Rabu, 20 Juli 2016

JILBAB

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

Di kereta api seorang wanita berjilbab ditangkap oleh yang berwajib, pasalnya ia kepergok mencopet. Sang korban terheran-heran, bagaimana bisa wanita yang berjilbab mencuri? Jika sang pencopet memakai topeng hitam dan membawa senjata, maka orang akan menghindarinya, karena ciri-cirinya dikenali sebagai penjahat. Tetapi tidak demikian dengan wanita yang berjilbab, ia mengelabui penumpang dengan perilaku yang sopan agar tidak dicurigai atas apa yang akan diperbuatnya, agar dirinya dianggap sebagai penganut agama yang taat. Dengannya akan lebih memudahkan melakukan niat jahatnya. Jilbab yang seharusnya digunakan sebagai penutup aurat guna memperoleh ridho-Nya, malah digunakan sebagai penutup kejahatan yang memicu kemurkaan-Nya. Kejahatan yang berkedok agama sedang marak di negeri kita ini.

Bayangkan, bagaimana jika dilakukan oleh seorang yang dianggap sebagai kyai, ustadz atau ustadzjah, padahal hanya sedikit menghafal ayat Al Qur'an dan hadis dari buku dan tidak pernah mengenyam pendidikan agama di pesantren ataupun di perguruan tinggi. Jilbabnya berupa pengetahuan tentang syariat agama, mencopetnya dengan cara menjual kata-kata indah, target korbannya adalah para jamaah. Modusnya dengan cara, membesar-besarkan fadhilah tentang amal dan menyampaikan ancaman tentang tempat kembali orang-orang yang kikir, yakni neraka jahanam. Cara ini cukup jitu, banyak jamaah yang secara sukarela atau terpaksa mengeluarkan harta bendanya. Kejahatan jenis ini banyak muncul di tv, sebagai media yang tepat sebagai sarana pencitraannya. Ibu-ibu sangat menggemari acara-acara ini, berdalih mendengarkan atau hadir dalam pengajian, sebagai alasan kepada suami guna lari dari memenuhi kewajiban utamanya. Hukum Negara tidak menyentuh masalah ini, karena niat tidak terlihat, tetapi hukum agama jelas melarangnya. Baru-baru ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa agar tidak memanggil pendakwah yang memasang tarif tinggi. Ironisnya masyarakat kadung menyebut para pendakwah yang memasang tarif sebagai ulama. Rasulullah,saw., pernah bersabda : 'Ulama itu adalah orang-orang yang dipercaya oleh para Rasul, selama tidak mukhallathah (dikendalikan) oleh penguasa yang dzalim, dan selama tidak menjadikan dunia sebagai tumpuan hidupnya. Apabila mereka dikendalikan oleh para penguasa yang dzalim, maka sesungguhnya mereka telah berkhianat terhadap Allah dan Rasulnya. Karena itu, jauhilah mereka itu.' Imam Al-Ghazali telah membagi ulama menjadi dua kelompok, yaitu ulama dunia dan ulama akhirat. Ulama dunia adalah orang yang mencari kedudukan, kehormatan dan kesenangan duniawi dengan menggunakan ilmunya, sedangkan ulama akhirat bersikap sebaliknya. Iblis laknatullah pernah berkata kepada Rasulullah,saw., bahwa selama seorang hamba masih menyukai harta dan sanjungan dan hatinya selalu terikat dengan kesenangan dunia, ia sangat patuh padaku.

Lebih jauh lagi dengan cara yang teramat halus, dilakukan oleh orang-orang yang mengaku sebagai seorang pembimbing ruhani, padahal ia tidak pernah di khirkhoh dari sebuah tarekat yang mutabaroh. Jilbabnya berupa ilmu keruhanian, ilmu tentang seluk beluk hati, mencopetnya dengan cara menyampaikan pengetahuan tentang keutamaan memusuhi dunia (zuhud) dan merasa cukup (qona’ah). Dengan cara yang apik, menceritakan kedekatan Tuhan dengan para syaikh sufi yang melakukannya, menekankan tentang keajaiban-keajaibannya dan berperilaku seolah-olah dirinya dalam keadaan yang sudah demikian. Padahal batinnya berlawanan dengan bicaranya, disuruhnya jiwa orang untuk memusuhi dunia (zuhud) dan merasa cukup (qona'ah), namun justru ia mengharapkan kenikmatan dunia dan serakah. Imam Junayd,qs., meraknya para sufi telah memperingatkan hal yang demikian sejak lebih dari seribu tahun yang lalu. Seorang ulama mengatakan : ‘Jika ulama menjadi kaya setelah miskin, saya ingin tahu ayat mana yang ia jual. Dan jika ulama menjadi miskin setelah kaya, memang harus demikian adanya, karena rasa takutnya yang demikian besar kepada Allah SWT, lalu dengan ilmunya ia dermakan harta bendanya kepada yang membutuhkannya.’ Guru kami tercinta Syaikh Waasi' Achmad Syaechudin (semoga Allah merahmatinya) pernah bercerita bahwa beliau pernah menerima hadiah berupa sebidang tanah dari kakek guru Syaikh Nuurunnaum Suryadipraja (semoga Allah mensucikan ruhnya), meskipun beliau hidup dalam keadaan yang sangat sederhana. Begitu pula yang dilakukan oleh guru kami, amal lahirnya saja tidak diketahui oleh muridnya, apalagi amal batinnya. Inilah sebuah bentuk bimbingan yang bukan saja pengetahuan dan pekerjaan tentang tasawuf saja, melainkan berupa tindakan yang indah agar menjadi suri tauladan bagi murid-muridnya di masa mendatang, sebagi wujud dari keadaan zuhud dan qona'ahnya.

Lalu bagaimana jika pencopetnya tidak berwujud, ia berada di dalam diri sendiri yang merampok amal-amal yang tersimpan. Jilbabnya berupa dorongan agar menceritakan amal baiknya kepada orang lain (su’ma) atau berbangga atas perbuatan baiknya (ujub). Semuanya menjadi sia-sia, amalnya akan habis atau hangus sebagaimana kayu bakar habis dimakan api.

Kejahatan bertingkat-tingkat, dari yang mudah dikenali sampai dengan yang samar. Seperti jenis, bentuk dan corak jilbab yang beraneka ragam. Tujuan memakai jilbab agar tdak dilihat oleh orang lain atau bukan muhrimnya, tetapi malah ingin dilihat oleh orang lain dengan model dan bentuk jilbabnya yang aneh-aneh. Persis seperti keadaan hati orang yang selalu ingin memberitahukan perbuatan baiknya (amal) kepada orang lain, bukan menyembunyikannya. Amal yang tersembunyi mempunyai keutamaan yang tinggi, bahkan lebih baik dari pada manafaat angin, air, api, besi dan gunung-gunung bagi kehidupan manusia. Misteri amal yang bersih sesungguhnya berasal dari pertolongan Allah SWT, jika manusia membuang amalnya dengan cara memberitakan kepada orang lain, sungguh sangat disayangkan.

Sebuah dialog antara malaikat dengan Allah SWT, sebagaimana diriwayatkan oleh Baginda Nabi,saw., dalam hadis qudsi : 'Ketika Tuhan menciptakan bumi, dia mulai bergetar. Maka Dia menciptakan gunung-gunung dan berkata kepada mereka, "kuasai dia" maka bumi menjadi tenang.' Para malaikat heran melihat kekuatan gunung-gunung. Mereka berkata, "Wahai Tuhanku, adakah di antara makhluk-makhluk-Mu yang lebih kuat daripada gunung-gunung itu?" ia berkata, "Ya, besi." Mereka berkata, "Wahai Tuhanku, adakah di antara makhluk-makhluk-Mu yang lebih kuat daripada besi?" Dia berkata, "Ya, api." Mereka berkata, "Wahai Tuhanku, adakah di antara makhluk-makhluk-Mu yang lebih kuat daripada api?" Dia berkata. "Ya, air." Mereka berkata, "Wahai Tuhanku, adakah di antara makhluk-makhluk-Mu yang lebih kuat daripada air?" Dia berkata. "Ya, angin." Mereka berkata, "Wahai Tuhanku, adakaih di antara makhluk-makhluk-Mu yang lebih kuat daripada angin?" Dia menjawab, "Ya. putra Adam. Dia memberi sedekah dengan tangan kanannya tanpa diketahui oleh tangan kirinya."

Bahwa yang mendorong pada perbuatan amal adalah ruhani dan Ilahiah, yang sepenuhnya kosong dari sifat-sifat lahiriah, dan hal ini tidak mungkin dilakukan tanpa pertolongan-Nya. Yang membuatnya begitu sulit adalah karena manusia merupakan gabungan dari sifat-sifat ruhani dan jasmani yang tercampur dengan sempurna. Jiwa manusia selalu mengajak kepada kejahatan sedangkan ruh manusia mengajak kepada kebaikan. Jika keadaan ruhani seseorang bercahaya murni tanpa adanya pengaruh dari sifat lahirnya. Dia akan memiliki kekuasaan dan kekuatan untuk berbuat baik. Dia akan lebih unggul daripada kebanyakan malaikat, sebab sifat bawaan malaikat adalah bebas dari pengaruh sifat-sifat jasmani. Tetapi di dunia ini, indra-indra dan sifat-sifat jasmani berhadapan dengan yang ruhani, dan jiwa menguasai jasmani sangat kuat. Maka kekuasaan dari ruh, yang dianggap sebagai tangan kanan manusia tidak dapat mengatasi kekuasaan komposisi jasmaninya, yang mempunyai arah tangan kiri. Oleh karenanya jika tangan kanan manusia berbuat kebaikan tanpa diketahui oleh tangan kirinya, adalah merupakan karunia-Nya yang besar. Amal tersebut harus ditutup rapat-rapat agar tidak diketahui oleh orang lain dan dirinya, agar tidak hilang percuma, seperti wanita yang menutup auratnya dengan jilbab.

Sayidah Fatimah,ra., mengatakan bahwa : 'Wanita yang baik adalah yang tidak dilihat oleh pria dan tidak melihat pria.' Untuk menangkap kejahatan yang samar harus menggunakan ilmu yang tinggi dan atas bantuan dari Allah SWT. Begitu juga sebaliknya, yaitu kebaikan, dari yang mudah dilakukan sampai dengan yang halus. Besar kecilnya amal seseorang tergantung kepada niatnya, tergantung kepada kebersihan dan kemurniannya. Semua ini terjadi sesuai dengan keadaan hati. Oleh karena begitu penting kesehatan hati ini, maka menjadi tujuan utama bagi para pembimbing ruhani untuk membersihkan keadaan murid-muridnya dari noda-noda dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.