Jumat, 17 Juni 2016

MURID DAN MURAD

Bismillahir Rahmaanir Rahiim

Seseorang tidak bisa memaksa orang lain untuk menghentikan aktifitas dzikir berjamaah, ziarah kubur, tahlilal atau merayakan maulid Nabi,saw., meskipun hukumnya sunah. Bahkan orang juga tidak diperbolehkan memaksa orang lain untuk melakukan shalat, puasa, zakat dan berhaji meskipun hukumnya wajib. Menyampaikan peringatan itu merupakan kebaikan, akan tetapi memaksakan kehendak itu merupakan keburukan, meskipun tentang agama, karena tidak ada paksaan dalam beragama. Sesungguhnya hanya dirinya yang dibebankan untuk semua itu. Orang lain tidak dapat meraih kebaikan dari orang lain sedikit pun, tetapi ia meraih kebaikan untuk dirinya sendiri dan akan berada dalam timbangannya sendiri, bukan timbangan orang lain. Tidak ada dosa orang lain dapat ditanggung oleh orang lain, terdapat ayat Al Qur’an menyatakan tentang ini.

Sesungguhnya seorang murid diperintahkan untuk meluruskan nafsnya yang hanya satu, bukan nafs orang lain. Ia belum mengenal nafsnya, lalu bagaimana mungkin ia bisa mengenal nafs orang lain? Ini sebuah bukti bahwa seorang murid sedang dikendalikan oleh nafsnya bukan mengendalikannya. Orang yang mampu dan sedang memperbaiki sesuatu, karena ia mengetahui kerusakannya dan mempunyai kesadaran serta kemauan yang keras, bahwa bila didiamkan akan menjadikan kerusakan yang lebih parah. Tidaklah mungkin bagi seorang murid dapat mengetahui penyakit yang sedang dideritanya, kecuali melalui perjuangan yang gigih dan atas bimbingan seorang guru spiritual. Karena jiwa ini laksana seekor sapi yang makanannya adalah penyakit hati. Oleh sebab itu, jiwa merasa nyaman bila seseorang sedang mengibarkan bendera penyakit hatinya. Dirumah-rumah orang tua dulu, banyak dijumpai lukisan seseorang sedang menggembala sapi. Yang artinya bahwa tanpa penggembala, sapi akan tumbuh liar dan tidak mengetahui tujuan untuk apa ia dicipta. Sapi tidak pernah mengangkat kepalanya saat makan, kecuali setelah memenuhi keinginan dan hajatnya di dunia, tidak heran bila binatang ternak dicela dalam Al Qur'an. Sungguh ironis, bila murid memempatkan dirinya sebagai penggembala padahal ia adalah seekor sapi. Ia hanya mengetahui sebagian kecil dari kebaikan tetapi tidak mengetahui sebagian besar kebaikan lainnya. Terhadap sesuatu yang ia tidak ketahui, ia bodoh dan tidak berupaya untuk mengetahuinya. Kerusakan yang ia ketahui justru ia abaikan proses perbaikannya, ia tinggalkan mujahadah dan malah mencari pujian.

Seorang murid yang senang memberi nasihat akan sulit menerima nasihat dari orang lain. Jika ia suka berbicara maka ia akan benci dan merasa marah bila ada orang lain yang berbicara. Bila ia senang memimpin maka ia tidak suka dipimpin. Itulah karakter nafs bagi seorang murid, tinggi hati! Jika seorang murid pergi ke kholaqoh dzikir tanpa niat yang lain kecuali dzikrullah dan tidak ada orang yang mengenalnya dan ia tidak mengenal seorang pun, maka ia akan lebih mudah selamat dari serangan musuhnya yaitu nafsnya atau dirinya sendiri. Tetapi jika kehadirannya ingin mendapat perhatian dari orang yang dikenal dan orang-orang mengenalnya, maka seluruh perbuatannya adalah ujian baginya, dan mustahil bisa lulus dari ujian ini. Amalnya akan musnah, hangus terbakar oleh penyakit-penyakit hatinya, tetapi ia menyangka telah beramal yang baik.

Wajar jika arti murid dalam dunia tasawuf adalah yang berkehendak dan murad adalah yang dikehendaki. Seharusnya kehendaknya ditujukan untuk mencermati dan meniliti dirinya sendiri yang kemudian memperbaikinya, namun ditengah perjalanan kehendaknya bisa berubah ingin memperbaiki orang lain. Selintas memberi nasihat dan menyampaikan ilmu kepada orang lain seperti sebuah kebaikan, tetapi karena jiwanya belum siap, maka akan menjadi keburukan baginya. Tugas seorang murid berbeda dengan murad, jika murid mencoba mengambil alih tugas murad, maka akan gagal dan membahayakan bagi perkembangan nafsnya. Tidaklah mungkin sapi menggembala sapi.

Amal saleh yang dilakukan oleh seorang murid yang belum istiqomah dalam melaksanakan pekerjaan dari gurunya dan tidak menyadari tentang penyakit-penyakit hatinya atau kelemahannya, merupakan makanan yang empuk bagi perasaan tinggi hati. Itulah salah satu penyebab tinggi hati berkuasa dalam jiwa dan melahirkan sikap meremehkan orang lain. Inilah salah satu penyakit hati yang umum menjangkiti para murid.

Murid yang baik akan menemukan penyakit-penyakit hatinya dalam perilaku lahir maupun batin didalam perjalanan spiritualnya, semakin teguh mendawamkan dzikir dan ubudiyah, maka semakin sering pula ia menjumpainya. Sesungguhnya inilah bentuk sajian ruhani dari Allah SWT agar sang murid mengenal dirinya, melalui pengenalan terhadadp penyakit-penyakit hatinya, lalu berupaya menemukan obatnya. Bukan menikmati penyakitnya sebagai makanan utama jiwanya. Jiwanya harus diajak berpuasa dari menikmati hidangan penyakit jiwanya, dengan cara memeranginya (mujahadah).

Demikian para sahabat, semoga Allah SWT menolong kita semua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.