Minggu, 07 April 2024

MAKNA IDUL FITRI

Dibulan suci Romadhon banyak peristiwa-peristiwa yang luar biasa, dan kita pun dapat merasakan berkahnya, hampir semua umat berlomba melakukan kebajikan, mengapa bisa begitu? Begini riwayatnya, Allah menciptakan manusia dalam keadaan gelap lalu dengan mengekang syahwat dan melakukan amal-amal yang terpuji Allah mengeluarkannya kepada Cahaya, sebagaimana didalam Al Qur’an dikatakan: ٱللَّهُ وَلِىُّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ يُخْرِجُهُم مِّنَ ٱلظُّلُمَٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ ۖ Allāhu waliyyullażīna āmanụ yukhrijuhum minaẓ-ẓulumāti ilan-nụr, Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya. Ya, memang tubuh kita penuh dengan keinginan-keinginan atau katakan syahwat, semakin manusia mengikuti syahwatnya maka semakin gelap dirinya, atau menjadi semakin sering melakukan keburukan, boleh dikatakan bahwa kehidupan kita gelap tidak tau arah karena tidak terlihat apapun didepan kita. Nah dibulan Ramadhon ini Allah memerintahkan kita berpuasa dari menahan syahwat, menahan makan dan minum serta jimak disiang hari, sehingga jiwa kita menjadi lemah dan kegelapan sedkit demi sedikit berganti menjadi terang atau bercahaya, artinya ruh kita mencahayai relung-relung jiwa sehingga mendorong untuk selalu berbuat kebajikan. Rasulullah saw, bersabda: لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ “Lishaumi farhatanan, farhatun indafithrih, wafarhatun indaliqooi Rabbih. Orang yang berpuasa akan meraih dua kegembiraan, kegembiaran ketika berbuka puasa/berhari raya, dan kegembiraan ketika bertemu Tuhannya.” Berbuka puasa merupakan kebahagiaan lahiriyah, kebahagiaan syahwani, kebahagiaan yang berhubungan dengan konsumsi jasadi, dan jangan dikira berbuka bermakna ini saja, karena ada segolongan orang yang memaknai berbuka adalah merasakan kebahagiaan batin ketika bertemu Tuhannya, manakala orang itu tidak saja berpuasa secara lahiriyah melainkan batiniyah, berpuasa dari apa? Dari segala hal selain Allah, dia jaga hatinya dari berburuk sangka, gibah, namimah apalagi fitnah, dia berupaya untuk selalu mengingat Allah, berusaha meluruskan pandangannya bahwa seluruh hidup dan perbuatannya merupakan manifestasi dari apa-apa yang telah ditulis didalam lauh Mahfudz, oleh karenanya mereka bertemu Tuhannya, inilah makna fitri atau fitrah atau suci. Setelah sebulan penuh maka kegembiraan menjadi sempurna dan mereka merayakannya disebut Idul fitri atau hari raya yang suci atau perayaan yang bersih. Ini menandakan bahwa bertemu dengan Tuhan tidak harus menunggu di akhirat, tidak harus mati terlebih dahulu, melainkan mati secara maknawi, sebagaimana yang Rasululullah,saw sabdakan : “Mutu qobla anta mutu, matilah engkau sebelum engkau mati.” Berbeda antara sesuatu yang diberikan dengan sesuatu yang diambil, jika memberi berarti sang pemberi aktif dan sang penerima pasif, begitupula jika mengambil berarti sang pengambil aktif dan yang diambil pasif, artinya seluruh amal ibadah yang dipersembahkan kepada Allah belum tentu Allah menerimanya sedangkan untuk amal puasa, seolah-olah Allah mengambilnya, membutuhkannya, meskipun kita yaqin bahwa Allah tidak membutuhkan apapun, karena tidak ada apapun selain Allah. Bisa jadi seluruh amal kebajikan kita akan habis untuk membayar klaim daripada orang-orang yang kita dzalimi, kecuali amal puasa, karena untuk Allah bukan untuk yang lain, sebagaimana yang termaktub didalam hadis Qudsi, Allah SWT berfirman: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ “Kullu 'amali ibni Adam lahu, illash shiyaam, fainnahu lii wa anaa ajzii bihi. Semua amal perbuatan anak Adam-yakni manusia- itu adalah untuknya, melainkan berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan balasan dengannya.” Ketika seseorang batinnya berpuasa dari segala hal selain Allah, maka pada saat itulah dia bertemu Tuhannya, dia begitu bahagia yang tiada tara, bagai orang yang berpesta, pesta batinnya karena dia merasakan berada di alam fitrah, alam ketika semua manusia ditanya oleh Tuhan ”alastu birobbikum, bukankah aku ini Tuhanmu,” semua mengatakan “balla syahidna, kami menyaksikan engkau Tuhan kami,” hal ini menunjukkan tidak ada tedeng aling-aling antara manusia dengan Tuhannya, kebenaran dan kejujuran, semuanya tampak jelas, nyata semuanya di alam musyahadah. Oleh sebab itu setelah bulan ramadhon berlalu, dia jaga hatinya agar tidak terkontaminasi oleh berbagai macam masalah yang dapat mengeruhkan hati. Dia berupaya untuk selalu berpuasa batinnya, agar dapat memasuki alam fitrah, supaya menemukan musyahadah yang hakiki, yang sejati, yang murni. Musyahadah ini akan melahirkan kebahagiaan yang tiada tara, yang terus-menerus harus kita pelihara sampai kapanpun. Oleh sebab itu nilai-nilai yang mesti kita camkan setelah selesai bulan ramadhon adalah meningkatkan tobat dan taqwa, kesabaran dan ridha harus dijaga terus menerus, begitu pula istighfar dan syukur, jika datang suasana hati yang tidak enak, gundah gulana, rasa cemas dan buruk sangka maka segera kubur dengan kalimat Laa Ilaaha Ilallah. Sungguh puasa di bulan Ramadhon ini sangat indah karena hanya untuk-Mu wahai Tuhan, sungguh sangat Indah, indah sekali dan tidak ada yang lebih indah dibanding itu, ibadah yang hanya untuk-Ku yang lain-lain mungkin untuk dirinya, ini untuk-Ku kata Allah. Oleh karena para sahabat Rasulullah,saw menangis disaat bulan ramadhon berlalu, dan beliau,saw mengatakan “Seandainya umat manusia mengetahui pahala ibadah di bulan ramadhan, maka niscaya mereka akan meminta agar satu tahun penuh menjadi ramadhan.” Semoga Allah SWT memberikan ampunan kepada kita semua dan menyampaikan umur kita kepada bulan ramadhon yang akan datang. Demikian semoga ada manfaatnya, wallahualam bisawab Gus Akhir Ramadhon 2024.