Selasa, 06 April 2010

PENENTANG DAN PENDUKUNGNYA TAK TERBILANG

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

Jika disebut nama-nama seperti Abdul Mughits, Abul Muhr, Abu Abdullah, Mukhabbar maka orang jarang yang mengenalinya, tetapi begitu disebut nama Al Hallaj, maka orang-orang yang bertasawuf mengetahuinya, begitu pun masyarakat muslim pada umumnya, paling tidak mereka pernah mendengar nama itu. Begitu masyhurnya Al Hallaj sehingga ia mempunyai banyak nama, dan banyak tempat telah ia jelajahi, begitu pun banyak syaikh sufi agung telah beliau ziarahi. Guru yang pertama mendidiknya adalah Syaikh Sahl Ibnu At-Tustari,ra., lalu Syaikh Amr Ibnu Utsman,ra., dan Imam Junayd Al Bagdadi,ra. Semua guru-guru yang agung itu ditinggalkannya, dan ia hidup mengembara kebanyak negara, yang pada akhirnya ia wafat di Bagdad secara mengenaskan ditiang gantungan, tanpa tangan, kaki, hidung , mata, telinga dan kepala, lalu jasadnya dibakar dan abunya dibuang ke sungai Tigris. Beliau lahir sekitar tahun 244 H / 858 M didekat kota Al Baidha’ di Propinsi Fars, Iran dahulu disebut Parsia.

Seorang salik yang baru satu tahun mengikuti majelis Syaikh Waasi’ Achmad Syaechudin (semoga Allah merahmatinya) bertanya : ‘Wahai Syaikh, bagaimana menurut Syaikh tentang kematian Al Hallaj?’ Dijawab : ‘Menurut syariat ia pantas menerimanya.’ Lalu setelah tujuh tahun berlalu, sang salik bertanya kembali hal yang sama, Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) menjawab : ‘Meskipun secara syariat beliau pantas menerimanya, namun bila berdasarkan hukum suci hanya Allah sajalah yang mengetahuinya.’ Jawaban Syaikh bila dipandang secara lahir tampak berbeda, menunjukkan kematangan yang luar biasa didalam membimbing murid-muridnya. Kebijaksanaannya begitu luhur, seorang salik yang belum matang, cukup disuguhi anggur ruhani secukupnya saja, sehingga tidak pada tempatnya membicarakan tentang doktrin ‘kemabukkan’, setelah tumbuh ‘dewasa’ barulah Syaikh menjelaskan makna-makna dibalik riwayat yang menggemparkan dunia kesufian itu. Pendeknya Syaikh sepakat dengan tindakan yang diambil oleh Imam Junayd,ra., yang sebelumnya menolak enam surat berturut-turut dari khalifah Bagdad agar menyetujui fatwa hukuman mati, barulah setelah surat permohonan yang ketujuh, beliau menyetujuinya dan berkata : ‘Kami mengadili berdasarkan tampak lahir, sedangkan kebenaran batin hanya Allah-lah yang tahu.’

Banyak orang berpendapat bahwa Al Hallaj meninggalkan Imam Junayd,ra., faktanya tidaklah demikian, karena resep yang diberikan oleh Imam Junayd,ra., kepadanya adalah ‘diam dan pengasingan diri’. Hal ini membuktikan bahwa ia tidak dilarang atas dasar prinsip-prinsipnya melainkan atas dasar perilakunya. Oleh karenanya setelah beberapa tahun mengabdi kepada ‘gurunya’, ia melakukan perjalan ke Hijaz dan tinggal di Makkah. Setelah itu ia kembali ke Bagdad dan bergabung dengan sekelompok syaikh sufi menghadiri majelis Imam Junayd,ra. Disinilah ia berkata : ‘Wahai Syaikh, kemabukkan dan ketidak mabukkan adalah dua sifat manusia, dan manusia tertabiri dari Tuhannya selama sifat-sifatnya belum sirna.’ ‘Wahai putra Manshur, engkau keliru memahami kemabukkan dan ketidak mabukan. Yang pertama menunjukkan munculnya rasa rindu dan cinta yang berlebihan, sementara yang kedua menunjukkan kebaikan suasana ruhani seseorang dalam hubungannya dengan Tuhan dan keduanya tidak bisa diperoleh dengan usaha manusia. Wahai putra Manshur, dalam kata-katamu kulihat banyak kebodohan dan kesia-siaan.’ Begitulah Imam Junayd,ra., menjawabnya. Nah menjadi terang, mengapa Al Hallaj pergi meninggalkan guru-gurunya terdahulu, atau tepatnya Allah membuatnya demikian adanya, disebabkan pandangan atau doktrinnya yang berlawan. Guru pertamanya mempunyai doktrin tentang riyadhah dan mujahadah guna memperoleh musyahadah, ini menunjukkan tentang kesadaran dalam berupaya atau ketidak mabukkan, demikian juga dengan doktrin Imam Junayd,ra. Sedangkan doktrinnya adalah kemabukkan sebagaimana doktrin yang dianut oleh Syaikh Abu Yazid Al Busthami,ra. Akan tetapi oleh murid-murid penerusnya digganti dengan doktrin 'hulul' yang ditentang oleh para syaikh sufi, sehingga mazhab ini diharamkan. Seorang sufi yang mabuk terkadang mengalami keadaan ekstase yang berat, lalu mengucapkan kata-kata yang seolah-olah syirik secara lahir namun murni secara tauhid, dalam istilah tasawuf disebut ‘syath’ seperti ‘Ana Al Haq’ ‘Akulah Kebenaran’. Lalu apakah sama derajat orang yang hampir setiap harinya berpuasa dan melakukan shalat sunat empat ratus rakaat pada setiap malamnya, berkata ‘Akulah Kebenaran’, dengan seorang raja dzalim yang mengatakan ‘Akulah Tuhan’ seperti Fir’aun?

Dikatakan bahwa jika setetes air jatuh kelautan, 'bersatu', dan air itu ditanya, siapakah engkau? tentu akan dijawab 'Aku adalah lautan', akan tetapi ketika ia melihat dirinya, ia akan berkata 'aku adalah air dan Engkau adalah lautan'. Demikian analogi tentang kebersatuan makhluk dengan Sang Kholik, bukan dzatnya, melainkan sifat-sifat dirinya yang sirna dan melebur dalam sifat-sifat Tuhannya.

Imam Syibli,ra., adalah murid kesayangan Imam Junayd,ra., dan sebagai penerus rantai emas dari majelisnya di usia 51 tahun. Bersahabat dengan Al Hallaj, dikenal sebagai syaikh yang eksentrik, orang awam karena iri menyeretnya ke rumah sakit jiwa. Beliau wafat pada tahun 334 H/846 M, 25 tahun setelah wafatnya Al Hallaj, atau 36 tahun setelah wafatnya Imam Junayd,ra. Sebelum memasuki kesufian, beliau adalah gubernur di Propinsi Dimavind, Irak. Pada saat itu, semua gubernur wajib mengenakan jubah kehormatan pemberian dari khalifah Bagdad. Ia melihat seorang gubernur Rayy menyeka mulut dan hidungnya dengan jubah kebesaran ini, tindakannya ini menyebabkan ia dipecat. Kejadian ini, membuat ia mundur dari jabatannya dan meninggalkan istana, lalu bergabung pada majelis Khair an Nassaj,ra., yang mengantarkannya kepada majelis Imam Junayd,ra. ‘Engkau dikenal sebagai akhli mutiara (hikmah), berilah aku satu atau juallah satu kepadaku.’ Imam Junayd,ra., menjawab : ‘Jika aku menjualnya padamu, engkau takkan mampu membayarnya. Namun jika aku memberikannya Cuma-Cuma kepadamu, engkau takkan menyadari nilainya karena mendapatkannya dengan begitu mudah. Lakukanlah apa yang telah aku lakukan. Benamkanlah dulu kepalamu di lautan, dan jika engkau mengunggu dengan sabar niscaya engkau akan mendapatkan mutiaramu.’ Inilah ciri khas dari Imam Junayd,ra., dalam mendidik murid-muridnya, yakni secara teguh menjalankan praktek ‘Khalwat dar anjuman’, yaitu merasa sendiri bersama Tuhannya ditengah-tengah keramaian orang. Berbeda dengan ‘khalwat’, yang mengasingkan diri untuk sementara waktu dari keramaian orang banyak, sehingga orang-orang tidak tercemari oleh sebab kejahilannya. Setelah kejadian ini, ia mematuhi semua perintah gurunya. Tahun pertama ia berjualan belerang, karena melibatkan jual beli dan mendatangkan kemasyhuran, maka satu tahun berikutnya ia menjadi pengemis dan luntang-lantung di Bagdad. Masih terasa sisa keakuannya, ia pulang ke Dimavind tempat ia pernah menjadi gubernur disana. Dari rumah kerumah ia datangi dan memohon maaf, tinggalah seorang yang pernah terdzalimi, namun tidak diketahui lagi keberadaannya, hal ini membuatnya gundah. Ia menyedekahkan seratus ribu dirham, namun tetap saja hatinya tidak tenang. Empat tahun berlalu, dan akhirnya ia kembali ke Bagdad dan mengadukannya kepada gurunya. ‘Masih ada sisa-sisa kesombongan dan kepongahan dalam dirimu, mengemislah setahun lagi.’ Kata Imam Junayd,ra. Perintah ini dipatuhinya, lalu ia mengemis dan semua yang didapat diserahkan kepada gurunya, lalu gurunya menyedekahkan semuanya untuk kaum miskin. Setelah setahun berlalu, sesuatu yang ditunggu-tunggu terjadi, ia diterima sebagai sahabat Imam Junayd,ra., dan diberikan kewajiban baru, yakni melayani sahabat-sahabat yang lain. Suatu hari Imam Junayd,ra., bertanya : ‘Bagaimana engkau memandang dirimu sekarang?’ Imam Syibli,ra., menjawab : ‘Aku memandang diriku sebagai makhluk-Nya yang paling tidak bernilai.’ ‘Kini keimananmu telah sempurna’ jawab Imam Junayd.ra.

Setiap harinya ia membagikan permen kepada anak-anak yang mau menyebut nama ‘Allah’, juga memberikan dirham dan dinar kepada siapapun yang melakukannya. Namun tiba-tiba, ia menghunus pedang dan berkata : ‘Siapa saja yang menyebut nama Allah, akan kutebas kepalanya dengan pedang ini.’ Seseorang bertanya : ‘Sebelumnya engkau biasa memberikan permen dan emas. Namun mengapa sekarang engkau mengancam dengan pedang?’ Beliau menjawab : ‘Sebelum ini kukira mereka menyebut nama-Nya dengan berdasarkan pengalaman dan pengetahuan hakiki. Kini aku sadar bahwa mereka melakukannya tanpa perhatian dan hanya sekedar kebiasaan. Aku tak dapat membiarkan lidah-lidah kotor menyebut nama-Nya.’ Karena kelakuannya yang dianggap eksentrik, orang-orang awam membelenggunya dan membawanya ke rumah sakit jiwa.

Kisah ini sangat menggugah hati, Imam Junayd,ra., telah menjatuhkan putusan tegas tentang hukuman kepada Al Hallaj, yang karena dalam keadaan kemabukkan yang sangat kepada Tuhannya berkata ‘Ana Al Haq’ ‘Akulah Kebenaran’, akan tetapi murid kesayangan justru menganut doktrin yang sama dengan Al Hallaj, perbedaannya terletak kepada dijaganya lidah Imam Syibli,ra., oleh Allah SWT untuk tidak pernah mengeluarkan kata-kata ‘syath’. Nah, keadaan murid-murid didalam tarekat juga demikian, ada yang mabuk dengan begitu meluap-luap terhadap Syaikhnya, ada pula yang biasa-bisa saja. Oleh sebab itu, 'pemaafan' dan 'toleransi' lebih diutamakan, karena bila anggur cinta telah bercampur dengan darah, maka dalam pandangannya tak ada yang lebih baik dari Syaikhnya, maka apabila dijumpai ada murid-murid yang tidak memasang adab, mendidihlah darah dan berdetak keras jantungnya.

Imam Syibli,ra., menceritakan bahwa suatu malam setelah kewafatan sahabatnaya itu, ia berjumpa dalam mimpinya dan bertanya : 'Bagaimana Allah menghakimi orang-orang ini?' Al Hallaj menjawab : 'Mereka yang tahu bahwasannya ia benar dan juga mendukungnya berbuat demikian karena Allah semata. Sementara itu, mereka yang ingin melihat dirinya mati tidaklah mengetahui hakikat kebenaran. Allah merahmati kedua kelompok ini, keduanya beroleh berkah dan rahmat dari Allah.'

Inilah martir-martir Islam dalam dunia kesufian, yang ditentang oleh orang-orang Islam sendiri yang jumlahnya tak terhitung dan pendukungnya pun tak terbilang, dimulai sejak kewafatan beliau hingga kini dan insya Allah sampai dengan musnahnya dunia fana ini. Bandingkan dengan kita, yang pernah hidup setitik diantara masa panjang yang tercipta ini, lalu apakah cucu-cucu kita nanti masih mengingat dan menyebut nama kakek-nya yang telah wafat, sebagaimana orang-orang menyebut-nyebut nama Al Hallaj dan Imam Sybli,ra.? Oleh sebab itu wajar bila Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) sering terlihat meneteskan airmatanya tatkala berkata : ‘Syukur-syukur bila dikemudian hari masih ada seekor anjing yang mengencingi pusara kita.’

Senin, 05 April 2010

PATROMAK

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

Di tahun 2000 Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) memberikan hadiah empat buah lampu patromak kepada pemimpin pengajian di Lubuk Linggau yang tinggal ditengah hutan belantara. Di gubuk mungil itu, tinggal dua sosok manusia yang patuh terhadap perintah gurunya, yakni Ustadz Amir dan Ustadz Marwan, yang harus mengajak orang-orang disana untuk taat terhadap perintah Tuhan Penguasa semesta alam, membuka taman-taman daripada taman surga (kholaqoh dzikir). Wajah mereka tampak pucat namun memancarkan kegembiraan yang luar biasa. Salah satunya telah meninggalkan keluarga dan anak-anaknya, demi agama, demi patuh dan hurmat terhadap perintah guru yang mereka cintai. Murid-murid yang mengiringi Syaikh berkunjung kesana bertanya-tanya, mengapa Syaikh memberikan lampu patromak bukannya sandang dan pangan yang sangat dibutuhkan? Patromak adalah lampu penerang terbuat dari logam, yang bahan bakarnya adalah minyak tanah, ada kaca mengelilingi pada setiap sisinya, ada pompa yang berfungsi untuk menciptakan tekanan, dan bahan putih tipis yang tepat berada ditengah-tengah, sebagai inti karena dapat bercahaya. Untuk memancing agar bahan putih tipis itu bercahaya, maka diperlukan bahan bakar berupa spritus dan dinyalakan dengan api terlebih dahulu, barulah uap minyak tanah naik, atas dasar tekanan dari pompa, dan membuat cahayanya lebih kuat. Untuk menjaga agar cahayanya tidak meredup, harus dipompa secara berkesinambungan dengan ukuran yang pas dan dengan kualitas minyak tanah yang baik pula. Jika lampu patromak ini ditempatkan disuatu lobang di dinding rumah yang tidak tembus sampai kesebelahnya, maka hal ini persis seperti analogi yang terdapat pada ayat al Qur’an yang berikut : ‘Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) Hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.’ (QS 024 : 35)

Sepuluh tahun kemudian, terjawab sudah pertanyaan dari murid-murid Syaikh yang bertanya-tanya tadi. Ustadz Marwan telah berhasil membuka Kholaqoh Dzikir di Palembang, sedangkan Ustadz Amir sebagai pemimpin pengajian di Lubuk Linggau. Mereka disertai oleh masing-masing delapan puluh tiga pengikutnya berziarah kepada Syaikhuna, sekaligus turut memperingati Mawlid Nabi,saw., dan Khaul Tuan Syaikh Abdul Qodir al Jailani,qs., 1431 H. Semua orang terpesona menyaksikan perilaku yang sangat indah, yang telah lama hilang dari dunia ini. Tidaklah murid-murid itu berani berjalan, makan bahkan berbicara mendahului pemimpinnya. Mereka menundukkan kepala sambil terus mewaspadai dzikir-dzikirnya, senyumnya mengubur keletihannya. Madu, beras dan airmata kerinduan dipersembahkan kepada Syaikhnya, kejadian ini mengguncangkan alam sekitarnya, langit menjadi redup, pepohonan turut merunduk, dan burung-burungpun menghentikan kicauannya, sebagai tanda hurmat atas rombongan yang istimewa ini. Makhluk-makkluk ciptaan Tuhan yang tidak terlihat, melantukan shalawat bagi mereka, memohonkan ampunan kepada Tuhan bagi rombongan ini, meskipun saat itu tamu-tamu yang hadir sedang menikmati acara Mawlid dan Khaul. Sungguh menakjubkan, bermula dari empat buah patromak, telah menetas menjadi begitu banyak patromak-patromak berjalan, menerangi alam semesta ini menembus sampai alam-alam ghaib. Semoga saja, dihari Perhitungan nanti, tangan-tangan yang bercahaya itu berkenan menggandeng tangan-tangan yang berlumuran dosa seperti kita ini, Amiin yaa Allah yaa Rabbal Alamiin.

Sungguh teramat tajam penglihatan seorang Syaikh itu, patromak dari tengah hutan telah menerangi alam semesta ini, sebuah batu yang ditanaman didepan gubuk telah menjadi Masjid. Perjalanannya melalui jalan yang berliku-liku melalui hutan belantara telah berubah menjadi kholaqoh-kholaqoh dzikir. Lalu ketika beliau berkunjung ke Palembang, memberikan isyarat-isyarat yang menggembirakan pula, tentunya menjadi pekerjaan rumah bagi para sahabat yang berada disana, untuk mengetahui apa hikmah perilaku dan perkataannya. Sungai Musi yang bermuara kelautan perlambang kebersatuan (jam), kapal dan ikan melambangkan rizki-rizki di dunia dan akhirat. Semua yang gelap akan terlihat bila ada cahaya, oleh karenanya Rasulullah,saw., selalu berdoa agar dikaruniai cahaya, seperti yang termaktub didalam doa cahaya yang masyhur itu. Para syaikh sufi melakukan meditasi (muroqobah) secara terus menerus terhadap ayat cahaya diatas, al hasil begitu banyak petuah-petuah indah yang meluncur dari mulut suci itu. Salah satunya adalah sebuah kitab yang masyhur, karya Syaikh Syihab al-Din Yahya al-Suhrawardi,ra., yang berjudul Hayakal al-Nur, dan surat dari Hadrat Sayyid Abdul Qodir al-Jailani,qs. sangking begitu indah dan sangat bermutu kandungan isinya, ada pejalan yang sampai 'wajd' atau 'ekstase' ruhani saat membacanya. Semoga Allah berkehendak memberikan kemampuan kepada kita, untuk dapat merenunginya. :

Sahabatku, hatimu adalah cermin yang kotor. Engkau harus membersihkannya dari tabir debu yang menutupinya. Hati ditakdirkan untuk memantulkan cahaya rahasia Ilahi. Ketika cahaya dari Allah (Yang) adalah cahaya langit dan bumi mulai menyinari bagian-bagian hatimu, pelita hati akan menyala. Pelita hati itu didalam kaca dan kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya). Kemudian didalam hati itu, kilat penyingkapan Ilahi akan memancar. Kilat ini berasal dari awan-guntur dari makna yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di timur dan tidak pula di barat, dan pancaran cahaya terhadap pohon pengungkapan itu begitu murni, begitu nyata sehingga ia menerangi, walaupun tidak disentuh api. (QS 024 : 35) Kemudian pelita pengetahuan menyala dengan sendirinya. Bagaimana ia tetap padam ketika cahaya rahasia Ilahi menyinarinya? Jika hanya cahaya rahasia Ilahi yang menyinarinya, langit malam rahasia akan menyala dengan ribuan bintang, dan dengan bintang-bintang (engkau) menemukan jalan(mu). (QS 016 : 16) Bukanlah bintang-bintang yang menunjuki kita, tetapi cahaya Ilahi. Sebab Allah telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang. (QS 067 : 5) Jika hanya pelita rahasia yang menyala didalam batin anda, sisanya akan datang secara sekaligus atau perlahan-lahan. Sebagiannya telah anda ketahui, sebagian lagi akan kami paparkan kepada anda. Bacalah, dengarkan, dan cobalah pahami. Gelapnya awan kelalaian akan diterangi oleh kahadiran Ilahi, kedamaian, dan keindahan bulan purnama yang akan terbit dari ufuk pancaran, Cahaya diatas cahaya, (QS 024 : 35) yang selalu terbit di angkasa, melalui garis edar seperti yang Allah tetapkan, hingga ia (QS 036 : 39) bersinar dalam keagungan di pusat angkasa, menyinari gelapnya kelalaian. Dan demi malam apabila ia telah sunyi. (QS 093 : 2) Demi waktu matahari sepenggalan naik, (QS 093 : 1) malam kelalaian anda akan menyaksikan terangnya sinar surya. Kemudian anda akan menghirup harum mengingat Allah dan memohon ampun diwaktu sahur. (QS 003 : 17) Kelalaian, dan menyesali masa hidup yang anda habiskan dalam tidur. Anda akan mendengar nyanyian malam menjelang pagi, dan anda akan mendengarnya berkata, ‘Mereka sedikit sekali tidur diwaktu malan dan diakhir-akhir malam mereka memohon ampunan. (QS 051 : 17-18) Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki. (QS 024 : 35) Kemudian melalui ufuk Akal Ilahi anda akan menyaksikan terbitnya matahari pengetahuan batin. Itulah matahari pribadi anda, karena anda adalah orang yang dibimbing Allah, lagi berada dijalan yang lurus, dan bukan orang-orang yang merugi. (QS 007 : 178) Dan anda akan memahmi rahasia bahwa tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (QS 036 : 40) Akhirnya, tali itu akan diuraikan, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS 024 : 35) Tabir akan tersingkap dan tameng akan hancur, yang menunjukkan yang halus dari yang kasar, kebenaran akan menyingkapkan Wajah-Nya. Semua ini akan bermula ketika cermin hati anda dibersihkan. Cahaya rahasia Ilahi akan terpencar kedalamnya jika anda berharap dan memohon kepada-Nya, dari-Nya, dengan-Nya.

Jumat, 02 April 2010

MAWLID 1431H

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

Pada abad kedua belas, para syaikh sufi di Iran atau persia menggunakan hadits qudsi sebagai penghurmatan yang tinggi kepada Nabi Muhammad,saw., dari Fariduddin Attar,ra., Abdurahman Jami,ra., hingga Jalaluddin Rumi,ra., semua gemar sekali menggunakan hadits ini, ‘Ana Ahmad bila mim’, ‘Akulah Ahmad tanpa m’, yaitu Ahad. Ahmad, adalah utusan dari Ahad, melalui Ahmad, Ahad bisa dicapai. Terlihat jelas bahwa Ahmad terpisahkan dari Ahad hanya melalui satu huruf saja, yaitu m. Dalam sistem huruf arab, huruf m ini mempunyai nilai 40, yang sama artinya bahwa kenabiannya diperoleh pada usianya yang ke 40, dan di dunia kesufian pensucian diri atau khalwat yang sempurna dilakukan selama 40 hari. Secara mistis huruf m (40) bisa memberikan arti sebagai manusia, atau sifat-sifat dasar manusia, yang harus ditundukkan untuk dapat mengenal Ahad, ‘man arofa nafsahu faqod arofa rabbahu’. Oleh karenanya tahapan untuk pengenalan diri ini dilakukan melalui 40 tahapan dalam 40 hari (khalwat). Nama manusia tersuci pun dimulai dengan huruf 'm', Muhammad,saw., begitu pun tempat tersuci di dunia ini 'Mekkah' dan 'Madinah'.

Para pencintanya, membuat syair-syair pujian yang elok, Imam Busiri menggunakan huruf m ini untuk karyanya yang masyhur ‘Burdah’. Khalifah Harun Al-Rasyid,ra., pada abad ke-8 pernah merubah tempat lahir Nabi Muhammad,saw., menjadi ruang shalat. Orang-orang yang datang ke Mekkah mendatangi tempat itu dengan membawa-bawa rasa haru dan gembira karena dapat melakukan itikaf, khususnya dihari kelahiran baginda Rasulullah,saw. Tak pelak lagi, orang-orang mengelu-elukan khalifah karena kebijaksanaannya itu. Juga di Arbela, Irak Utara, persiapan-persiapan untuk peringatan maulid sudah dimulai selama sebulan sebelumnya, pondok-pondok kayu didirikan, dan dipersiapkan kamar-kamar tamu bagi para pendatang, dan dipersiapkan pula domba-domba yang besar, kambing dan sapi untuk dipotong guna menghormati para tamu.

Dibeberapa negara, kelahiran Nabi Muhammad,saw., identik dengan datangnya cahaya ke alam semesta ini untuk melumatkan kegelapan, maka konsep ‘penerangan’ dijadikan tema-tema dalam perayaannya. Di pelosok-pelosok desa di Jawa, mereka membuat obor dari bambu dan diisi minyak tanah, dinyalakan diwaktu malam hari, dimulai dari pintu utama kampungnya hingga menuju mesjid. Ibu-ibu berdatang dengan membawa beraneka jenis kue-kue yang dibuatnya sendiri, mereka turut berbakti dengan suka cita, sebagai wujud rasa bahagia di hari kelahiran sosok manusia yang paling dicintai dan dihormatinya. Juga di sebagian kota di Kalimantan, setiap kepala keluarga diwajibkan untuk menyalakan obor dimalam hari selama bulan Rabiul Awwal. Di Turki, perayaan maulid disebut ‘mevlut kandili’ mesjid-mesjid dihias dengan lampu-lampu, dan masyarakatnya berpuasa pada tanggal 12 Rabiul Awwal. Di Mesir, tradisi maulid terus berlangsung sejak zaman Fathimiyah hinga dinasti-dinasti berikutnya. Para penguasa Mamluk pada abad ke 14 dan 15 biasa memperingati dengan penuh kebesaran dipelataran benteng Kairo, benteng Sultan Salahuddin al-Ayyubi,ra., didirikan sebuah tenda yang sangat besar dan dihias dengan sedemikian indah. Setelah pembacaan Al Qur’an, sultan membagi-bagikan pundi-pundi dan kue-kue serta mengirimkan surat-surat ucapan selamat. Di Kasymir, India, dimainkan genderang-genderang dan terompet-terompet selama dua belas hari pertama dari bulan Rabiul Awwal dan shalawat untuk Nabi diulang-ulang 101 kali setelah shalat. Sebuah dataran amat luas diubah menjadi sentra eksibisi. Disini para pedagang dari seluruh pelosok India menjual produk-produk mereka, dari mulai mainan anak-anak sampai karpet dan batu-batu mulia. Ceramah-ceramah tentang kehidupan Nabi,saw., disampaikan dibawah langit-langit mimbar yang besar. Setelah itu, seribu gadis cantik tampil menyayikan puji-pujian dan tari-tarian, ada pula yang bermain akrobat, dan melantunkan gazal-gazal. Hari pertama perayaan diakhiri dengan membagi-bagikan makanan dan sejumlah uang untuk para fakir miskin.

Di Bogor Baru, tradisi perayaan maulid disatukan dengan perayaan haul, diadakan secara sederhana namun khidmat di kediaman Syaikh Waasi Achmad Syaechudin (semoga Allah merahmatinya). Para salik dengan penuh rasa kecintaan bahu membahu berusaha mewujudkan agar acara yang agung ini dapat terlaksana dengan baik. Berharap mendapatkan berkah dari kedekatan Rasulullah,saw., Tuan Syaikh Abdul Qodir al Jailani,qs dan Syaikh Muhammad Bahauddin Syah Baqsyabandi,qs. Kepada Tuhannya. Dengan rasa takzim para salik membacakan pujian-pujian teruntuk Nabi,saw., (asrokol) yang diikuti para jamaah yang datang, yang sebelumnya dibacakan Asma Ul-Husna dari kitab Dalail al-Khairat karya Imam Jazuli,ra., lalu pembacaan ayat suci al-Qur’an dan pembacaan sejarah Nabi,saw., Sulthonul Aulia Syaikh Abdul Qodir al-Jailani,qs dan Hadrat Syaikh Muhammad Bahauddin Syah Naqysabandi,qs., serta wejangan dari Hadrat Syaikh Waasi’ Achmad Syaechudin (semoga Allah merahmatinya) dan ditutup dengan pembacaan silsilah tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah serta dzikir bersama.
Kelahiran Yang Mulia Baginda Nabi Muhammad Rasulullah,saw., menjadikan dunia sepenuhnya tenggelam dalam cahaya. Dia telah diutus kepada umat manusia oleh Tuhan Yang Mahaagung dan Mahapenyayang, sebagai Rahmat bagi alam semesta. Dialah Matahari spiritualitas yang menyinari dan menghangati hari-hari kehidupan umat manusia. Dialah cahaya kehidupan, cahaya hati, cahaya yang menerangi pedang-pedang Allah yang terhunus. Seluruh hidupnya, airmata, darah dan hatinya ditumpahkan untuk umatnya. Dialah nabi yang tangannya lebih sejuk dari gunung es dan lebih lembut dari sutera. Keindahannya tak terbandingkan, dari ujung kepala hingga ujung kaki yang diberkati itu, hanya cinta yang menjelma. Dia tidak pernah belajar membaca dan menulis, tetapi telah menyapu bersih seluruh ilmu pengetahuan dijagat raya ini. Ketika Pena menulis nama Tuhan, ia juga menulis nama sang Utusan Tuhan, Muhammad. Dia dituntun menuju cahaya yang penuh rahmat, ditunjuki dengan benar dan sebagai penunjuk jalan yang benar. Cahaya para nabi, cahaya kerajaan langit, malakut, cahaya dunia ini dan dunia yang akan datang berasal dari cahayanya. Inilah cahaya Allah yang mewujud dalam sosok pribadi Nabi, sebagaimana cahaya bulan diambil dari matahari. Yang telah dipuja karena seluruh sifatnya yang agung, dia diberi persembahan segala kata. Karena sifatnya yang mulia, tiang-tiang penyangga tenda seluruh eksistensi tetap tegak ditempatnya, dia adalah rahasia kata-kata kitab malaikat, makna huruf-huruf ‘penciptaan bumi dan langit’, dia adalah Pena Penulis yang telah menuliskan tumbuhnya benda-benda ciptaan, dia adalah murid dimata dunia, guru yang telah menetapkan penutup eksistensi. Dia adalah yang menyusu kepada puting wahyu, dan membawa misteri abadi itu, dia adalah penterjemah bahasa keabadian. Dia membawa bendera kehormatan dan menjaga kendali pujian, dia adalah mutiara utama pada kalung kenabian, dan permata pada mahkota para rasul. Dia adalah yang pertama sebagai penyebab, dan yang terakhir dalam eksistensi. Dia ada lebih dulu dibanding Adam dalam esensinya, meskipun secara lahiriyah dia adalah keturunannya. Dia diutus dengan rahasia terbesar untuk membuka tabir kesedihan, untuk membuat yang sulit menjadi mudah, menafikan godaan hati, melipur kesedihan jiwa, memoles cermin batin, menerangi kegelapan hati, membuat kaya mereka yang miskin hatinya, dan melonggarkan ikatan-ikatan jiwa. Dialah yang mencium tangan kasar pekerja batu, sambil menyatakan ‘tangan yang melepuh inilah yang mengantarkanmu ke surga.’

Wahai Allah, aku mohon kepada-Mu melalui kedudukannya disamping-Mu, dan keimanannya kepada-Mu, dan penyerahan dirinya dihadapan-Mu, agar memilihnya sebagai wasilah, yang kepadanya diberikan tugas wasilah untuk guru-guruku, untuk kedua orangtuaku, untuk sahabat-sahabatku, untuk diriku dan untuk semua orang yang beriman kepada-Mu.

Allah menciptakan dari Nur-Nya berupa Nur Muhammad, sebelum ada lawh al-mahfudh, Pena, tidak Surga ataupun Neraka, tidak Malaikat Muqarabin, tidak langit ataupun bumi; tiada matahari, tiada rembulan, tiada bintang, tiada jin atau manusia, belum ada apa-apa yang diciptakan, kecuali Nur ini.

Kemudian dengan iradat-Nya, dibagi-Nya Nur ini menjadi empat bagian. Dari bagian pertama Allah menciptakan Pena, dari bagian kedua lawh al-mahfudh, dari bagian ketiga Arsy, lalu bagian ke-empat dari Nur itu dibagi lagi menjadi empat bagian. Lalu yang pertama kali ditulis oleh Pena atas atas perintah-Nya adalah kalimat ‘la ilahaa illallah, Muhammadar Rasulullah.’ Allah SWT kemudian berkata : ‘Nama ini adalah nama Kekasih-Ku, dari Nurnya Aku menciptakan Arsy dan Pena dan lawh al-mahfudh; kamu, juga diciptakan dari Nurnya. Jika bukan karena dia, Aku tidak akan menciptakan apapun,’

Ruh yang cantik ini diciptakan 360,000 tahun sebelum penciptaan dunia ini, dan itu dibentuk sangat indah serta dibuat dari bahan yang tak terbandingkan. Kepalanya dibuat dari petunjuk, lehernya dibuat dari kerendahan hati, matanya dari kesederhanaan dan kejujuran, dahinya dari kedekatan (kepada Allah), mulutnya dari kesabaran, lidahnya dari kesungguhan, pipinya dari cinta dan kehatihatian, perutnya dari penafian terhadap makanan dan hal-hal keduniaan, kaki dan lututnya dari mengikuti jalan lurus, dan jantungnya yang mulia dipenuhi dengan rahman. Ruh yang penuh kemuliaan ini dilengkapi dengan adab semua kekuatan yang indah. Kepadanya diberikan risalahnya dan kualitas kenabiannya dipasang. Kemudian Mahkota Kedekatan Ilahiah disematkan pada kepalanya yang penuh barokah, masyhur dan tinggi diatas semua lainnya, didekorasi dengan Ridha Ilahiah dan diberi nama Habibullah yang murni dan suci.

Saat ruh Adam mula-mula ditiupkan ke badannya, ia melihat ke atas ke ‘arasy (singgasana) Allah; kemudian ketika ia berbuat dosa di Surga dan Allah Ta’ala mengirimkannya ke bumi, ia memohon pada Tuhannya, “Wahai Tuhanku, demi kehormatan Muhammad, ampunilah aku.” Allah SWT bertanya padanya, “Wahai Adam, bagaimana kau tahu akan Muhammad padahal ia belum diciptakan?” “Wahai Tuhanku, saat ruhku memasuki tubuhku dan aku mula-mula membuka mataku, aku melihat ke ‘arasy-Mu, dan di sana aku melihat tertulis, “Laa ilaaha illallah, Muhammadun Rasulullah”, dan aku pun tahu bahwa ia pastilah seseorang yang paling dicintai oleh-Mu dan yang paling terhormat di antara makhluq-Mu hingga namanya sampai tertulis di samping nama-Mu.” Allah Ta’ala menjawab “Ya, engkau benar, dialah kekasih-Ku, dan ia begitu terhormat dalam Pandangan-Ku hingga Ku-ciptakan seluruh alam semesta ini demi dirinya; jika engkau memohon pada-Ku ampunan demi dirinya, akan Ku-ampuni dirimu dan Aku pun akan Mengasihi anak-anakmu.”

Nabi Muhammad Rasulullah.saw, lahir ke dunia fana ini pada 12 Rabi'ul Awwal tahun Gajah (±571M). Ayahnya wafat saat beliau masih dalam kandungan. Ibunyapun wafat pada saat beliau baru berusia enam tahun. Dua tahun kemudian kakeknya yang sangat ia cintai dan hormati pun wafat. Pamannya, Abu Tholib, yang miskin dan murah hati menjadi pengasuhnya.

Nabi Muhammad Rasulullah.saw., memberi contoh tentang bagaimana hidup di alam dunia ini. Yang tidak mencari kandungan benda-benda dunia, namun melulu menuntun kita demi kedekatan dan kebersamaan dengan Allah SWT. Dialah nabi yang sempurna akhlaknya, rupawan wajahnya. Istrinya, Aisyah menyebutnya ‘Akhlaknya al Qur’an’. Dan Alqur'an pun memberinya sebutan ‘uswahtun hasanah’.

Nabi Muhammad Rasulullah,saw., bersabda : ‘Agama sesungguhnya adalah ketulusan cinta (al-Din al-Nashihah).’ Dan ‘Siapa yang mencintaiku kelak disurga bersamaku’. Tanpa ketulusan cinta beragama akan hambar rasanya, seperti sayur tanpa garam. Itulah mengapa sejak dini Nabi,saw., menganjurkan kepada para orang tua untuk mendidik anak-anaknya cinta kepadanya dan keluarganya serta kecintaan kepada al-Qur'an.

Inilah nabi yang kata terakhir yang lepas dari bibirnya yang suci saat menjelang wafat adalah, ummatku .. ummatku ... ummatku. Inilah nabi yang sangat merindukan kita, ummatnya, meskipun belum pernah bertemu dengannya. Inilah Nabi yang membuat Aisyah menangis ketika makan, karena teringat bahwa Nabi,saw., semasa hidupnya hampir tidak pernah menikmati makanan yang enak. Dengan seluruh kesederhanaannya, tak pernah seorang pengemis pun yang pulang dari rumahnya dengan tangan hampa. Dengan kemiskinannya, beliau menggembirakan seluruh alam dan ummat manusia.

Aisyah, ra., berkata, Ada seorang pedagang Yahudi berada di Makkah pada malam saat mana Nabi,saw., dilahirkan. Dia bertanya, Wahai, kaum Quraisy, adakah seorang bayi yang baru dilahirkan di antaramu? Mereka menjawab, Kami tidak tahu. Ia berkata, Malam ini, Nabi dari ummat terakhir ini dilahirkan. Di antara kedua bahunya ada suatu tanda yang terdiri atas beberapa rambut di atasnya seperti rambut leher kuda. Mereka menemani Yahudi itu dan pergi ke ibunda Nabi, dan bertanya padanya apakah mereka dapat melihat putranya. Ia pun membawa putranya yang baru lahir kepada mereka dan mereka membuka punggungnya dan melihat tanda kelahiran itu, saat mana sang Yahudi jatuh pingsan. Ketika ia kembali sadar, mereka bertanya padanya, Celakalah kamu. Apa yang telah terjadi padamu? Ia menjawab, Demi Allah, kenabian telah pergi meninggalkan anak-anak Israel.

Ibn al Jazri berkata, Jika Abu Lahab, Yang kafir, yang dicela dalam suatu wahyu al Quran, tetap saja diberikan balasan atas kebahagiannya disaat kelahiran nabi Muhammad SAW, bagaimana dengan kaum muslimin dan umat beliau yang bergembira disaat kelahiran beliau (Mawlid Nabi) dan melakukan yang terbaik untuk memperingatinya memberikan sadaqoh, menambah amal perbuatan baik berzdikir dan membaca riwayat kelahiran beliau saw. Sebagai balasannya, Allah mengaruniakan pada orang-orang beriman dengan barakah yang berlimpah di bulan ini. Telah dibuktikan bahwa salah satu dari sifat-sifat kelahiran Nabi, yang disebut sebagai Mawlid, adalah memberikan keselamatan sepanjang tahun dan kabar gembira akan dipenuhinya semua harapan dan keinginan.

Nabi Muhammad Rasulullah,saw., bersabda dalam sebuah hadits: “Pada hari itu, Adam dan seluruh para Nabi akan berada di bawah benderaku. Aku tidak mengatakan hal ini karena kesombongan, tapi hanya untuk memberitahu kalian agar kalian beriman pada apa yang diberikan Tuhanku padaku di Hari Akhir nanti; di hari itu seluruh Nabi akan berada di bawah benderaku atas perintah Allah Ta’ala, dan dengan perintah-Nya pula aku memberitahukan pada kalian agar kalian tahu derajat setiap orang dalam Hadirat Ilahiah.”

Allah SWT akan memberikan wewenang kepada Nabi Suci Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam di Hari Akhir nanti. Di hari itu Allah akan menghakimi setiap orang, dan di saat Dia telah selesai dengan keputusan-Nya, Allah,SWT., akan memanggil Muhammad dan menempatkannya di kedudukan paling terpuji (al-Maqam-ul-Mahmud), yang tak seorang pun lainnya mampu meraihnya. Allah Ta’ala akan berfirman, “Mintalah, dan apa pun yang kau inginkan akan diberikan padamu, karena orang-orang itu kini menjadi tanggungan dari penghakimanmu.” Inilah makna dari salah satu ayat dalam Quran yang mengatakan bahwa Muhammad tidaklah diutus melainkan sebagai Rahmat bagi seluruh alam.

Imam Bushiri dalam syair burdahnya berkata : ‘Pujilah beliau sesukamu dengan sempurna, sandarkanlah segala kemuliaan untuk dirinya, dan nisbatkanlah sesukamu segala keagungan untuk kemuliannya. Karena sesungguhnya kemuliaan Rasulullah,saw., tak ada batasnya, sehingga tak akan ada lisan mampu mengungkapkannya.’

Allah SWT berfirman dalam hadits qudsi : ‘Wahai umat Muhammad, lihat, rahmat-Ku melampaui kemarahan-Ku. Aku memberikannya kepadamu sebelum kamu meminta, dan mengampunimu sebelum kamu memohon ampunan-Ku. Setiap orang yang bertemu dengan-Ku dan berkata ‘Tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah’ Aku akan menuntunnya ke surga.’

Yaa Allah dengan peringatan mawlid dan haul yang sederhana ini, jadikan nama Muhammad tetap melekat dihati kami yang hadir disini, sampai ajal menjemput kami, sehingga kami bisa tersenyum karenanya.

Seluruh dunia meridukanmu wahai Muhammad, jadilah wasilah bagi kami.
Berkahilah wahai Allah, Nabi dan utusan yang terbaik.
Berkahilah wahai Allah, Nabi yang paling mulia diantara jin dan manusia.

KHAUF - WAJD

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

Aisyah,ra., bertanya kepada Rasulullah,saw., sambil membaca ayat Al Qur’an ini : ‘Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. (QS 023 : 60) apakah mereka itu orang-orang yang pernah mencuri dan berzina serta minum-minuman yang memabukkan? Rasulullah,saw., menjawab : ‘Bukan, mereka adalah orang-orang yang berpuasa dan shalat dan membayar zakat, namun takut kalau-kalau semua amal mereka itu tidak diterima. Mereka adalah orang-orang yang bergegas pada kebajikan dan sangat berpacu menuju kebajikan itu.’

Dialog diatas jelas sekali maknanya, bahwa tindak peribadatan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh (riyadhah) oleh orang-orang yang telah meninggalkan perbuatan dosa (wara) dan memberikan sesuatu yang halal kepada makhluk lain, akan mendatangkan rasa takut (khauf). Semua tingkatan maqom ada tanda-tandanya, karena tidak ada satupun maqom yang tidak disertai dengan kewajiban-kewajiban yang mesti dipenuhi oleh pemiliknya. Nah, tanda bahwa seseorang itu benar-benar terselimuti oleh rasa takut (khauf) adalah bergegas pada kebajikan, meninggalkan segala sesuatu yang meragukan (syubhat), segala sesuatu yang tidak berarti, dan apapun yang berlebihan. Memberikan sesuatu yang haram dalam jumlah yang sedikit atau banyak sekalipun tidak akan mendatangkan rasa takut, malah sebaliknya, yakni mendatangkan rasa kegundahan yang amat sangat. Beberapa tahun yang lalu Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) sering berkata bahwa : ‘Bilamana seseorang memperoleh hartanya dengan cara tidak halal, maka jangan pernah dibagikan kepada orang lain, karena akan mencemarinya, sebaiknya dimakan saja sendiri agar sempurna kejahatanya.’ Ujaran ini keras sekali dan akan berlaku terus hingga kini dan dimasa yang akan datang, karena tidaklah mungkin membersihkan rumah menggunakan sapu yang kotor. Oleh sebab itu, orang yang berpendapat bahwa harta hasil curian, atau yang didapat dengan cara yang tidak halal, dapat dicuci dengan cara berbagi kepada orang lain, apalagi kepada Syaikh-nya, adalah salah kaprah dan sia-sia belaka. Seperti memberikan nila setitik kedalam susu sebelanga, maka rusaklah semuanya. Inilah perbuatan yang paling merugi, sebagaimana Allah SWT berfirman : ‘Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.’” (QS 018 : 103– 04)

Jum’at malam tanggal 2 April 2010, Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) menyampaikan sebuah penjabaran tentang khauf (takut) yang kaitannya dengan wara. Khauf, adalah syarat bagi orang yang mengaku beriman, sebagaimana firman Allah SWT berikut : ‘Takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman.’ (QS 003 : 175) Dan jika rasa takutnya itu adalah pengetahuan yang didasari oleh kebenaran hukum, maka pemilik keadaan ini adalah para ulama, Allah SWT berfirman : ‘Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.’ (QS 035 : 28) Sedangkan rasa takut (khauf) yang disertai dengan rasa hurmat yang luar biasa adalah haibah, dalam hal ini Allah SWT berfirman : ‘Dan jelaslah bagi mereka azab dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan.’ (QS 039 : 47) Syaikh Abu Hafs al Haddad,ra., sahabat Imam Junayd,ra., ia buta huruf dan tidak bisa berbahasa Arab. Ketika sedang berada di pasar tempat ia bekerja sebagai pandai besi, ia mendengar ayat ini dari seorang buta, hatinya bergetar sedemikian meluapnya dan mengalamai ekstase yang begitu hebat. Dengan tangan telanjang ia mengambil besi panas dari dalam tungku, lalu menempanya dengan tangannya sendiri tanpa alat apapun. Orang-orang yang melihatnya menjadi gaduh an terkagum-kagum. Kesadaran insaniyahnya kembali, ia melihat besi panas yang telah jadi ditangannya dan suara gaduh dari orang-orang disekelilingnya, kemudian ia meninggalkan pekerjaan itu dan menjalankan disiplin diri yang keras, dan menjalani meditasi dalam kehidupan terasing. Suatu hari, Ia berkata kepada Imam Junayd,ra., : 'Pengorbanan diri berarti berlaku adil terhadap orang lain, dan tidak mencari-cari keadilan bagi diri sendiri. Dan berlaku benar tidak cukup dengan kata-kata.' 'Bangkitlah wahai murid-muridku, pengorbanan diri Abu Hafas tiada tandingannya,' perintah Imam Junayd,ra., kepada murid-muridnya.

Wara, tawadhu dan muhasabah adalah busana sebuah maqom khauf (takut). Oleh sebab itu tepat sekali dikatakan bahwa, diantara hamba-hamba yang takut kepada Allah adalah para ulama, atau orang yang berilmu dan mengamalkan ilmunya. Kehidupannya terisi oleh kontemplasi yang terus menerus tentang sifat Keperkasaan-Nya. Sehingga ia memperoleh (wajd) dari Kemurahan-Nya berupa ilmu dalam kesabarannya, dan bertambah-tambahnya rasa, sehingga takutnya menjadi mencekam dan menyempitkan dada (Al Qabdh). Rasa takut ini bukan datang begitu saja, melainkan buah dari menanam pohon kepatuhan dan menyiraminya pada setiap saat dengan kegigihan didalam melakukan tindak peribadatan. Orang yang seperti ini dibawa kedalam alam kemuliaan, lalu dibusanai dengan sebuah rasa takut hanya kepada Allah saja. Khauf yang sempurna didalamnya ada muhasabah, menghitung setiap langkah, apakah didalamnya ada waktu yang tersia-siakan. Sesekali dijumpai keindahan berupa ilmu pengetahuan, berupa penjabaran tentang khauf, keadaan ini dalam ilmu kesufian disebut wajd. Orang-orang yang memperoleh wajd, seketika membungkukan badannya, ada juga yang tiba-tiba jongkok. Ia menikmati sesuatu yang amat berharga dan dijadikan kendaraan untuk berdekat kepada Allah SWT. Bagaimana wajd itu datang, bisa dari lantunan suara-suara atau datangnya berita dari orang lain, bisa datang dari bertiupnya angin, teriknya matahari, dan dari rintiknya hujan, upaya memohon wajd disebut tawajud. Orang yang dibusanai khauf yang sempurna, dia mengembara dialam wajd. Dia berhenti sejenak terlepaskan dari hiruk pikuknya dunia dan diri. Maka pemilik khauf ini takut kehilangan rasa takut, oleh sebab itu, ia menjadi waspada sebagai pertahanannya. Tindak tanduknya menjadi tampak ragu-ragu dan sesekali terlalu tegas, khawatir tingkahnya akan mengotori alam semesta, akan menghina dan merendahkan makhluk-makhluk yang lain, termasuk makhluk-makhluk yang tidak terlihat. Begitulah terperincinya pemilik maqom khauf yang sempurna. Maka tidaklah bisa disebut ulama apabila wara dan tawadhu sebagai busana khauf tidak ada, karena ilmu pengetahuan tentang kebertahanan tidak dimilikinya.

Seseorang bisa menimbang keadaan dirinya, apakah rasa takutnya kepada Allah setara dengan rasa takutnya pada kemiskinan? Bagaimana seseorang yang takut namun bergembira dalam kehidupannya? Dalam hal ini Imam Junayd,ra., berkata : ‘Takut adalah datangnya deraan derita dalam setiap hembusan nafas.’ Jadi takut itu laksana api yang membakar objek hawa nafsu yang akan mengusir hasrat akan dunia.

Syaikh Hatim al-Asham,ra., berkata : ‘Janganlah kamu tertipu oleh tempat-tempat yang saleh, sebab tidak ada tempat yang lebih saleh daripada surga, dan pikirkanlah apa yang telah menimpa Adam,as., di tempat yang begitu saleh. Jangan pula kamu tertipu oleh banyaknya amal ibadat. Sebab setelah iblis melakukan ibadat begitu lama, ternyata ia harus mengalami nasibnya seperti itu. Juga, janganlah kamu tertipu oleh banyaknya ilmu, sebab Bal’am pun mengetahui Nama Allah Yang Teragung (Al-Ismul A-dzam), tapi lihatlah apa yang terjadi padanya? Jangan pula kamu tertipu karena bertemu dengan seorang yang saleh, sebab tidak ada orang yang takdirnya lebih agung daripada al-Musthafa Muhammad,saw., sebab para kerabat dan musuh-musuhnya tidak mengambil manfaat atas perjumpaan dengannya.’

Dikatakan bahwa Nabiyullah Isa,as., sedang bepergian, dan bersamanya ada seorang saleh dari bani Israil, dan seorang yang terkenal dengan keburukan akhlaknya mengikuti mereka. Duduk agak jauh dari mereka, orang yang buruk akhlaknya ini berdoa ‘Wahai Tuhanku, ampunilah aku.’ Dilain pihak orang saleh itu juga berdoa : ‘Ya Allah, bebaskan aku dari orang berdosa yang mengikuti aku ini, mulai besok pagi.’ Maka Allah mewahyukan kepada Nabiyullah Isa,as., : ‘Aku telah menjawab doa kedua orang yang mengikutimu, telah Kutolak doa orang saleh ini, dan telah Kuampuni si pendosa ini.’ Nah, para sahabat, mencermati pelajaran dari kedua riwayat diatas, akankah kita merasa aman dari tipu daya Allah SWT? Mari segera kita berlidung kepada-Nya dari-Nya.