Jumat, 21 Februari 2020

TAREKAT -THORIQOH

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

Tarekat adalah sebuah madrasah yang unik, yang didalamnya terdapat guru dan murid yang mempunyai tekad yang kuat untuk mengenal Allah.

Secara phisisk terlihat sama antara madrasah tarekat dengan sekolah pada umumnya, ada guru dan murid. Bedanya, murid disekolah pada umumnya akan diajar oleh gurunya, sedangkan pada tarekat, murid akan dididik (tarbiyah) dengan cara qudwah. Gurunya memiliki akhlak yang baik, maka murid berkehendak meneladaninya dengan cara mencontoh bukan membaca buku. Karena pembentukan akhlak itu harus melalui pendidikan (tarbiyah) dan bukan pengajaran (ta’lim) saja. Apabila seseorang telah mengikat persahabatan untuk meneladani (qudwah) maka hal ini dapat disebut sebagai proses tarekat, dan sebaliknya orang yang bertarekat namun tidak meneladani (qudwah) gurunya, maka dia belum bertarekat. Karena tarekat itu sebetulnya adalah jalan untuk menumbuhkan sifat Ketuhanan atau sifat-sifat ruhani. Ada juga yang mengatakan bahwa tarekat itu jalan untuk mempertemukan syariat dengan hakikat, sebagai contoh bahwa seseorang sudah memberi tapi belum mempunyai sifat dermawan, maka memberinya merupakan keterpaksaan. Nah, agar memberi itu berbuah menjadi amal maka harus ikhlas. Memberi adalah ajaran syariat sedangkan dermawan adalah sifat ruhani, yang diwariskan melalui keteladanan (qudwah), maka apabila seseorang berkeinginan melaksanakan perintah-perintah syariat secara sempurna, dalam hal ini memberi, maka harus memiliki hakikat memberi itu, karena memberi itu tumbuh dari sifat dermawan. Mencari sifat dermawan itu sama artinya dengan mencari hakikat, cara yang termudah untuk mendapatkannya adalah bersama dengan orang yang dermawan, dan orang yang dermawan itu bersedia mendidiknya (tarbiyah), inilah yang disebut dengan tarekat atau thoriqoh. Syekh Yusuf Makassar,qs, dalam kitab sirr al Asror (judul kitab ini sama dengan judul kitab karya Hadrat Syaikh Abdul Qodir al-Jilani,qs) berkata bahwa tarekat itu mencontoh akhlaknya Nabi,saw dan pintunya adalah mahabbah. Karena bisa saja orang mengikuti lahiriyah Nabi,saw, saja seperti rukuknya, sujudnya, jalannya, pakaiannya, tetapi jiwanya macam Abu Jahal.

Guru di madrasah tarekat disebut sebagai Syaikh, adalah yang mempunyai ‘hal’ atau keadaan jiwa yang dapat membangkitkan, membangun keinginan rohani murid untuk dekat kepada Allah. Syaikh itu bukan hanya mendidik murid untuk melawan hawa nafsu saja, melainkan juga membawa murid kepada Allah. Keperluan murid kepada Syaikh adalah untuk mewarisi akhlak. Syaikh merupakan anugerah dari Allah SWT, dan hadiah dari Allah untuk murid, jika sang murid benar di dalam irodahnya. Murid adalah seorang yang memurnikan keinginannya kepada Allah bukan kepada yang lain, maka jika seseorang menginginkan Allah, maka Allah akan temukan kepada seorang Syaikh. Oleh karenanya, seorang Syaikh itu tidak mudah memberi baiat. Karena kebanyakan orang hanya ikut-ikutan saja ingin bertarekat, melihat informasi di media sosial ada guru dengan jubah dan sorban tebal dan muridnya banyak, maka ingin ikutan, itu pikiran dan tindakan yang salah. Karena madrasah tarekat itu hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah, artinya bahwa Allah yang akan memberikan petunjuk-Nya. Itu sebab setiap orang yang bertarekat mesti memeriksa dirinya sendiri, sesungguhnya apa yang dinginkannya, kalau niatnya tidak lurus maka akan jumpa guru yang tidak lurus pula, meskipun nama tarekat sama, wiridnya dan dzikirnya sama, tetapi tawajuhnya yang tidak sama. Itu sebab hakikat tarekat adalah shidqut tawajjuh artinya tujuan yang betul-betul menginginkan Allah. Dan murid itu adalah orang yang memurnikan kehendaknya atau irodahnya hanya kepada Allah (tajjarud).

Hampir di semua kitab tasawuf yang menjelaskan maqomat ruhiyah terdapat penjelasan maqom sabar, para syaikh sufi menjelaskan dari sudut pandang yang bebeda-beda tetapi mempunyai kesamaan makna. Demikian pula pada pengajian kami, Syaikh Wassi’ Achmad Syaechudin (semoga Allah merahmatinya) mensyarahkan bab sabar yang terdapat pada kitab Al Luma karya Syaikh Abu Nashr as-Sarraj ath-Thusi,qs. Lalu apakah dengan mengikuti pengajian ini murid-murid menjadi sabar?

Sabar seperti cahaya, jika jendela dan pintu rumah hati tidak terbuka maka cahaya sabar tidak akan pernah masuk, meskipun dibacakan dan dijelaskan tentang sabar kepadanya ratusan kali banyaknya. Yang pertama adalah tarbiyah wajib dilakukan oleh guru yang mempunyai sifat sabar, bagaimana mau mewarisi sifat sabar kepada muridnya jika dia tidak punya? Oleh sebab itu manhaj tarekat bukan ta’lim saja melainkan tarbiyah, jika ta’lim saja hanya akan sampai kepada akalnya. Sabar adalah sifat ruhani, salah satu sifat Allah SWT yang ditajallikan pertama kali kepada Rasulullah,saw, kemudian diwariskan kepada para sahabat dan ulama sesudahnya. Jasad bisa saja mati, tetapi cahaya sabar ini akan terus berpindah dari pemilik yang satu kepada penerusnya, pewarisnya. Sabar adalah salah satu dari sekian banyak akhlak mulia atau maqom ruhiyah, atau anwar, atau Nur Muhammad atau Hakikat Muhamamadiyah, Oleh sebab itu ada hadis yang mengatakan bahwa ulama itu perwaris para nabi. Prakteknya adalah dengan cara tarbiyah artinya guru yang mepunyai sifat ruhani atau maqom ruhiyah, akan memperlakukan muridnya dengan sabar, maka sang murid akan terwarisi sifat sabar itu, manakala sang murid membuka jendela dan pintu mahabbah kepada gurunya dengan cara suhbah. Seperti orang tua yang menegur anaknya dengan cara membentak menggunakan kata ‘sabar!’, bagaimana dengan cara ini sifat sabar bisa ditiru oleh anaknya? Bukannya sabar yang berpindah melainkan amarahnya. Aqidah akhlak adalah tarbiyah, karena tarbiyah adalah proses pewarisan, pesenergian, pemindahan, pembentukan, ini yang hamper punah pada saat ini.

Banyak orang yang mengambil gelar kesarjanaan agama pada Universitas yang berada di luar negeri, manhajnya adalah ta’lim bukan tarbiyah, maka para sarjananya banyak yang saling memberikan kritikan khusnya kepada tasawuf atau tarekat. Bahkan di pondok pesantren pun manhajnya hanya ta’lim bukan tarbiyah. Sehingga menilai sesuatu bukan dengan ruhaninya melainkan dengan nafsunya. Berbeda dengan madrasah tarekat, ada murid yang kesehariannya khidmat kepada gurunya, melayani dengan membawakan kitabnya, menyiapkan minum, obat-obatan, membukakan pintu, maka jika sang guru adalah pemilik cahaya, pemilik maqomat ruhiyah atau Nur Muhammad, akan pindah kepada sang murid, inilah yang dinamakan waris-mewariskan, artinya sang murid tidak di ta’lim melainkan tarbiyah. Oleh sebab itu tidak di bolehkan bagi seseorang yang tidak merasakan pengalaman tarbiyah dari guru mursyidnya menjadi guru tarekat. Bagaimana bisa orang yang tidak ingin menjadi murid ingin mempunyai murid. Dijaman sekarang banyak orang mengajar hanya untuk mendapatkan uang bukan ingin memindahkan waris. Hasilnya adalah meskipun sholat tapi ghibah jalan terus, berjuang atas nama Islam tetapi menghancurkan hati manusia. Dinegara Arab sudah terjadi perang saudara, kita pun hakikatnya demikian pula, karena semua mengaku pergi ke Allah padahal sedang pergi ke dirinya dan paling jauh pergi ke jamaahnya.

Demikian semoga bermanfaat wallahualam bisawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.