Sabtu, 06 Juni 2009

MERENDAH BAGAI BUMI


Syaikh Waasi’ Achmad Syaechudin (semoga Allah merahmatinya) berkata kepada murid-muridnya : ‘Kadang-kadang saya bersedih dan bertanya-tanya didalam hati, apakah para sahabat yang berdekat dengan saya, merasa terbebani dan merasa terlalu keras atas pekerjaan-pekerjaan tarekat yang saya ijazahkan kepada mereka.’ Tidak seperti lazimnya orang-orang yang hidup dikota, yang terlalu banyak berleha-leha menikmati hidup di dunia ini. Orang-orang yang bertarekat pada jum’at malam wajib memasuki kholaqoh dzikir sampai menjelang pagi, lalu keesokan harinya mengantarkan istri memasuki kholaqoh dzikir lagi, itulah yang disebut riyadhah yang didalamnya mengandung mujahadah tingkat rendah. Riyadhah adalah berdisiplin diri didalam sebuah peribadatan, sedangkan mujahadah adalah terus menerus melawan keinginan diri. Karena apabila tidak membiasakan diri dengan riyadhah yang ketat, melatih diri yang kuat, maka manusia condong kepada kesenangan-kesenangan badaniyah saja, mengharapkan segala sesuatu yang akan terjadi sesuai dengan apa yang dikehendakinya, sesuai dengan apa yang diangankan, khususnya angan-angan tentang harta benda, angan-angan keinginan hidup berbahagia di dunia ini, itulah yang disebut nafs. Jika hati sudah terpenuhi dengan keinginan-keinginan dan keterkaitan tentang dunia ini, maka tidak ada lagi ruang yang tersisa, lalu Allah SWT tersingkirkan dari dalam hati. Maka yang akan terjadi adalah kekecewaan demi kekecewaan, rasa gundah gulana yang berkepanjangan, terhimpit oleh tekanan kehidupan yang keras, karena manusia boleh saja berkehendak, namun yang terjadi dan berlaku diatas dunia ini adalah kehendak Allah SWT saja, persis seperti yang Dia rencanakan jauh hari sebelum dunia ini ada dan bukan seperti yang manusia inginkan.

Sebagai bentuk kasih sayang-Nya kepada makhluk ciptaan-Nya, Allah SWT melengkapi sarana-sarana peribadatan sebagai bentuk penghambaan manusia kepada-Nya, dan agar manusia dapat kembali berdekat kepada-Nya. Para sufi sepakat bahwa, jenis peribadatan yang mempunyai kualitas terbaik adalah masuk kedalam kholaqoh dzikir dan kholaqoh ilmu pengetahuan, dua-duanya diberkahi oleh Allah SWT. Di kholaqoh dzikir didalamnya ada kholaqoh ilmu pengetahuan, baik pengetahuan yang didapat dari mendengar (sama) ataupun pengetahuan yang diwariskan langsung oleh-Nya disebabkan oleh pengamalan terhadap ilmu-ilmu yang dipunyainya, maka sempurnalah peribadatan didalam kholaqoh dzikir ini. Sedangkan didalam kholaqoh ilmu pengetahuan belum tentu ada termasuk didalamnya kholaqoh dzikir. Rasulullah,saw., menyebutnya : ‘Raudhah min riyadil jannah, taman daripada taman-taman surga, yang para malaikat bertautan membentangkan sayapnya sampai ke Arsy.’ Orang-orang yang masuk kedalam lingkaran orang-orang yang berdzikir, telah melakukan seutama-utama peribadatan, mereka membersihkan hatinya dengan cara berdzikir, dengan suara yang keras (jahr) atau disebut dengan dzikir dhorob, dengan mengulang-ulang kalimat thoyibah ‘Laa Ilahaa Illallaah’, Allah SWT Maha Mendengar, namun hati ini yang sudah kadung tuli, maka diperlukan penegasan tentang penafian terhadap segala sesuatu selain Allah dan penisbatan Allah saja, oleh karenanya dzikir ini juga disebut dengan dzikir nafi-isbat. Lalu dalam kehidupan kesehariannya, waktu-waktunya diisi dengan memperketat disiplin diri yang tinggi, menekan berbagai macam keinginan-keinginan, menekan berbagai macam angan-angan. Dikarenakan seluruh ilmu pengetahuan bertumpu pada kalimat Laa Ilahaa Illallaah, semua tentang pengesaan Allah SWT se-esa-esa-Nya, maka manusia wajib selalu mengingat Allah SWT, inilah yang dimaksud dengan dawamun dzikri, mendawamkan dzikir terus menerus dalam keadaan apapun, terus menerus ingat kepada Allah SWT, terus menerus dalam keadaan merasa diawasi lahir dan batin oleh Allah SWT, diawasi badaniyahnya karena badaniyah banyak berbuat dosa, lalu diawasi hati oleh Allah SWT, karena hati terlalu banyak cakap-cakap yang lain selain ingat kepada Allah SWT. Yang sesungguhnya hal itu tidak diperlukan didalam kehidupan, tetapi apa daya cakap-cakap hati itu terus menerus ada didalam diri, sekalipun berupa sampah-sampah, itulah yang disebut was-was. Bila syaithon ikut menyelinap, lalu mengundang segala macam keburukan dan ketidak nyamanan, serta mengundang segala macam kesusahan-kesusahan, yang menjadikan hati terbelenggu, itulah yang disebut hawajis. Manusia-manusia awam tidak akan bisa lepas dari keadaan ini.

Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata : ‘Tahukah para sahabat, cakap-cakap hati, angan-angan yang datangnya berupa was-was ataupun hawajis semuanya adalah buruk sangka kepada Allah SWT, dan buruk sangka ini adalah sebagai dinding-dinding penghalang untuk dapat berdekat kepada-Nya.’ Buruk sangka menutup kebaikan, dan sungguh keterlaluan, seolah-olah Allah SWT akan memberikan yang terburuk, seolah-olah kenikmatan dari Allah SWT tidak pernah dirasakan, ini salah satu kejahatan yang besar, namun manusia tidak pernah menyadarinya. Jika terus dibiarkan demikian, maka hati akan terkuasai dengan kegelapan, obatnya tidak ada yg lain kecuali dengan banyak dzikrullah, Allah SWT berfirman : 'Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. (QS 33 : 41). Dengan dzikir yg sebanyak-banyaknya, maka buruk-buruk sangka, cakap-cakap hati tadi tersingkir, was-was dan hawajis tidak mampu bersarang lagi, kegelapan berganti dengan cahaya. Apabila seperti itu adanya, maka dzikrullah bisa membawa manusia kedalam musyahadah. Didalam musyahadah, manusia beroleh kejelasan dari Allah SWT, ditahap yg lain berupa ilmu pengetahuan yg nyata, berupa ilmul yaqin, ainul yaqin dan haqqul yaqin. Karena itu terasa didalam hati, betapa kebenaran (haq) dari Allah SWT, betapa terjelaskannya keterangan-keterangan, betapa mengertinya, betapa ini adalah sebuah kebenaran hakiki yg dihinggapkan kepada orang-orang yang riyadhah dan mujahadah. Oleh karenanya betapa mahalnya ilmu tentang Allah SWT, mahalnya surgawi, maka bekerja yang keras di dunia ini menjadi wajib hukumnya bagi orang-orang yang berniat meraihnya. Dalam kehidupan ini kebanyakan manusia terlalu gila mengkaitkan hatinya kepada dunia, disepanjang hari hanya memikirkan kesenangan dan kebutuhan badaniyah, tidak menyadari bahwa Allah SWT memerintahkan untuk memotong waktu yg seperti itu, paling tidak lima waktu dalam sehari, untuk memisahkan diri dan lari dari dunia, lalu masuk kedalam alam kesucian. Setiap mendirikan sholat tanggalkan seluruhnya urusan-urusan dunia itu. Pemisahan diri (penafian) dari dunia ini haruslah diperketat, isi dengan dzikir, dengan riyadhah yang keras hanya untuk Allah SWT, sambil mencari nafkah kehidupan. Allah SWT berfirman : 'Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. (QS 2 : 152), Bila seseorang berdzikir, menyebut-nyebut Allah ... Allah .... Allah (ismudzat) bukan berarti lantas Allah SWT juga akan menyebut-nyebut nama pendzikir, terlalu hina nama makhluk untuk disebut oleh-Nya, akan tetapi, menjadi terpautlah hati seseorang dengan Allah SWT, lalu gugurlah beraneka macam kotoran yang ada didalam hati, berupa keterkaitan kepada dunia. Maka hati tidak lagi dibebani oleh angan-angan tadi, tidak dibebani keinginan-keinginan, yang sesungguhnya dibutuhkan atau tidak dibutuhkan, Allah SWT akan jadikan itu sesuai dengan kadarnya. Pertautan yang terus menerus itu akan menggugurkan sampah dunia yg melekat didalam hati, berarti gugur pula dinding penghalang terhadap Allah SWT, bila telah gugur, manusia beroleh ketenangan, Allah SWT berfirman : '(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS 13 : 28). Tidak ada lagi sampah-sampah tadi, undangan buruk sangka tiada, pikiran menjadi jernih, lalu tidak ada lagi pengakuan atas upaya, semua diserahkan kepada Allah SWT. Disitulah kesadaran tentang tauhid diperoleh oleh orang-orang yang riyadhah dengan keras, malam hari berdzikir menyelesaikan tugas-tugas tarekat, paginya mencari nafkah untuk kehidupan dan peribadatan. Berarti semuanya dipersembahkan teruntuk Allah SWT, berarti wujud diri kita didalam alam semesta ini, wujud dan tindakan adalah tindakan Allah SWT yang untuk Allah semuanya, bila tdk, manusia itu akan tetap menjadi penduduk bumi sejati, yang didalamnya akan terombang ambing oleh nafs.

Riyadhah tidaklah mudah, apalagi tanpa ada yang membimbing, apalagi yang hanya mendengar pengajian tentang ini dan itu, lalu besok lusa mendengarkan lagi pengajian lain, setiap hari ilmu yang didengarnya berbeda-beda, tanpa ada disiplin dalam peribadatan, tidak ada ketetapan dalam hati, tetap saja hati itu gelap, tetap saja buruk-buruk sangka dan penuh segala macam cakap-cakap hati menyelubungi hati menjadikan gundah gulana, jauh kepada musyahadah tadi. Karenanya, selama hayat masih dikandung badan, tidak pernah lepas dari riyadhah, didalamnya harus melawan keinginan-keinginan, memangkas angan-angan, dan hentakan-hentakan di alam semesta ini tidak boleh singgah didalam hati. Lalu bila terdengar suara buruk masuk melalui panca indera, atas diri yang datangnya dari orang lain, lalu mampu bersabar, ini sudah masuk pintu gerbang mujahadah, karena ini pekerjaan setelah riyadhah. Didalam riyadhah anak kecil pun mampu melakukannya, melalui sholat, puasa, menghadiri sholat jum’at, semua dapat dilakukannnya, tetapi belum tentu mereka pandai dalam bermujahadah, didalam bertempur melawan nafs, didalam perang melawan daripada apa-apa yang hinggap didalam hati. Maka orang-orang yang gemar melakukan mujahadah, ia menjadi suci, hatinya menjadi bersih, ia ditaburi ilmu pengetahuan, segalanya terlihat terang berderang, hatinya menjadi siap menyongsong berbagai macam kejelasan-kejlasan, yatiu berupa musyahadah. Akan tetapi musyahadah adalah hak Allah SWT, riyadhah dan mujahadah bukan sebagai jalan-jalan penyebab langsung untuk mendapatkan musyahadah, karena riyadhah dan mujahadah adalah wajib hukumnya bagi manusia, tapi musyahadah terserah pemberian Allah SWT. Inilah batasan makhluk, berarti manusia tidak ada hak samasekali hidup diatas dunia ini untuk angkuh, sombong. Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata : ‘Apabila manusia sedang sombong, kata-katanya menjadi besar, tingkahnya tidak nyaman dan tidak cantik dilihat oleh makhluk yang lain, berbangga terhadap harta bendanya, kedudukannya dan kebangsawanannya, terlalu hina. Wahai manusia kalian akan mati sebentar lagi, apa yg kalian sombongkan saat sakaratul maut tiba ? sesungguhnya hina betul manusia dalam keadaan ini, karena tidak bisa minta tolong kepada siapapun, engap-engapan seperti ikan mas koki, rendah, lalu apa yang disombongkan hidup di dunia ini ?’ Manusia harus bekerja keras melalui riyadhah dan mujahadah, setapak demi setapak mendekat kepada Allah SWT, itupun jika Allah berkenan, bila tidak, manusia disingkirkannya sebelum sempat melakukannya. Allah SWT berhak atas nyawa manusia dan dapat mencabutnya kapan saja. Lalu apa yang harus disikapi didalam perjalanan kehidupan ini? Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) selalu memerintahkan murid-muridnya : ‘Merendah bagai bumi, merendahlah bagai bumi, merendahlah bagai bumi! Rendahkan diri ini dihadapan Allah SWT, merendahlah kepada para sahabat, dan bergaulah dengan orang-orang baik saja, tidak diperlukan bergaul dengan orang yang hidupnya diatas bumi menghentak-hentakan kakinya, petantang petenteng di alam semesta ini, orang-orang yg hina itu bisa dicabut nyawanya oleh Allaw SWT seketika. Oleh sebab itu musyahadah bukanlah hal yang murah, berdekat kepada Allah SWT bukanlah sesuatu yang mudah untuk diperoleh. Semoga saja Allah SWT memberikan kepada kita kegagahan didalam riyadhah dan mujahadah, lalu tidak pernah mengaku mampu beribadah, semua dari Allah SWT, Allah menunjuk manusia menjadi akhli riyadhah dan mujahadah, Allah SWT menunjuk yang dikehendaki-Nya, karena semua dibiayai oleh Allah SWT, termasuk orang-orang yang bermujahadah pergi berhaji, sesungguhnya mereka dipanggil oleh Allah SWT, semoga kita diberikan kegagahan itu, dan bersarang selamanya, karena perangkat-perangkat peribadatan ini diperlukan di dunia ini, guna bekal di akhriat nanti saat kita akan ditimbang (mizan) amal perbuatan kita, saat kita akan diadili oleh Allah SWT (yaumil hisab), apakah kita termasuk akhli riyadah dan mujahadah ataukah kita memang pendosa yang terus membiarkan hati mengikuti hawa nafsu, semoga Allah memberkahi kita, amiin yaa allah yaa Robbal alamiin.’

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.