Bismillaahir Rahmaanir Rahiim
Pengajian Jum’at malam menyinggung tentang kebijaksanaan Lukmanul Hakim,as., yang begitu hebatnya, khususnya tentang khauf (takut) dan raja (harap). Karena hal ini telah dibicarakan pada bagian terdahulu, maka kita simak saja sebuah kisah yang lain, yang tidak kalah bagusnya, yang dikutip dari kitab mastnawi karya Hadrat Maulana Jalaluddin Rumi,qs.: Gurunya sejak lama sudah mengetahui bahwa kesadaran muridnya yang satu ini jauh lebih unggul daripada kesadaran dirinya. Seringkali, sang guru pun menyuruhnya untuk berbicara didepan murid-murid yang lain disaat pengajian tiba, dan juga mengambil alih peran sebagai Syaikh atau sebagai Guru, manakala Sang Guru berada jauh diluar kota, dengan berkata : ‘Luqman, tempat ini sepantasnya engkau duduki, biarkan aku melayanimu.’
Tidak terpikirkan oleh Luqman,as., apalagi mengharapkan untuk menjadi seorang syaikh, apalagi guru, karena ia menyadari bahwa untuk memimpin dirinya sendiri tidaklah mudah, apalagi memimpin orang lain. Oleh karenanya, ia tetap memasang kewaspadaan yang tinggi dan tidak terkecoh, serta tidak tergoda oleh tawaran sang mursyid dan tetap melayaninya. Pada suatu hari, Sang Guru mendapatkan kiriman buah melon. Lalu dipotongnya sendiri buah itu, dan setiap potongan diberikannya kepada Luqman. Luqman pun memakannya, sambil memuji rasa buah itu, ‘Sungguh manis, seperti madu,’ sampai dia menghabiskan tujuh belas potong. Tinggalah sepotong lagi, maka timbul keinginan dalam diri Sang Guru untuk mencicipinya. Ketika dimasukkan kedalam mulutnya, dia baru tahu betapa asamnya buah itu. ‘luqman, buah se-asam ini engkau puji, dan engkau katakan bahwa manisnya seperti madu? Begitulah Sang Mursyid menegur muridnya. Luqman,as., menundukkan kepalanya dan berkata : ‘Maafkan aku guru, aku tidak ingin guru memakan melon yang asam itu, maka aku bermaksud menghabiskannya sendiri. Karena dalam kehidupan ini, sudah cukup banyak manisan yang kuperoleh dari tanganmu. Baru pertama kali ini, engkau memberikan buah yang asam, apakah aku harus menolaknya? Lagipula, buah yang asam itu sudah tersentuh oleh tanganmu yang manis, yang engkau potong dengan pisau kasih sayangmu. Tidak guru! Aku tidak akan pernah menolak pemberianmu.’
Inilah cinta, buah asam terasa manis karena cinta. Jarum usang berubah menjadi emas karena cinta. Jiwa yang kotor menjadi bersih juga karena cinta. Orang yang cacat kesadarannya tidak akan pernah merasakan manisnya cinta. Tidak pernah bisa membedakan apa yang disukai dan dibenci oleh yang dicinta. Mereka yang buta dari cinta, secara lahiriyah terlihat selalu bersama dengan yang dicinta, namun untuk melayani dirinya bukan melayani yang dicinta. Cinta hanyalah bagi orang-orang yang telah berhasil membunuh dirinya, yang hidup dalam diri yang dicinta. Untuk mengenal cinta dibutuhkan kesadaran yang tinggi. Dibutuhkan rahmat dari Dia Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Sabtu, 31 Juli 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.