Selasa, 04 Agustus 2009

15 SYA'BAN - NISFU SYA'BAN

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

Syaikh Waasi’ Achmad Syaechudin (semoga Allah merahmatinya) biasa membuka Kholaqoh Dzikir dengan membaca shalawat Fatih dan shalawat Ibrahimiyah lalu dilanjutkan dengan melantunkan doa munajat dan membaca surat Al-Ikhlas. Kemudian beliau berkata : “Alhamdulillah wa syukru alaa nia’millah, dengan Kegagahan-Nya (Jalal) dengan Kemahakuasaan-Nya bahwa Allah SWT telah menunjuk orang-orang yang diinginkan-Nya, untuk memasuki kholaqoh dzikir, agar tersucikan, agar bertaubat, padahal mungkin dalam hati orang-orang yang ditunjuk itu, tidak berniat untuk bertaubat, tetapi jika Allah berkehendak digiringnya orang-orang masuk kedalam kholaqoh dzikir yang Nabi,saw., menyebutnya ‘Raudhah min riyadhil jannah, taman dari pada taman-taman surgawi,’ dan diberinya sebesar-besar pahala, diampuni segala dosanya, begitulah kekuasaan Allah yang harus kita sadari dan kita syukuri.” Setelah diam sejenak beliau melanjutkan : “Sebentar lagi akan tiba malam Nisfu Sya’ban, dianjurkan untuk memperbanyak peribadatan pada malam hari, khususnya masalah pensucian diri dan pengampunan dari dosa-dosa, lalu banyak melakukan sholat sunat, syukur kalau bisa mendirikan sholat tasbih, berdzikir dan membaca Al-Qur’an, lalu keesokan harinya berpuasa sunat. Setelah itu tidak ada lagi puasa sunat yang dianjurkan sampai memasuki Bulan Ramadhon, kecuali bagi yang mewiridkannya.”

Begitulah Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) membuka kholaqoh dzikir, yang didalamnya terdapat barokah-barokah yang tidak pernah habis, ‘ilmu pengetahuan’ dan keutamaan-keutamaan dari ‘dzikir bersama’, yang banyak hadits shahih meriwayatkan keunggulan berdzikir dibanding dengan ibadat lainnya, dan juga terdapat pada ayat suci Al-Qur’an : ‘Dan Sesungguhnya mengingat Allah (dzikir) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.’ (QS 029 : 45) Itulah sebabnya kholaqoh dzikir menjadi sebaik-baik tempat untuk didatangi diatas bumi ini.

Malam Nisfu Sya’ban mempunyai keutamaan tersendiri, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Sayyidah Siti Aisyah,ra., yang menuturkan bahwa Rasulullah,saw., pernah berkata : ‘Pada malam nisfu Sya’ban Allah mengampuni orang-orang yang mohon ampunan dan merahmati mereka yang mohon rahmat, serta menangguhkan akibat kedengkian orang-orang yang dengki.’ Menurut sebuah riwayat bahwa doa Nisfu Sya’ban berasal dari Ibnu Mas’ud,ra., yang didalamnya terdapat permohonan dihapus atau ditetapkannya apa yang termaktub pada Lauh Mahfudz., lalu atas hal ini banyak kaum muslimin terjebak didalam perdebatan mengenai apakah suratan takdir atau sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah dapat terhapus. Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) sering berkata : ‘Bersegeralah melakukan kebaikan, karena kebaikan akan mengganti keburukan-keburukan yang telah kita lakukan.’ Hal tersebut sesuai dengan firman allah SWT : ‘Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.’ (QS 011 : 114) ‘Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’ (QS 025 : 70) ‘Kemudian Kami ganti kesusahan itu dengan kesenangan hingga keturunan dan harta mereka bertambah banyak, dan mereka berkata: "Sesungguhnya nenek moyang Kamipun telah merasai penderitaan dan kesenangan", Maka Kami timpakan siksaan atas mereka dengan sekonyong-konyong sedang mereka tidak menyadarinya.’ (QS 007 : 95)

Diriwayatkan bahwa pada malam Nisfu Sya’ban, diantara waktu Magrib dan Isya kaum muslimin terdahulu, melakukan shalat sunat awwabin sebanyak enam rakaat, lalu dilanjutkan dengan mendirikan shalat sunat Nisfu Sya’ban dua rakaat banyaknya, setelah itu membaca surat Yaa Siin tiga kali, baru kemudian memanjatkan doa Nisfu Sya’ban yang masyhur itu.

Memperhatikan wejangan Syaikhuna diatas, terdapat dua keadaan yang sangat jauh jaraknya, serta berbeda peruntukkannya, sebagaimana jauhnya jarak antara timur dan barat. Beliau menyebut orang-orang yang memasuki kholaqoh dzikir termasuk yang mulia dirinya sendiri, dengan : ‘Atas Kehendak Allah SWT’, sebaliknya bila menyebut pekerjaan malam Nisfu Sya’ban yang diperuntukkan bagi murid-muridnya, beliau menganjurkan agar para murid melakukan riyadhah dan mujahadah pada malam itu. Yang pertama, memperlihatkan kesempurnaan keadaan, yakni gugurnya upaya dan eksistensi diri, gugurnya pengakuan terhadap upayanya sendiri sehingga ia bisa sampai dan memasuki kholaqoh dzikir, meskipun didalamnya ada tindakan riyadhah dan mujahadah kecil, yakni adanya niat yang kuat, mengalahkan kemalasan, mengeluarkan pembiayaan, dan meninggalkan keluarga untuk sesaat, namun semua itu sirna, yang ada didalam rasa adalah karena kemurahan Tuhanlah, bukan karena upayanya, karena sifat Ar-Rahmaan dan bukan karena kemauannya maka ia sampai kedalam kholaqoh dzikir. Inilah ujung daripada maqom-maqom, inilah fana dari diri dan baqo bersama Tuhannya. Sedangkan yang kedua, adalah anjuran untuk melakukan peribadatan dimalam Nisfu Sya’ban ditujukan teruntuk murid-murid terkasihnya, karena beliau ingin memberikan penghargaan yang tinggi kepada murid-murid yang memasuki medan mujahadah, yang tentunya masih ada konflik didalam jiwanya dalam mempermasalahkan sebab-akibat.
Ada orang-orang yang berkat Kemurahan Allah SWT sampai pada ketaatan kepada-Nya dan ada pula kelompok lain yang berkat ketaatannya kepada Allah sampai kepada Kemurahan-Nya. Yang pertama sesuai dengan firman-Nya : ‘Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).’ (QS 042 : 13) Pertolongan Allah (taufik) datang secara tiba-tiba, padahal ia tidak memintanya dan amal-amalnya masih sedikit, serta tidak mempersiapkan diri. Akan tetapi, orang-orang yang mendapatkan karunia yang demikian sangatlah sedikit. Dan yang kedua sesuai dengan firman-Nya : ‘Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (QS 029 : 69) Pada awalnya, menapaki jalan tasawuf, kehendak bebas (free will) merupakan faktor utama, karena seorang murid masih mengalami konflik-konflik dalam dirinya. Pada tingkatan ini, nalurinya masih dominan dibandingkan dengan ruhaninya, sehingga pengaruh bisikan-bisikan naluri masih menguasai diri, hingga dalam dirinya masih muncul sifat-sifat individual. Sehingga peribadatannya diakui sebagai tindak upayanya sendiri, sesuai dengan firman Allah SWT : ‘Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.’ (QS 053 : 39) Jika seorang murid teguh menjalankan pekerjaan tarekatnya, khususnya pada dzikir jahr dan dzikir khofi pada latifatul qolbi, maka qolbinya akan aktif, qolbinya akan tercerahkan, apa-apa yang tidak terlihat oleh orang awam menjadi terlihat olehnya, beroleh kejelasan-kejelasan, sehingga akan melepaskan secara perlahan tapi pasti terhadap ikatan egonya (nafsnya) dan telah siap menerima limpahan sifat-sifat Ketuhanan. Sifat-sifat majmumah (sifat tercela) berganti dengan sifat-sifat mahmudah (sifat terpuji). Proses ini hanya dapat terwujud melalui usaha yang kuat, dibawah asuhan seorang Mursyid, seorang Syaikh. Yang pada akhirnya, sifat-sifat individualnya gugur, pengakuan terhadap upaya dengan kekuatan sendiri sirna, dan akan tumbuh rasa yang hakiki didalam hatinya bahwa segala sesuatu itu merupakan perbuatan Tuhan semata (tauhid af’al) tanpa adanya campur tangan (upaya) dari makhluk.

Nah, perbedaan pendapat mengenai doa Nisfu Sya’ban, apakah takdir bisa dirubah dengan sebuah doa dan sebaliknya, menjadi terjelaskan, semua tergantung dari pada keadaan ruhani seseorang, pada maqom apa ia berbusana. Sehingga tidak perlu mempermasalahkan lagi, dan dengan jujur dapat melihat keadaan dirinya sendiri, apakah masih 'merasakan'bahwa peribadatannya di-aku-i sebagai upayanya sendiri ataukah sebaliknya. Semoga Allah mensucikan dan mengampuni dosa-dosa kita semua, amiin Yaa Allah Yaa Rabbal Alamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.