Rabu, 16 September 2009

27 RAMADHON - AL UNS

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) pernah berkata : ‘Para sufi sepakat, bahwa malam Laitul Qadar itu jatuh pada malam 27 Ramadhon.’

Malam 27 Ramadhon adalah malam teristimewa bagi para penempuh jalan keruhanian, karena dimalam itu dipercaya sebagai sebaik-baik hari diantara hari yang baik, nilainya lebih baik dari seribu bulan. Seorang salik menuturkan mimpinya : “‘Aku berada di atas bukit yang tinggi, menikmati indahnya kedekatan dengan sang guru, semua yang terlihat hanyalah keindahannya saja, tiba-tiba aku merasakan ada cahaya kuning dan putih masuk kedalam hatiku, lalu aku terkuasai oleh rasa suka cita yang demikian hebatnya, aku tak mau berpaling dari keadaan ini, akan tetapi ada bisikan yang memalingkan pandanganku ketaman-taman hijau yang penuh dengan pepohonan, terlihat ada makhluk hitam sembunyi disebuah pohon yang besar, makhluk itu sangat mengganggu pikiranku. Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) mengetahui apa yang sedang aku pikirkan, lalu beliau berkata kepadaku : ‘Engkau harus mengusirnya dengan sekuat tenagamu, bila tidak, makhluk itu akan merusak seluruh tanaman yang ada ditamanmu ini.’” Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) sering menyampaikan lambang dan makna mimpi-mimpi kepada murid-muridnya. Demikian pula tentang mimpi sang salik itu, bukit melambangkan kewalian, karena kebaikan sang guru dan memang sang salik cukup kukuh dijalan ini, ia merasakan bias kewalian gurunya, yang pertama-tama dilihat adalah keindahan keadaan spiritual sang guru yang sedang terbakar oleh keagungan-Nya dalam api cinta, lalu menaik kepada keindahan yang mulia Rasulullah,saw., dan pada akhirnya hatinya terkuasai oleh sinar keindahan Tuhan (Jamal) dalam cahaya musyahadat. Hal ini biasa terjadi di jalan tasawuf, seolah-olah sang salik diperkenankan memakai jubah bertambal gurunya. Taman-taman hijau yang dipenuhi oleh pepohonan melambangkan amal-amalnya, khususnya dzikir-dzikirnya, sedangkan makhluk hitam adalah sifat buruk yang masih tersisa, yang mempunyai potensi untuk memberhangus seluruh amal-amalnya tanpa tersisa. Oleh karenanya, guru memerintahkan untuk segera memeranginya. Sang salik tidak akan pernah berhasil mengusir makhluk itu tanpa pedang kasih sayang gurunya, tanpa memetik barokah-barokahnya. Karena setinggi-tinggi derajat pemula dijalan tasawuf adalah serendah-redah derajat gurunya. Maka al-uns yang bermakna kedekatan, lalu karena dekat ia memandang keindahan Tuhan (Jamal), tentunya melalui perantara sang guru dan yang mulia Rasulullah,saw., lalu ia merasakan suka cita yang hebat, seperti yang dirasakan oleh sang salik dalam mimpi itu, adalah derajat pemula, sehingga sang salik tidak boleh cepat merasa puas diri. Ia harus tetap istiqomah mengamalkan pekerjaan tarekatnya. Seorang salik tidak akan pernah mengerti apa yang sedang dirasakan oleh gurunya, kecuali bila sang guru menceritakan keadaannya, agar dikemudian hari bila sang salik mengalami pengalaman ruhani yang demikian itu, tidak lagi terkesima karenanya.

Kejelasan-kejelasan keadaan ruhani atau isyarat-isyarat keruhanian terkadang muncul dengat sangat jelas seperti terbitnya matahari, dan terkadang agak samar sebagaimana terbitnya bulan, hal ini silih berganti mencahayai hati ini, kecuali bila terhalang awan gelap oleh prasangka-prasangka buruk. Isyarat ini merupakan keniscayaan bagi para salik yang teguh berpegang kepada tali agama, kukuh menjalankan semua amalan yang diperintahkan oleh gurunya. Karena tidak ada sebuah maqom pun yang tidak mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus selalu dipenuhi oleh sang salik. Dan jelas, salik tidak boleh sekalipun menyia-yiakan kewajiban ini, guna melestarikan maqomnya, guna mempersiapkan datangnya sebuah ‘hal’ seperti ‘al uns’ tadi . Dan isyarat ini bukan untuk salik yang bermalas-malasan, yang mengharapkan datangnya Laitul Qadar hanya dengan melakukan wiridan pada malam-malam ganjil saja, sedangkan dihari yang lain ia malas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.