Senin, 22 Juni 2009

ZUHUD

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim
Didalam kitab yang mulia Al Qur’anur Karim ada beberapa ayat yang mengindikasikan perintah untuk berzuhud, antara lain : “Katakanlah: ‘Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa,’” (QS 004 : 77) dan ‘(kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. (QS 057 : 23)

Mencintai dunia (hubbud dunya) akan membuat orang berpaling dari Allah SWT sedangkan memusuhi dunia (zuhud) akan membuat orang berpaling kepada Allah SWT, ini adalah sebuah prinsip yang kokoh didalam tasawuf, dimana hanya orang-orang yang terpilih yang mampu melakukannya. Karena barang siapa yang kezuhudannya terhadap dunia guna mendambakkan akhirat, maka ia telah terperosok kedalam jurang yang dalam. Karena, itu adalah hakikat ‘keinginan’, betapa mulianya orang-orang yang tidak berpikir tentang kepentingan dirinya sendiri, sehingga keinginannya hanya untuk Allah semata dan bukan untuk tujuan membawa dirinya ke surga. Imam Junaid,ra., bertanya tentang zuhud, Ruwaym,ra., menjawab : ‘Zuhud adalah meremehkan dunia dan menghapus bekas-bekasnya dari hati.’

Dalam pengajian hari Sabtu sore, Syaikh Waasi’ Achmad Syaechudin (semoga Allah merahmatinya) berkata : ‘Saya gembira mengaji tentang zuhud bersama ibu-ibu, karena ibu-ibu mempunyai kelebihan dari bapak-bapak, kelebihan apa gerangan? kelebihan mencintai dunia! Maka kalau saja ada setetes zuhud masuk, merasuk kedalam hati, Allah SWT menghinggapkan kedalam hati ibu-ibu keadaan zuhud ini, betapa seluruh bapak-bapak akan merasa berbahagia. Karena keinginan akan isi dunia yang dianggap indah oleh ibu-ibu mulai sirna, yang berarti tekanan kepada bapak-bapak mulai sirna juga. Zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang dibutuhkan didalam diri (keinginan), yang apabila terpancing oleh sesuatu yang terlihat, terdengar, terasa dialam semesta ini maka didalam diri meronta-ronta ingin memiliki sesuatu itu. Yang dimaksud zuhud dalam tasawuf dan yang harus diraih oleh kita semua, adalah tersingkirnya semua selain hanya harapan tertuju kepada Allah SWT saja, itulah sumber kebahagian. Nabi,saw., memerintahkan kepada sahabat-sahabatnya apabila kamu sekalian melihat seseorang yang telah dianugerahi zuhud berkenaan dengan dunia dan ucapan, maka dekatilah ia, karena ia dibimbing oleh hikmah. Barang siapa keras ibadahnya (dawamun ubudiyah) sambil memperbanyak zikir-zikirnya (dawamudz dzikri), maka berbagai macam keinginan-keinginan terhadap dunia ini sedikit demi sedikit gugur, sehingga nantinya tidak ada kecintaan terhadap isi dunia lagi, bertambah lama bertambah pudar.’

Tahapan yang lain akan keadaan zuhud ini adalah zuhud terhadap ucapan, baik ucapan secara zahiran (yang bersuara) dan ucapan secara bathinan (didalam hati saja), sehingga ia tidak lagi berkata-kata kecuali bila itu berkenaan dengan perintah-perintah Tuhannya, dan bila ia pun harus berbicara maka bicaranya itu tanpa suatu keterikatan dan ambisi apapun.

Kisah, Amirul Mu’minin saat itu Harun al-Rasyid,ra., setelah menunaikan ibadah hajinya ia mencari Fudhayl bin ‘Iyad,ra., setelah bertemu dan mendapat beberapa nasihat darinya, ia bertanya kepada Fudhayl,ra., apakah ia mempunyai hutang? Fudhayl,ra., menjawab : ‘Ya, hutang kepada Tuhan, yakni ketaatan kepada-Nya, celakalah aku, kalau Dia memanggilku untuk mempertanggung jawabkannya.’ Wahai Fudhayl, aku berbicara tentang hutang-hutang kepada manusia. Fudhayl,ra., menjawab : ‘Terpujilah Tuhan! Kemurahan-Nya kepadaku sungguh besar, dan aku tak punya alasan untuk mengeluhkan tentangnya kepada hamba-hamba-Nya.’ Lalu Harun al Rasyid,ra., menghadiahkan sekantong uang berjumlah seribu dinar, seraya berkata : ‘Gunakan uang ini untuk keperluanmu.’ Fudhayl,ra., berkata : ‘Wahai amirul mu’minin, nasihat-nasihatku tidak memberikan kebaikan kepadamu. Disini pula engkau bertindak salah dan tidak adil.’ Harun al Rasyid,ra., berseru : ‘Bagaimana itu?’ Fudhayl,ra., berkata : ‘Kuinginkan engkau selamat, namun engkau mencampakkan aku kedalam siksa neraka, bukankah ini tidak adil? Harun al-Rasyid,ra., menangis berlinangan airmata sambil meninggalkan Fudhayl dan berkata : ‘Wahai Fudhayl, engkau adalah seorang raja yang sejati.’ Kisah ini menunjukkan kebenciannya terhadap dunia dan orang-orangnya, dan pelecehannya terhadap nikmat-nikmatnya, serta penolakannya untuk merendahkan dirinya dihadapan benda-benda demi memperoleh keuntungan duniawi.

Dilain kesempatan Fudhayl bin ‘Iyad,ra., berkata : ‘Allah SWT menempatkan seluruh kejahatan dalam satu rumah dan menjadikan kecintaan kepada dunia sebagai kuncinya. Dia menempatkan seluruh kebaikan dirumah yang lain dan menjadikan zuhud sebagai kuncinya.’

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.