Minggu, 30 Agustus 2009

KEHENDAK

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

Ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan Sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. (QS 008 : 24)

Campolai, sebuah benda yang sebelumnya tidak terpahami, menjadi terpahami oleh murid-murid setelah Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) meletakkan dalam bentuk analogi. Seperti seorang arsitek, yang membayangkan sebuah bangunan nan indah didalam pikirannya sendiri. Sebelum arsitek itu menggambarkannya pada secarik kertas, tak satupun manusia dapat memahaminya. Maka, semua yang tidak dapat dipahami jadi dapat dipahami dan dapat dilihat melalui analogi. Di dalam al Qur’an banyak sekali analogi, dan dikatakan bahwa analogi tersebut hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang berakal. Di alam lain, buku-buku ‘terbang’, sebagian ketangan kanan dan sebagian lagi ketangan kiri. Disana juga ada malaikat, bidadari, arsy, neraka, surga, mizan, perhitungan dan pembalasan. Tidak satu pun dari hal itu dapat dipahami kecuali dikatakan dengan kiasan (analogi). Oleh karenanya, Setiap orang memiliki caranya sendiri dalam memahami Al Qur'an, karena AL Qur’an adalah brokat dengan dua sisi. Sejumlah orang memperoleh manfaat dari satu sisi dan sejumlah lagi dari sisi lain, karena Tuhan menginginkan kedua kelompok itu memperoleh manfaat. Seperti perempuan yang memiliki suami dan juga merawat anak kecil. Masing-masing memperoleh kenikmatan berbeda dari dirinya. Anak kecil dari susu didalam payudaranya dan suami memperoleh kenikmatan karena menjadi pasangannya. Orang yang mengambil kenikmatan luar dari al Qur’an dan ‘meminum susunya’ adalah ‘anak kecil dari jalan,’ tetapi mereka yang memperoleh kesempurnaan, memiliki kenikmatan berbeda dan memahami makna Al Qur’an dengan cara yang berbeda.

Hampir semua manusia diatas bumi ini, yang berjumlah kira-kira dua milyar telah mengikuti pikiran dan pilihannya sendiri. Mereka telah membuktikan bahwa harapan dan rencananya telah terjadi dalam kekosongan belaka. Semuanya tidak membuat kemajuan apapun terhadap keinginannya. Akan tetapi kejadian yang demikian tidak dijadikannya sebagai pelajaran dalam kehidupannya. Memang, manusia dicipta condong terhadap hal-hal keduniawian, dan bersifat tergesa-gesa. Begitu gagal mencapainya ia bangkit dan mencoba meraihnya kembali dengan upaya yang baru. Upayanya yang gigih itu, tidak diimbangi dengan usahanya dalam meraih kehidupan yang baik di akhirat nantinya, mereka malas, karena balasan yang akan didapat masih berupa janji-janji saja. Tanpa disadarinya, bahwa Allah telah menciptakan waktu yang melahap umur mereka, tiba-tiba saja rambut telah memutih, gigi mulai tanggal dan pandangan rabun. Walaupun kadang-kadang kesadarannya muncul, namun syahwatnya meronta untuk selalu mengedepankan urusan dunia. Harapannya selalu ingin hidup senang, aman dan sentausa. Meski demikian, maksud Tuhan bisa jadi sesuatu yang lain seluruhnya. Demikian banyak ide-ide dan kiat-kiat dibuat manusia, tapi tidak satu pun yang bisa dicapainya dengan memuaskan. Meski demikian, mereka akan terus mengandalkan strategi dan kebebasannya untuk memilih. Mesipun Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) sering berkata : ‘Hidup ini silih berganti antara mengelus dada dan air mata.’

Ketika masih mejadi sultan Balkh, Syaikh Ibrahim Bin Adham,qs., pergi berburu, beliau terpisah dari pasukannya karena keasyikan mengejar rusa. Tak peduli kudanya letih, terus dipacunya sampai melewati akhir daratan, rusa itu berbalik dan berkata : ‘Engkau diciptakan bukan untuk hal semacam ini! Engkau tidak dibawa dari dunia ketidak beradaan menuju dunia keberadaan hanya untuk memburuku. Anggaplah engkau telah menangkap aku, kemudian apa yang akan engkau lakukan?’ Mendengar hal itu, ia menjerit dan loncat dari atas kudanya. Lalu melepaskan atribut-atribut kerajaannya yang berupa jubah yang bertabur permata, senjata dan kuda, dan ditukar dengan mantel tebal milik seorang gembala. Dengan memakai mantel kasarnya, dia berangkat diatas jalannya sendiri. Syaikh Ibrahim Bin Adham,qs., ingin menjadikan rusa sebagai mangsanya, tetapi Tuhan menjadikan dia sebagai mangsa rusa. Apa pun yang terjadi di dunia, semuanya adalah kehendak Tuhan.

Begitu juga kisah tentang Umar Bin Khatab,ra., suatu saat, sebelum menjadi muslim, beliau pergi kerumah adik perempuannya. Saat tiba disana, adiknya sedang melantunkan surah Thaha dari al-Qur’an dengan keras-keras. Melihat Umar,ra., datang, dia berdiam diri dan menyembunyikan al-Qur’an. Umar.ra., menghunus pedangnya dan berkata : ‘Katakan kepadaku, apa yang sedang engkau baca dan kenapa engkau langsung menyembunyikannya ketika aku datang. Atau aku akan langsung memotong kepalamu dengan pedangku dan tidak memberimu ampun!’ Mengetahui kesungguhan ancaman dan kekejaman Umar,ra., adiknya, yang merasa takut atas kehidupannya, akhirnya mengaku, ‘Aku sedang membaca ayat-ayat yang telah diwahyukan Tuhan diwaktu terakhir kepada Muhammad,saw.’ ‘Bacalah lagi apa yang tadi engkau baca dan aku akan mendengarkannya,’ katanya. Maka adiknya kembali membaca surah Thaha. Maka ketika mendengarnya, Umar,ra., menangis dan merasakan sebuah anak panah hidayah terbang dan menikam hatinya. Pedang yang tadinya diperuntukkan untuk memenggal kepala adiknya, Allah SWT menjadikan dia terpenggal kekafirannya oleh pedang keimanan. Apa artinya kehendak Umar,ra., yang perkasa itu? bahwa segala hal ternyata berjalan atas kehendak Tuhan.

Bagaimana semua ini bisa terjadi? Tuhan selalu mengawasi dan bersama manusia tetapi manusia tidak bisa merasakannya. Semua terjadi karena kehendak Tuhan, manusia menyangkalnya dan berkata yang ini kehendak Tuhan dan yang lain karena upaya sendiri. Apa benar demikian adanya? Seperti yang termaktub ayat al Qur'an diatas, bahwa Allah membatasi antara manusia dan hatinya, yakni manusia milik dirinya sendiri dan hati milik Allah. Oleh karenanya wahyu diturunkan kepada yang manusia dan hatinya milik Allah SWT. Selama sisa kedirian masih ada maka tauhid af'alnya belum bersih, konflik batin antara kehendak dirinya dan kehendak Tuhannya silih berganti mengganggunya.

Syaikh Ibrahim Bin Adham,qs., sedang beristirahat ditepi pantai, dan melepaskan mantel yang diperoleh dari gembala, mantelnya sudah mulai usang dan koyak. Beliau mulai menjahit bagian yang robek. Seorang yang pernah menjadi pelayannya melihatnya dan berkata dalam hatinya : 'Sungguh luar biasa, menakjubkan! Demi mantel yang usang dan koyak itu, dia rela melepaskan tahta.'Syaikh Ibrahim Bin Adham,qs., dapat membaca pikirannya, maka jarum yang sedang dia gunakan dilemparkannya kedalam laut. Sesaat kemudian, dia berteriak keras memanggil jarum itu untuk kembali ketepi. Ajaib, ratusan bahkan ribuan ikan bermunculan pada saat yang sama. Terjepit diantara bibir mereka sebuah jarum emas, 'Ini jarummu, Syaikh, ambillah.'Melihat kejadian itu, matan pelayan tercengang. Syaikh menatap wajahnya, 'Katakan kawan, mana yang lebih mulia, lebih berharga, kerajaan dunia yang telah kulepaskan atau kerajaan ruhani ini?' Beliau melanjutkan : 'Dan sesungguhnya ini pun masih belum apa-apa, bila engkau meniti jalan kedalam diri, dalam istana hatimu itu engkau akan menemukan harta karun. Khazanah ruhani yang tak terhingga nilainya.'Mendengar kata-kata itu, si mantan pelayan mengalami ekstase, 'Ah, sungguh beruntung ikan-ikan didalam laut. Mereka mengenal para Syaikh. Sebaliknya manusia sulit mengenali mereka.' Dia bersujud untuk menghormati Syaikh dan meninggalkan tempat itu dalam mabuk cinta Ilahi.

Allah SWT memerintahkan Iblis bersujud dihadapan Adam, namun Dia berkehendak lain. Lalu Allah SWT memerintahkan Adam agar tidak memakan buah kuldi, namun Dia berkehendak sebaliknya. Kemudian Allah SWT memerintahkan Adam untuk turun ke dunia untuk menjalani hukuman, namun Dia justru berkehendak memuliakannya. Agar bisa memahami kehendak Tuhan, seseorang harus menjadi 'pengantin' Tuhan. Untuk bisa menjadi 'pengantin' haruslah terlebih dahulu menyelami sifat-sifat-Nya. Lalu untuk bisa menyelami sifat-sifat-Nya tidak ada jalan lain, kecuali membangun kehidupan persahabatan dengan seorang Syaikh. Ditangan seorang Syaikh, jarum usang bisa berubah menjadi jarum emas. Untuk bisa membangun kehidupan persahabatan dengan seorang Syaikh haruslah sudah menjadi mantan pelayan, mantan pelayan apa? Yakni, mantan pelayan hawa nafsu, maka analog selembut apapun akan mudah dicernanya. Haruslah sudah 'selesai' dengan kemewahan dan kesenangan duniawi. Sebelum itu, jangan berharap bisa 'bertemu' dengan seorang Syaikh, meskipun engkau serumah dengannya. Lalu apa harus miskin terlebih dahulu? Tidak! kemiskinan dan kekayaan pun semua atas kehendak Tuhan, akan tetapi keterikatan hati ini yang harus dilenyapkan dari sesuatu selain-Nya. Lalu bila ia bernasib mujur, Tuhan akan menolongnya dengan mencahayai hatinya, sehingga dapat merasakan secara hakiki bahwa segala sesuatu terjadi atas Kehendak-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.