Jumat, 12 Maret 2021

WAKTU

Bismillahir Rahmaanir Rahiim

Yang mulia baginda Nabi Muhammad,saw pernah mengatakan ‘li waqtun, Saya punya waktu’, apa maksud waktu itu? Waktu menurut dunia tasawuf adalah durasi hidup yang paling kecil, tempo, atau ajal. Seperti dalam film, setiap gambar yang muncul dilayar adalah satu potong klise yang muncul lalu hilang dan muncul lagi, begitu dicepatkan maka tidak terasa jedanya, maka jadilah sebuah cerita film yang bersambung hingga film selesai. Nah, sesungguhnya durasi hidup manusia hanya satu klise saja atau satu ajal, persis seperti maklumat manusia yang tertulis rapi dan sempurna di lauh mahfudz dari awal hingga akhir (qodho), yang takdirnya dijelmakan menjadi manusia dibumi (qodar) secara sesaat atau tempo persis seperti klise film tadi, untuk membuktikan bahwa manusia itu selalu baru (hudust) dan hanya Allah saja yang Qodim. Al Qur’an mengatakan bahwa: “Maka jika datang waktu kematian mereka, tidak bisa mereka tunda dan mendahulukannya sedetikpun”. Ironisnya, manusia tidak merasa bahwa hidup itu sebentar atau satu tempo atau satu klise film, kecuali apabila mempunyai ma’rifat, maka akan mampu menyaksikannya, karena manusia beradaptasi kepada wujud ini dengan jasmani, jika dengan rohani maka akan merasakan hakikat kehidupan ini, yang sebentar saja dan selalu baru. Oleh sebab itu, orang yang ma’rifat selalu ingat mati, rasanya kematian itu ada di kelopak matanya, seperti gambar di layar takut berhenti tidak ada klise berikutnya. Baginda Nabi Muhammad,saw, bersabda : ‘li waqtun, saya punya waktu’ artinya saya punya durasi kehidupan yang paling kecil, tidak ada yang dapat meliputi diwaktu itu seperti meliputi aku, siapapun tidak punya, baik itu malaikat yang muqorrob. Mengenai muqorrob ini ada salah satu syarah daripada Syeikh Abdul Ghoni an Nabulsi,qs, bahwa makna malak muqurrob adalah wali, malak itu sebutan bagi orang yang mempunyai sifat malaiki, akhlak mulia, karena dijaman Rasulullah,saw, ada orang sholeh yang memiliki sifat malaikat. Siapapun selain aku sabda baginda Nabi Muhammad,saw, jelmaan-Nya atau tajjali-Nya tidak sesempurna aku, sifat mulia yang Allah jelmakan kepadaku adalah yang paling sempurna. Maka kenikmatannya pun dalam menjalani jelmaan-jelmaan-Nya tidak seindah yang dirasakan oleh baginda Rasulullah saw.

Semoga ada manfaatnya wallahualam bisawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.