Selasa, 23 Maret 2021

TAUHID

Bismillahir Rahmaanir Rahiim

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang menjahirkan nama-nama dan sifat-sifat-Nya, jika tidak maka Allah tidak akan bisa dikenal. Nama dan sifat itu abstrak, tidak ada materinya, yang ada materinya adalah Dzat, sedangkan Dzat Allah adalah ghaib mutlak, maka jika bicara Dzat maka tanzih, murni, qudus, artinya tidak ada yang menyentuh dan membayangkannya meskipun khayal, pikiran, paham, apalagi mata jahir, Al Qur’an mengatakan ‘laisa kamislihi syaiun, tidak ada sesuatupun yang serupa dengan DIA.’ Maka Allah tajjalikan, Allah berikan, Allah jelmakan, Allah wujudkan pada salah satu makhluk-Nya yang paling sempurna. Dan mazhar yang paling sempurna ini, Allah jadikan pola wujud, asal wujud, sehingga semua yang wujud asalnya dari pola ini, dan menjadi ringkasan atau intisari untuk setiap yang ada di alam semesta ini, asal wujud ini adalah sayyidina Muhammad,saw, yang bertugas untuk memberi petunjuk kepada semua makhluk dan menjahirkan Haq, maka disebut sebagai suratul Haq, oleh karenanya manusia adalah ‘suratul Haq’. Oleh karena itu apapun yang manusia jahirkan atau munculkan dari tubuh ini, adalah Allah yang menjahirkan, dan sebetulnya yang dijahirkan itu adalah sifat dan asma-Nya. Maka oleh sebab itu ada hadist yang mengatakan : ‘Man arofa nafsahu faqod arofa rabbahu, siapa yang mengerti bahwa dirinya adalah mazhar Allah maka dia mengenal Allah.’ Jika sifat dan nama abstrak serta wujud adalah ghaib mutlak atau dalam dunia tasawuf disebut tanzih, lalu dimana dan bagaimana manusia bisa melihat Allah? Sesungguhnya tidak ada pesaing untuk dapat melihat Allah kecuali pada dirinya sendiri, artinya manusia diperintah untuk melihat Allah pada semua nasib dan takdir masing-masing. Ilustrasinya seperti projector, bahwa bayangan yang muncul di layar, adalah bentangan yang menyambung ke projector, bahwa manusia hanyalah bayangan yang dibentangkan dari zaman azali. Oleh karenanya untuk melihat kesempurnaan Allah, maka lihatlah asal wujud yaitu baginda Rasulullah saw, maka ketika ditanya akhlaknya Nabi,saw adalah khuluquhul Qur'an, seolah-olah khuluquhu Allah, maka orang sufi punya ibaroh, ‘berakhlaklah dengan akhlak Allah, bersifatlah dengan sifat Allah,’ ini maksudnya berakhlak dengan akhlak yang mulia, dan akhlak mulia itu berasal dari Allah seperti sabar, syukur, tawakal, ridho dan lain sebagainya, sebagaimana dalam Al Qur’an dikatakan ‘radiallahu anhum’ Allah ridho kepadanya berarti Allah mempunyai sifat ridha dan warodhuan baru orang bisa ridha kepada Allah, yang demikian itu untuk orang yang hatinya takut (khosyiah) kepada Tuhanya. Maksudnya tak seorangpun mampu ridho kecuali bila sifat ridho Allah ditajjalikan kepada orang itu.

Baginda Nabi Muhammad,saw itu sebagai perantara rangkaian tali, bayangan azali yang dibentangkan, maka manusia menyembah Allah mesti seperti Rasulullah saw, menjalankan perintah Allah mesti seperti Rasulullah saw secara syariat dzahir maupun batin. Sehingga apa yang baginda Nabi Muhammad, saw katakan dan lakukan mesti mengungkapkan tentang Keagungan dan Keindahan Allah, oleh sebab itu orang yang mengikutinya, akan dapat pula menyaksikan keagungan Allah, karena memperoleh waris ruhani. Sahabat Bilal,ra, seorang budak berkata ‘Ahad … Ahad … Ahad’ saat disiksa bukan Muhammad … Muhammad … Muhammad, meskipun cintanya kepada baginda Nabi,saw sangat dalam. Karena tarbiyah yang dilakukan oleh sayyidina Muhammad,saw, benar dan menunjukkan bahwa dirinya sebagai wasithoh, sehingga sahabat-sahabatnya menerima kebenaran dengan benar, persis seperti makna pada shalawat Fatih.

Semoga ada manfaatnya wallahualam bisawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.