Senin, 20 Januari 2014

SHALAT

Bismillahir Rahmaanir Rahiim

Di Hari Kebangkitan wahai Nabi
Tanganku bergantung pada jubahmu!

Sepulangnya dari perjalanan, seorang sahabat menyampaikan sebuah pertanyaan yang belum sempat dijawabnya, karena kaget ada seorang mualaf (orang yang hijrah kedalam agama Islam) bertanya kepadanya ‘Mengapa Tuhan memerintahkan Shalat?’. Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) sering mengutip sebuah hadist yang kira-kira maknanya bahwa sayyidina Abu Bakar as Siddiq,ra., tidak dijadikan rujukan kaum muslim lantaran banyaknya shalat, puasa dan sedekah, melainkan apa yang ada didalam hatinya. Bisa jadi pada masa itu, banyak orang lain yang shalat, puasa dan sedekahnya lebih banyak dari Abu Bakar,ra. Yang dimaksudkan dengan hal itu adalah bahwa, keunggulan Abu Bakar,ra., dibandingkan orang lain tidak berhubungan dengan banyaknya shalat dan puasanya, melainkan berhubungan dengan kebaikan Ilahi yang bersemayam didalam hatinya, berupa kecintaan kepada Tuhan. Oleh karenanya Abu Bakar,ra., memberikan segala sesuatu yang dimilikinya kepada Islam, jika tidak karena cinta (mahabbah) hal ini tidaklah mungkin dilakukannya.

Amal seseorang berupa shalat, puasa, dan sedekah akan dibawa pada Hari Kebangkitan dan ditempatkan pada mizan. Tetapi ketika cinta dimaksukkan maka timbangan (mizan) tak akan muat. Wajar jika pengajian dari Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) tentang cinta (mahabbah) berlangsung lebih dari enam bulan lamamnya. Oleh karena begitu hebatnya fadilah cinta itu, maka Jika ada setitik bara cinta di dalam diri sendiri, buatlah ia tumbuh lebih besar dengan cara meniupnya dengan angin riyadhah dan mujahadah. Amal adalah buah dari tindakan yang sesuai dengan syariat sedangkan cinta adalah perasaan. Amal adalah buah dari upaya manusia sedangkan cinta adalah hak Tuhan.

Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) sering memperlihatkan lukisan seorang petani sedang membajak tanah dan beliau berkata : ‘Hampir disetiap rubat guru-guruku terdahulu ada lukisan petani sedang membajak sawah. Syaikh ibarat petani, murid ibarat sapi, dan hati sang murid ibarat tanah.’ Perkataan ini perlu penjelasan, karena mengandung pokok inti ajaran tasawuf. Tidaklah tanaman akan menghasilkan padi yang baik (musyahadah) tanpa tanah (hati) yang dibajak, dan mustahil tanah (hati) akan berubah dengan sendirinya tanpa mempekerjakan sapi (murid) untuk melunakkannya (dengan riyadhah dan mujahadah), hingga ia siap ditanami (dengan wirid dan dzikir). Peran petani (syaikh) sangat sentral agar sapi (murid) tidak salah arah dan tepat sasaran, kecepatan jalan dan banyaknya mondar mandir (angka-angka hikmah) membajak tanah (hati) ditentukan oleh petani (syaikh), agar tanah (hati) berubah sesuai yang dikehendaki petani (syaikh), agar petani (syaikh) mudah menanaminya (dengan pekerjaan tarekat), agar tanaman menghasilkan padi (musyahadah) yang berkualitas. Tetapi apabila tanah (hati) ditinggalkan sendiri, ia akan berubah menjadi keras, tanah (hat) yang keras akan banyak menimbulkan kemudharatan daripada manfaat. Maka jangan pernah bertanya manfaat dari membajak tanah (hati) ini, tetapi kerjakan saja.

Amat menakjubkan bahwa seorang anak kecil menangis dan ibunya akan memberinya susu. Apabila si anak berkeinginan untuk mengetahui manfaat tangisan dan mengapa dengan sebuah tangisan menyebabkan sang ibu memberinya susu? maka keheranannya akan hal ini menghalanginya untuk memperoleh susu. Menagis saja dan susu akan datang dengan sendirinya. Kita dapat melihat bahwa perolehan susu karena tangisannya, bukan karena yang lain.

Di depan sultan, seseorang membungkuk dan mengingsut-ingsut, hasilnya sang sultan jatuh iba lantaran perbuatannya dan memberinya makan. Yang menyebabkan rasa iba di dalam diri sultan adalah keadaan hati sang sultan bukan darah, daging dan tulangnya. Darah, daging dan tulang sang sultan tidaklah berarti apa-apa, dia akan tetap demikian ketika dia tidur atau tak sadarkan diri. Oleh karenanya rasa iba di dalam diri sang sultan tidaklah terlihat dari luar. Telinga yang dapat mendengar dan telinga tuli terlihat sama. Keduanya memiliki bentuk yang sama, tetapi yang satu tidak dapat mendengar. Perbuatan mendengar merupakan perbuatan yang tersembunyi di dalam telinga dan tidak dapat diketahui. Begitulah rasa iba sang sultan dan perbuatan telinga ketika mendengar tidak dapat dilihat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.