim

Allah SWT berfirman : 'Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.' (QS 004 : 103)

Shalat wajib harus dikerjakan lima waktu dalam sehari dan waktu-waktunya telah ditentukan, sementara keyakinan tak mengenal waktu dan berkelanjutan. Shalat bisa saja tidak dikerjakan karena alasan udzur, darurat atau sakit, dan dapat ditunda pelaksanaannya. Sedangkan keyakinan tidak dapat ditiadakan meski karena udzur, sakit atau keadaan darurat. Tidak ada artinya shalat tanpa keyakinan, tetapi keyakinan tanpa shalat tetap bermanfaat. Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) sering mengutip sebuah hadist yang mengtakan bahwa shalat adalah mira'jnya orang mukmin. Yakni, tubuhnya menghadap kiblat dan ruh-nya menghadap Allah Ta'alaa. Tubuh tanpa ruh akan mati, sedangkan ruh niscaya abadi. Keyakinan bagaikan ruh dalam tubuh.

Allah SWT berfirman : 'Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang keyakinan, (QS 015 : 99).

Banyak orang salah memahami ayat diatas, sehingga begitu mereka merasa keyakinan telah tinggi, maka mereka meninggalkan shalat. Mereka beranggapan bahwa maksud al yaqin adalah pengetahuan. Oleh karena itu siapa saja yang sudah ‘mengetahui’ maka gugurlah beban syariat padanya. Ini adalah kekafiran, kesesatan dan kebodohan. Karena Rasulullah,saw., dan para sahabatnya adalah orang yang paling mengetahui tentang Allah dan yang paling paham tentang hak dan sifat-sifat-Nya, paling mengetahui bagaimana mengagungkan-Nya. Meskipun demikian keadaannya, mereka adalah orang yang paling banyak beribadah kepada Allah, mereka adalah orang yang paling bersegera melaksanakan kewajiban sampai kematian datang. Sehingga tahapan keyaqinan terbuktikan dimulai dari ilmul yaqin lalu ainul yaqin dan akhirya haqqul yaqin.

Senin, 20 Januari 2014

SHALAT

Bismillahir Rahmaanir Rahiim

Di Hari Kebangkitan wahai Nabi
Tanganku bergantung pada jubahmu!

Sepulangnya dari perjalanan, seorang sahabat menyampaikan sebuah pertanyaan yang belum sempat dijawabnya, karena kaget ada seorang mualaf (orang yang hijrah kedalam agama Islam) bertanya kepadanya ‘Mengapa Tuhan memerintahkan Shalat?’. Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) sering mengutip sebuah hadist yang kira-kira maknanya bahwa sayyidina Abu Bakar as Siddiq,ra., tidak dijadikan rujukan kaum muslim lantaran banyaknya shalat, puasa dan sedekah, melainkan apa yang ada didalam hatinya. Bisa jadi pada masa itu, banyak orang lain yang shalat, puasa dan sedekahnya lebih banyak dari Abu Bakar,ra. Yang dimaksudkan dengan hal itu adalah bahwa, keunggulan Abu Bakar,ra., dibandingkan orang lain tidak berhubungan dengan banyaknya shalat dan puasanya, melainkan berhubungan dengan kebaikan Ilahi yang bersemayam didalam hatinya, berupa kecintaan kepada Tuhan. Oleh karenanya Abu Bakar,ra., memberikan segala sesuatu yang dimilikinya kepada Islam, jika tidak karena cinta (mahabbah) hal ini tidaklah mungkin dilakukannya.

Amal seseorang berupa shalat, puasa, dan sedekah akan dibawa pada Hari Kebangkitan dan ditempatkan pada mizan. Tetapi ketika cinta dimaksukkan maka timbangan (mizan) tak akan muat. Wajar jika pengajian dari Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) tentang cinta (mahabbah) berlangsung lebih dari enam bulan lamamnya. Oleh karena begitu hebatnya fadilah cinta itu, maka Jika ada setitik bara cinta di dalam diri sendiri, buatlah ia tumbuh lebih besar dengan cara meniupnya dengan angin riyadhah dan mujahadah. Amal adalah buah dari tindakan yang sesuai dengan syariat sedangkan cinta adalah perasaan. Amal adalah buah dari upaya manusia sedangkan cinta adalah hak Tuhan.

Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) sering memperlihatkan lukisan seorang petani sedang membajak tanah dan beliau berkata : ‘Hampir disetiap rubat guru-guruku terdahulu ada lukisan petani sedang membajak sawah. Syaikh ibarat petani, murid ibarat sapi, dan hati sang murid ibarat tanah.’ Perkataan ini perlu penjelasan, karena mengandung pokok inti ajaran tasawuf. Tidaklah tanaman akan menghasilkan padi yang baik (musyahadah) tanpa tanah (hati) yang dibajak, dan mustahil tanah (hati) akan berubah dengan sendirinya tanpa mempekerjakan sapi (murid) untuk melunakkannya (dengan riyadhah dan mujahadah), hingga ia siap ditanami (dengan wirid dan dzikir). Peran petani (syaikh) sangat sentral agar sapi (murid) tidak salah arah dan tepat sasaran, kecepatan jalan dan banyaknya mondar mandir (angka-angka hikmah) membajak tanah (hati) ditentukan oleh petani (syaikh), agar tanah (hati) berubah sesuai yang dikehendaki petani (syaikh), agar petani (syaikh) mudah menanaminya (dengan pekerjaan tarekat), agar tanaman menghasilkan padi (musyahadah) yang berkualitas. Tetapi apabila tanah (hati) ditinggalkan sendiri, ia akan berubah menjadi keras, tanah (hat) yang keras akan banyak menimbulkan kemudharatan daripada manfaat. Maka jangan pernah bertanya manfaat dari membajak tanah (hati) ini, tetapi kerjakan saja.

Amat menakjubkan bahwa seorang anak kecil menangis dan ibunya akan memberinya susu. Apabila si anak berkeinginan untuk mengetahui manfaat tangisan dan mengapa dengan sebuah tangisan menyebabkan sang ibu memberinya susu? maka keheranannya akan hal ini menghalanginya untuk memperoleh susu. Menagis saja dan susu akan datang dengan sendirinya. Kita dapat melihat bahwa perolehan susu karena tangisannya, bukan karena yang lain.

Di depan sultan, seseorang membungkuk dan mengingsut-ingsut, hasilnya sang sultan jatuh iba lantaran perbuatannya dan memberinya makan. Yang menyebabkan rasa iba di dalam diri sultan adalah keadaan hati sang sultan bukan darah, daging dan tulangnya. Darah, daging dan tulang sang sultan tidaklah berarti apa-apa, dia akan tetap demikian ketika dia tidur atau tak sadarkan diri. Oleh karenanya rasa iba di dalam diri sang sultan tidaklah terlihat dari luar. Telinga yang dapat mendengar dan telinga tuli terlihat sama. Keduanya memiliki bentuk yang sama, tetapi yang satu tidak dapat mendengar. Perbuatan mendengar merupakan perbuatan yang tersembunyi di dalam telinga dan tidak dapat diketahui. Begitulah rasa iba sang sultan dan perbuatan telinga ketika mendengar tidak dapat dilihat.

SEHAT DAN KAYA

Bismillahir Rahmaanir Rahiim

Ini adalah kekasih Tuhan
Tabib bagi segala penyakit
Lihat, yang mulia ini, di tengah-tengah padang syafaat

Orang yang kaya dan sehat sering terdengar dari mulutnya berkata bahwa ia dimuliakan Tuhan karena kedua hal ini, ‘ini adalah sebuah bukti cinta Tuhan kepadaku dengan memberikan kesehatan dan kemakmuran.’ Tanpa disadarinya perkataannya itu menyinggung secara telak kepada orang yang sakit dan miskin, karena bila Tuhan mencintai orang yang kaya dan sehat, maka orang yang sakit dan miskin tentu dibenci oleh Tuhan. Sesungguhnya tidak demikian, justru hijab terbesar antara manusia dengan Tuhan adalah kesehatan dan kemakmuran. Orang yang memiliki harta benda yang banyak dan sehat, dia mampu memuaskan keinginannya dan menyibukkan dirinya sendiri siang dan malam dalam urusan duniawi. Perbuatannya ini sama maknanya dengan mengatakan, ‘Di manakah Tuhan? Aku tidak dapat melihat- Nya.’ Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata bahwa ‘Kekayaan dan kesehatan membelenggu hati manusia untuk melakukan peribadatan, dia akan menjadi budak harta dan kekuasaan.’ Tetapi saat kemiskinan dan sakit mendatanginya, jiwanya berbalik menjadi lemah dan dia kembali kepada Tuhan, dan mulai meratap, ‘Ya Allah! Ya Allah!’ dan terbukalah rahasia kedekatannya dengan Tuhan. Ini sebuah bukti bahwa bahwa kesehatan dan kekayaan menghijab manusia dari Tuhan, yang tersembunyi di bawah singgasana penyakit dan kemiskinan.

Fir'aun diberikan umur yang panjang, kira-kira berumur empat ratus tahun, menjadi raja dan bermandikan kemakmuran, kesehatan dan pemenuhan setiap keinginan. Semua hal itu adalah hijab yang menjaganya tetap jauh dari keberadaan Tuhan. Dia tidak pernah merasakan sehari pun dimana dia merasa kehilangan atau terkena penyakit, sehingga dia sempat memikirkan Tuhan. Jiwanya selalu mendengar bisikan ‘sibukkan dirimu sendiri dengan kesenanganmu sendiri dan jangan pikirkan yang lain dan mimpilah yang menyenangkan!’

HARTA KARUN

Bismillahir Rahmaanir Rahiim

Wahai kekasih Tuhan
Engkau adalah pedang yang paling tajam di antara Pedang-Nya yang dikeluarkan dari sarung-Nya

Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata bahwa : ‘Syaithon masuk kedalam tubuh manusia melalui aliran darah dan berdiam di pintu hati, oleh karenanya tutuplah pintu masuk syaithon ini dengan terus menerus mendawamkan dzikir agar hakikat dzikir ini merasuk kedalam darah.’ Artinya bahwa syaithon selalu mengintip jiwa manusia agar selalu berbuat jahat. Hal ini tidak terjadi pada binatang, bukan berarti manusia lebih buruk daripada binatang, justru hal itu menunjukkan uniknya manusia. Kejahatan dan kekejian muncul dari hakikat tersembunyi di dalam diri manusia. Kejahatan timbul karena ada sarana, sebagai contoh, orang yang lapar perlu makan, untuk makan ia harus bekerja untuk mendapatkan uang. Jika uang tidak didapat, maka ia tidak mungkin membeli makanan kecuali meminta, jika tidak ada yang memberi dan makanan ada didepannya, maka hasrat untuk makan menjadi besar. Makanan menjadi sarana syaithon untuk mendorong syahwat agar segera terlontar, seperti anak panah lepas dari bususrnya. Perjuangan melawan diri dimulai, terdapat dua pilihan, yaitu mencuri atau tidak mencuri, lalu akal menasihati, jika mencuri hilang lapar tetapi Tuhan murka, bila tidak mencuri perut terus lapar, tetapi Tuhan memberi ganjaran. Nah, jika tidak ada sarana berupa makanan, syaithon tidak akan mengganggunya, dan akal akan mebisikkan kebaikan ‘puasa lebih baik bagimu.’ Contoh lain, seseorang menitipkan sejumlah perhiasan kepada sabahabatnya. Lalu mendadak orang itu wafat, karena tidak ada seorangpun yang mengetahui tentang penitipan ini, maka sang sahabat dihasut oleh syaithon untuk segera memilikinya. Jika sarana penitipan itu tidak ada, maka syaithon tidak mempunyai kesempatan untuk menghasutnya. Oleh karenanya syaithon senang tinggal di depan pintu hati manusia untuk membujuk manusia dengan sarana-sarana tadi guna menjerumuskan manusia. Jangan dianggap enteng, karena sifat syaithon adalah pantang menyerah sampai manusia bertekuk lutut, oleh sebab itu salah satu ayat mengatakan ‘Jangan dekati zinah,’ maksudnya adalah jauhi sarana-sarana yang berkenaan dengan zinah, karena jarang ada manusia mampu lolos dari sarana yang satu ini. Sekali saja seseorang mengikuti hasutan syaithon, maka akan ada setitik noda didalam hatinya, yang semakin lama akan bertambah banyak dan menjadikan mata hati buram untuk melihat hakikat. Mustahil menghapus keburaman ini kecuali melalui usaha yang hebat. Usaha yang hebat diperoleh melalui dawamudz dzikri dan dawamun ubudiyah serta bergaul dengan seorang syaikh yang telah menghadapkan wajahnya kepada Tuhan dan berpaling dari kehidupan dunia ini.

Tidak ada usaha yang lebih besar daripada duduk dengan seorang syaikh, yang pandangannya menyebabkan jiwa material meleleh dan mati. Untuk alasan ini, dikatakan ketika ular tidak melihat diri manusia selama empat puluh tahun, dia berubah menjadi naga. Yakni, dia tidak melihat siapa pun yang akan menyebabkan kejahatan dan kekejian mengejewantah. Rasulullah,saw., pernah ditanya oleh akhli kitab, katanya : ‘Mengapa hati orang Islam selalu dikelilingi syaithon, sedangkan hati kami tidak?’ Mendengar ini Rasulullah,saw., meminta Abu Bakar,ra., untuk menjawabnya, lalu beliau berkata : ‘Hati orang Islam ibarat rumah yang penuh harta karun, syaithon siap mencurinya disaat lengah, sedangkan hati kalian tidak ada harta karun sama sekali, sehingga tidak satupun syaithon tinggal disana.‘ hal ini menunjukkan ada sesuatu yang berharga dan bernilai di dalam hati orang Islam. Semakin besar keburaman melihat dunia ini, maka akan semakin terang melihat hakikat. Hakikat tertutup rapat pada penjagaan naga, tetapi jangan lihat pada keburukan naga, lihatlah pada nilai harta karun, agar kita mempunyai keinginan yang kuat untuk menemukannya. Allah SWT berfirman dalam hadist qudsi : ‘Aku adalah harta yang tersembunyi dan Aku ingin diketahui.’ Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) sering mengutip sebuah ayat Al Qur’an : 'Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS 005 : 35).

TAMPARAN ADALAH GURU

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

Mengapa aku risau memikirkan buku hitamku?
Orang yang menjadi Penutup segala Nabi adalah jaminan keselamatanku

Dunia ini dan kenikmatannya bagaikan orang yang meminum sesuatu di dalam mimpi. Demikian juga untuk menghasratkan suatu hal duniawi adalah seperti meminta atau diberi sesuatu di dalam mimpi. Ketika seseorang bangun dari tidurnya, dia tidak mendapatkan manfaat dari yang telah dimakan atau yang diminumnya ketika mimpi. Oleh karenanya, mustahil mengharapkan musyahadah dengan cara memimpikan amal bukan melakukan riyadhah dan mujahadah. Seorang kepala suku Arab yang hadir saat shalat menampar seorang imam ketika sang imam membaca : 'Orang-orang Arab Badwi itu, lebih sangat kekafiran dan kemunafikannya, dan lebih wajar tidak mengetahui hukum-hukum yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.' (QS 009 : 97). Pada rakaat selanjutnya, kepala suku Arab itu berkata, ‘Tamparan itu mengajarimu suatu pelajaran,’ lantaran sang imam membaca : 'Di antara orang-orang Arab Badwi itu ada orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan untuk mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh doa rasul. ketahuilah, Sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). kelak Allah akan memasukan mereka kedalam rahmat (surga)Nya; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.' (QS 009 : 99)

Kita adalah keturunan dari dicampakkannya seorang Nabi,as., keluar dari alam atas ke alam bawah. Alam bawah berarti mewarisi ke dalam dunia ini dan menjadi bagian dari hal yang duniawi. Dan dicampakkan berarti jatuh dari kebaikan. Ketika kita makan sesuatu yang asam yang mengakibatkan asam lambung naik, kita akan berusaha memuntahkannya. Apabila makanan itu tidak asam dan berupaya tidak memuntahkan, berarti hal itu telah menjadi bagian dari kita. Murid memuji dan merendahkan diri dihadapan gurunya agar membuatnya berkenan. Bila seorang murid melakukan apa pun yang tidak menyenangkan guru, maka sang guru akan murka. Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) sering berkata : ‘Marahnya seorang guru adalah barokahnya.’ Karena, guru bagai seekor singa, yang akan mencabik-cabik ke-aku-an atau ego murid-muridnya. Marahnya berupa pertolongan darinya untuk mengatasi penyakit hati sang murid, menolong muridnya agar memuntahkan makanan busuk yang telah ditelannya, meskipun dengan sedikit tamparan dan airmata. Karena tamparan itu akan mengajari sang murid satu pelajaran. Sebagaimana dicampakannya nabiyullah Adam,as., dari surga ke alam dunya untuk memperoleh kemuliaan dengan jalan taubat yang panjang.

BAIK DAN BURUK DATANGNYA DARI TUHAN

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

Wahai kekasih Tuhan
Aku telah memanggilmu berharap akan uluran tanganmu
Tuhan melarang, Tuhan melarang kalau kau diseru tidak menjawab

Memahami keimanan tentang baik dan buruk datangnya dari Tuhan tidaklah sederhana. Bila seorang bayi menyusu kepada bukan ibunya, tidak akan dikatakan sebuah kejahatan, akan tetapi jika pria dewasa yang menyusu, dapat dikatakan melanggar syariat agama. Yang satu untuk menghilangkan rasa hausnya dan yang kedua untuk memuaskan syahwatnya. Keinginan atau hasrat atau boleh dikatakan sebagai syahwat, adalah tentara jiwa. Karena adanya hasrat ini, maka Tuhan melarang mematuhi keinginan-keinginannya. Tidak mungkin Tuhan melarang manusia terhadap sesuatu yang tidak dihasratkannya, sebagai contoh : ‘Jangan makan tanah,’ atau ‘ Jangan makan api.’ Sebaliknya juga demikian, Tuhan memerintahkan manusia berbuat kebaikan, ketika manusia terhalang secara alamiah untuk melakukannya, sebagai contoh : ‘Berbagilah harta dengan faqir miskin,’ atau ‘kerjakanlah shalat dan puasa,’ karena berbagi harta, shalat dan puasa secara alamiah jiwa melakukan penolakan. Maka, agar perintah untuk melakukan kebaikan dan larangan melakukan kejahatan sah, mesti ada jiwa yang menolak kebaikan dan menghasrati kejahatan. Itulah karakter jiwa, marilah kita kenali dia dengan baik. Oleh karenanya Allah SWT berfirman : 'Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.' (QS 12 : 59)

Allah SWT berkehendak atas kebaikan dan kejahatan, tetapi Dia hanya merasa senang oleh kebaikan dan tidak senang terhadap kejahatan, oleh karenanya Dia melarang kejahatan dan memerintahkan kebaikan atau dengan kata lain jika tidak ada kejahatan maka Dia tidak akan memerintahan kebaikan. Berarti manusia mesti menentang jiwanya atau berperang melawan dirinya sendiri atau dalam istilah tasawuf disebut sebagai ‘mujahadah’. Kesenangan-Nya atau ketidak senangan-Nya tidak akan sedikitpun merubah-Nya, karena Tuhan tidak akan pernah berubah, karena Tuhan akan selalu sebagai mana Tuhan ada-Nya.

Seperti seorang pembimbing ruhani. Dia menginginkan bahwa murid-muridnya tidak tahu apa-apa karena tidak mungkin mengajar murid yang ‘sudah tahu’. Meski demikian, seorang guru tidak senang apabila muridnya tetap tidak tahu apa-apa. Jika demikian, dia tidak akan mengajarinya. Demikian pula seorang dokter, ingin agar orang mengalami sakit apabila dia ingin mempraktikkan pengobatan. Karena mustahil baginya mempertunjukkan seni penyembuhan tanpa ada orang yang sakit. Meski demikian, dia tidak senang apabila orang tetap sakit, sebab jika demikian, dia tidak akan mengobati mereka.
Sama halnya, Tuhan ingin ada hasrat untuk melakukan kejahatan di dalam jiwa manusia karena Dia mencintai rasa syukur, ketaatan, hamba yang saleh, dan hal ini tidak mungkin terjadi, tanpa keberadaan hasrat seperti itu di dalam jiwa manusia. Menginginkan suatu hal adalah menginginkan segalanya yang berkesesuaian dengan hal itu, tetapi seseorang mungkin tidak akan menyenangi hal-hal pelengkap itu, karena seseorang dapat berusaha untuk menghapus dari jiwanya. Maka dapat dipahami mengapa Tuhan menghendaki kejahatan pada satu hal tetapi tidak menginginkannya dalam hal lain.
Singkatnya, menghendaki kejahatan adalah sesuatu yang mengerikan, ketika yang dikehendaki adalah kejahatan itu sendiri. Meski demikian, apabila menghendaki kejahatan demi kebaikan, maka kejahatan tidak lagi mengerikan. Allah SWT berfirman : 'Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.' ( QS 002: 179). Tidak ada keraguan bahwa pembalasan dendam adalah kejahatan dan penghancuran atas bangunan Tuhan, tetapi hal itu baru sebagian dari kejahatan, sedangkan menahan seseorang dari upaya pembunuhan adalah kebaikan total. Menghendaki sebagian kejahatan karena menghendaki kebaikan tidaklah mengerikan. Tapi penolakan terhadap sebagian kehendak Tuhan adalah suatu kejahatan total.

Tuhan mengampuni segala hal, memaafkan segala hal, dan keras di dalam penghukuman. Dia tidak mungkin memaafkan dan mengampuni tanpa keberadaan dosa. Oleh karena Tuhan adalah Yang Maha Pengampun dan agar Sifat ini termanifestasikan, maka Tuhan menciptakan dosa. Menghendaki satu hal berarti menghendaki apa-apa yang sesuai dengan hal itu. Maka Dia memerintahkan kita untuk berbuat damai. Tetapi perintah untuk berdamai tidak memiliki arti tanpa adanya permusuhan. Itulah mengapa Tuhan selalu menciptakan segala sesuatu berpasangan, untuk memperlihatkan hanya Dia yang Ahad.  

KULTUS

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

Marhaban, wahai ampunan bagi dunia
Marhaban, wahai syafaat bagi para pendosa

Seorang bocah melihat ritual dzikir dari salah satu tarekat, didengarnya suara bergemuruh menyebut ‘ih oh .. ih oh .. ih oh’. Si bocah merasa senang mendengarnya, karena ada kenyamanan meskipun ia tidak mengerti bahwa yang dimaksud adalah menyebut kalimat ‘Laa Ilaaha Illallaah’, karena penyebutannya cepat maka terdengarlah seperti itu. Pemimpin tarekat itu dikenal dengan sebutan ‘Abah’. Maka setelah si bocah sampai dirumah, ia pun meniru-nirunya dengan menyebut ‘a bah .. a bah .. a bah .. a bah’ sambil menggerak-gerakkan kepalanya. Sontak seisi rumah tertawa melihat dan mendengar suara aneh keluar dari mulutnya. Tetapi si bocah tidak memperdulikan, malahan ia dengan semangat terus bercerita tentang kehebatan Abah, dari cara berpakaian, berbicara, cara menyambut dan melayani murid-muridnya serta wibawanya. Cerita itu tidak saja disampaikan kepada keluarganya tetapi juga disampaikan kepada teman-temannya. Karena kekagumannya semakin hebat, maka semakin menjadi pula ia memuja-mujanya. Cerita tentang Abah diulang-ulanginya pada setiap hari, teman-temannya yang sering mendengar mengatakan : ‘Wah dia sudah mengkultuskan Abah.’ Adakah yang salah dari mengkultuskan seseorang?

Si bocah menyebut Abah dan ingatannya kepada wajah Abah
Inilah tanda hurmat
Kita menyebut Allah tetapi ingatan kita kepada dunia
Inilah penghinaan

Buah daripada melakukan dzikrullah yang sesuai dengan petunjuk seorang pembimbing ruhani dari sebuah tarekat adalah, yang pertama akan terasa tiada yang lain kecuali syaikh, yang diingat, yang dibicarakan, yang dikagumi, yang dipuja hanya syaikh saja, dalam istilah tasawuf disebut sebagai fana’u syaikh atau lebur didalam diri syaikhnya, hilangnya dualitas antara dirinya dengan syaikhnya. Yang kedua, dengan kasih sayang yang begitu tinggi dari seorang syaikh, dengan cara yang unik sesuai dengan sunah, dituntunnya murid-muridnya memindahkan anak panah kekagumannya kepada Baginda Nabi Muhammad,saw., (fana’u Rasul). Jika sudah demikian, sebagaimana yang dikatakan didalam Al Qur’an barang siapa taat kepada Rasulnya maka dia pun taat kepada Tuhannya, barang siapa mengikuti Rasulnya dia pun mengikuti Tuhannya. Maka yang ketiga, niscaya atas karunia Ilahi kecintaan kepada Tuhannya akan tumbuh subur, laksana tanaman padi yang menguning, selain indah untuk dipandang, berasnya enak untuk dinikmati, begitulah, akhlak akan terbentuk secara benar menjadi indah dan bermanfaat bagi semua makhluk. Demikianlah tradisi tarekat dalam mengantarkan murid-muridnya berdekat kepada Allah SWT.
Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata, ‘Seorang Syaikh mengataka bahwa, dzikrul Anbiya minal ibadah, dzikrul salihin kafarah, mengingat Nabi itu ibadah, sedangkan mengingat orang-orang saleh menjadikan gugurnya dosa-dosa.’ Nabi dan orang saleh itu ibarat cahaya yang mencahayai, nuur alaa nuur, oleh karenanya barang siapa berdekat, menyebut-nyebut namanya, mengingatnya, mematuhinya, menghurmatinya, akan memperoleh cahayanya yang mengantarkannya menjadi bersemangat untuk melakukan peribadatan dan karenanya akan gugurlah dosa-dosanya. Jika hal ini disebut mengkultuskan, maka pada suatu kesempatan Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) mengatakan : ‘Aku adalah termasuk orang yang mengkultuskan guru-guruku, mengkutuskan Baginda Rasulullah,saw., selama yang dimaksud mengkultuskan itu tidak menjadikannya menjadi Tuhan, karena makhluk adalah makhluk yang selamanya tetap makhluk dan tidak akan pernah menjadi Tuhan.’

DIRIKU ADALAH TUHAN

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

Allah SWT berfirman : 'Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa.' (QS 009 : 123)

Dahulu kala orang-orang kafir memuja berhala-berhala dan bersujud di hadapannya. Kini, sadar atau pun tidak sadar, sengaja atau pun tidak sengaja, kita pun melakukan hal yang sama. Manakala di hadapan pejabat atau orang yang hartanya banyak, kita menundukkan diri dan menunjukkan segala bentuk penghormatan kepadanya. Tetapi, kita tidak malu, meskipun ada hadist yang mengatakan bahwa hilanglah dua pertiga agamanya bila melakukan yang demikian, namun kita tetap saja menganggap diri kita orang muslim. Jika kita telah menyadari hal ini, lalu merubah sikap bahwa tindakan ini merusak tauhid, maka ada hal yang lebih dasyat menghadang. Yakni, masih banyak berhala di dalam diri kita sendiri, seperti ketamakan, sombong, ambisi, dengki, iri hati dan kita tunduk pada semua itu. Maka sesungguhnya, baik secara Iahir maupun batin, kita berbuat sama dengan para pemuja berhala, tetapi kita tetap menganggap diri sebagai Muslim.

Perintah untuk memerangi orang-orang kafir yang disekitar kamu sesuai dengan ayat Al Qur’an diatas adalah perintah untuk memerangi berhala-berhala yang ada didalam diri, bukan orang-orang non-muslim yang hidup disekitar kita. Rasulullah,saw., pun memerintahkan hal sama mulailah dari dirimu Sendiri.

Jika definisi kafir adalah menyembah sesuatu yang bukan Tuhan, maka jelas bahwa tuhan kita adalah diri kita sendiri. Oleh karenanya guru kita tercinta Syaikh Waasi’ Achmad Syaechudin (semoga Allah merahmatinya) mewajibkan untuk selalu berdzikir dengan menyebut kalimat Laa Ilaaha Illallaah, yang mempunyai makna, menafikan tuhan-tuhan yang lain didalam diri dan mengisbatkan hanya Allah semata didalam hati.

Semoga Allah SWT menolong kita semua.

MAQOM DAN HAL

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

Tingkat atau peringkat spiritual penempuh jalan kesufian disebut sebagai maqom dan keadaan spiritualnya disebut hal. Maqom diperoleh melalui daya upaya yang sungguh-sungguh (riyadhah) dan melawan hawa nafsunya sendiri secara terus menerus (mujahadah) dengan niat yang suci, dan melakukan penjagaannya, sehingga mencapai keteguhan atau ketegaran. Maqom pertama adalah taubat lalu inabat, kemudian zuhud lalu tawakal dan seterusnya. Tidak diperkenankan berubah sikap tanpa bertobat, atau tawakal tanpa zuhud. Dan tidak lah diperkenankan menyia-nyiakan kewajiban-kewajiban yang ditimbulkan oleh maqom itu. Hal adalah sebuah karunia yang datangnya dari Tuhan secara tiba-tiba berupa rasa-rasa kedalam hati, tanpa seseorang dapat menolaknya bila tiba dan mendekapnya bila pergi.

Setiap orang yang mendambakan Allah memiliki maqom yang dalam awal pencariannya adalah sarana yang digunakannya untuk mencari Tuhan. Setiap pejalan memperoleh manfaat dari setiap maqom yang ia lewati, akhirnya ia berhenti pada satu maqom. Allah SWT berfirman : 'Tiada seorangpun di antara Kami melainkan mempunyai kedudukan yang tertentu (maqom)'(QS 037:164).

Dengan demikian, sementara isitlah maqom menunjuk kepada jalan sang pencari dan kemajuannya di medan juang, dan peringkatnya di hadapan Tuhan sesuai dengan kebajikannya, sedangkan istilah hal menunjuk kepada nikmat dan kemurahan yang Tuhan anugerahkan kepada hati hamba-Nya, dan yang tidak berkaitan dengan kezuhudan sang hamba. Maqom termasuk dalam kategori tindakan atau daya upaya, sedangkan hal termasuk dalam kategori anugerah.