Bismillaahir Rahmaanir Rahiim
Sahabat utama Nabi Muhammad,saw., yang banyak menerima ilmu tentang seluk beluk hati, khususnya tentang kemunafikan, yakni Hudzaifah al Yamani,ra., berkata : ‘Khusyu adalah yang perama-tama hilang dari agamamu.’ Oleh karenanya orang yang menempuh jalan kesufian, mengerahkan seluruh kemampuannya guna meraihnya kembali. Awam selalu mengkaitkan antara khusysu dengan shalat, mereka menafsirkan ayat dari al Qur’an : ‘Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang mukmin, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya.’ (QS 023 : 1-2) Sedangkan orang-orang yang menempuh jalan kesucian, berusaha dengan sekuat tenaganya untuk meraih predikat ‘mukmin’, karena khusyu hanyalah salah satu keutamaan orang mukmin, dan masih banyak lagi keutamaan-keutamaan lainnya. Sehingga mereka meyakini bahwa khusyu adalah sebuah maqom, dan didalam sholat adalah saat maqom-maqom mereka ditampakkan. Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) banyak memberikan makna daripada khusyu ini, diantaranya, bahwa khusyu adalah hati yang selalu terkait kepada Allah SWT, khusyu adalah tegaknya hati dihadapan-Nya, khusyu adalah saat datangnya rasa takut yang terus menerus didalam hati, terlepas ia sedang dalam keadaan shalat atau pun tidak. Untuk mencapai maqom khusyu ini diperlukan latihan spiritual yang tangguh dan dibawah bimbingan yang terus menerus dari seorang Mursyid, seorang guru tarekat, seorang Syaikh yang memang telah terbukti akhli didalam mendidik murid-murid untuk mencapainya. Paling tidak, pada setiap harinya untuk melatih hati berkait kepada Allah SWT diperlukan dzikir-dzikir tidak kurang dari 11.000 kali banyaknya, dengan menyebut kalimat thoyibah, Laa Ilaaha Illallaah atau Ismudzat, Allah … Allah … Allah, dengan cara dzikir yang berbunyi atau dzikir yang khofi, serta mendirikan shalat-shalat sunah nawafil, awwabin, dan tahajud. Tidak semua murid berhasil mencapai keadaan ini, walaupun telah berupaya melakukannya lebih dari sepuluh tahun lamanya. Oleh karenanya, jika ada orang yang mengaku mampu melakukan shalat khusyu lalu mengadakan kursus-kursus kilat untuk mencapainya, ini sebuah kebohongan belaka, sebuah kemunafikan. Sudah terlalu banyak orang yang menjual agama dengan cara yang demikian. Tidak ada keadaan spiritual seseorang, atau maqom yang didapat secara instan, bagaimana seseorang ingin jujur kepada Tuhannya, sedangkan jujur kepada dirinya sediri ia tidak mampu.
Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) pernah bercerita : ‘Usiaku masih terlalu muda, aku bersama guruku dan beberapa murid yang telah mengaji lebih dari dua puluh tahun lamanya. Ia ingin menguji keadaan-keadaan para muridnya, lalu ia memerintahkan shalat sunat dua rakaat banyaknya. Di saat shalat sedang berlangsung, rebana dibunyikan, setelah selesai ia bertanya kepada murid-muridnya, : ‘Adakah yang mendengar suara rebana?’. Murid-murid yang senior mengaku tidak mendengarnya, sedangkan syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) mengatakan mendengar. Lalu guru memerintahkan murid-murid yang tidak mendengar suara rebana untuk meninggalkan masjid, sedangkan yang mendengar tetap tinggal di Mesjid. Lalu guru berkata : ‘meskipun sudah lama mengaji, akan tetapi mereka tidak menarik pelajaran apa pun disini, keakuan sungguh sulit ditaklukkan.’ Cerita ini otentik, dan bahwa khusyu itu bukannya tidak mendengar apa-apa saat shalat, akan tetapi tidak terganggu perhatiannya saat tertuju kepada Allah SWT. Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata : ‘Khusyu, seperti menonton acara tv yang digermarinya, tidak ada sesuatupun yang dapat mengganggu perhatiannya, meskipun ia mendengar panggilan shalat (adzan), walaupun ada kilat dan suara guntur, ia tetap dalam keadaannya.’
Senin, 07 September 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.