Bismillahir Rahmaanir Rahiim
Seorang murid yang baru beberapa kali menghadiri kholaqoh dzikir mendapat ijazah dari guru kami tercinta syaikh Waasi’ Achmad Syaechudin (semoga Allah merahmatinya) berupa dzikir jahr (dzikir yang bersuara) dan dzikir lathaif (dzikir yang tidak bersuara). Sang murid hanya bisa terbengong-bengong, karena baru pertama kali mendengar nama-nama itu dan baru mendapatkan pekerjaan yang terasa asing baginya, meskipun ia pemeluk Islam sejak kecil. Yang mulia Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) menangkap keadaan ini dan berkata : ‘Insya Allah setelah upacara dzikir jahr selesai, akan dijelaskan makna dan tatacaranya.’ Mendengar ini sang murid merasa lega.
Dzikir jahr atau dzikir yang bersuara yang disertai dengan gerakan kepala, dapat dilakukan sendiri atau bersama-sama, banyak hadis yang menerangkan keutamaan dari pada dzikir ini. Jika dikerjakan secara bersama-sama, Rasulullah,saw., menyebutnya sebagai ‘raudhah min riyadhil Jannah atau taman dari pada taman surga’. Disebut demikian karena orang-orang yang berada didalamnya diampuni seluruh dosa-dosanya, sebagai gambaran seperti penduduk surga. Dzikir Jahr yang demikian adalah salah satu metodologi dari sebuah tarekat untuk mengingat Allah, sebelum memasuki dzikir lathaif, dengan cara mengulang-ulang menyebut kalimat Laa Ilaaha Illallaah, yang bertujuan agar hatinya tercerahkan dan bersih dari noda-noda yang melekat. Pada saat menyebut ‘Laa ilaaha’ (tiada yang lain yang aku sembah), yang mempunyai makna me-nafy-kan atau meniadakan segala sesuatu selain Allah, kepala digerakkan kearah bahu kanan, lalu disaat menyebut ‘Illallaah’ (kecuali Allah), yang maksudnya meng-isbat-kan atau mengkukuhkan hanya Allah saja kedalam latifatul qalbi, kepala diarahkan sambil dipalukan ke dada (shadr) tepatnya dua jari dibawah susu sebelah kiri, disinilah tempatnya hati yang batin atau latifatul qalbi.
Al Qur'an memberitahukan bahwa setelah ruh bersatu dengan jasad, terdapat subtansi yang halus atau lembut yang disebut hati. Hati adalah sebuah kelembutan yang mencakup seluruh lapisan batin manusia. Ada yang lebih kasar darinya dan ada yang lebih lembut. Seperti sebuah rumah, ada bagian luar yang disebut pagar, halaman, lalu bagian dalam rumah ada kamar, lemari dan peralatan lainnya. Setiap bagian mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Sesuatu yang lebih berharga akan ditempatkan dan disembunyikan didalam kamar yang khusus. Demikian pula dengan hati manusia, kesadaran atau pengetahuan yang lebih tinggi, ditempatkan didalam hati yang lebih kokoh, lebih khusus, lebih terjaga, lebih tersembunyi dan lebih tertutup. Istilah hati bagi orang awam mewakili penyebutan semua lapisan itu, sebagaimana rumah. Terdapat hadis qudsi yang mengatakan : 'Aku jadikan pada tubuh anak Adam (manusia) itu ada istana, disitu ada dada, didalam dada ada al-qalb, didalam qalb ada fu’ad, didalam fu’ad ada syaqaf, didalam syaqaf ada lubb, dan didalam lubb ada sir, sedangkan didalam sir ada AKU.’
Jika terdapat ‘Cahaya’ dilapisan terdalam pada diri manusia, seharusnya manusia bergerak diatas bumi ini sesuai dengan yang di kehendaki-Nya, namun faktanya tidak demikian, justru manusia bergerak kearah sebaliknya. Allah SWT mengendaki yang demikian untuk menguji manusia, sebagai pembeda daripada makhluk-makhluk lain, apakah ia berkemampuan dengan potensi-potensi yang ada dalam dirinya menjadi khalifah dimuka bumi ini. Allah SWT berfirman : ‘Dan Allah berbuat demikian untuk menguji apa yang ada dalam dadamu (shadr) dan untuk membersihkan apa yang dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati. (QS 003: 154).’ Allah SWT memperlihatkan, tanpa pertolongan-Nya tak ada satupun manusia yang mampu lepas dari jerat ini, semuanya akan binasa mengikuti keinginan jiwanya. Kesadaran inilah yang dikehendaki-Nya, maka dengan sifat Maha Kasih dan Maha Penyayang-Nya serta adanya taufik dan hidayah-Nya, Dia akan memilih manusia yang dikehendaki-Nya, untuk mampu berperang melawan dirinya sendiri sampai mati egonya dan hidup disisi-Nya. Rasulullah,saw., menyebutnya sebagai ‘mutu qobla anta mutu, matilah engkau sebelum engkau mati.’ Dalam hal ini Allah SWT berfirman: ‘Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.’ (QS 002 : 154). Inilah gambaran orang yang mati secara maknawi tetapi hidup bersama Tuhan-Nya (baqa). Ia terbunuh oleh cahaya cinta-Nya, oleh api perlawanan terhadap hawa nafsunya, oleh pedang tauhid, oleh cahaya mengikuti kebenaran dan api rindu.
Lapisan yang lebih kasar dari hati adalah shadr atau dada, tetapi bukan dada dalam bentuk lahiriyah melainkan yang batiniyah seperti halaman atau pekarangan pada rumah. Sebagaimana fungsi pekarangan, menampung banyak sampah dari tumbuh-tumbuhan, debu, kotoran hewan dan hewan yang tidak diundang ataupun orang lain serta syaithon. Apa yang masuk kedalamnya jarang terasa, seperti yang masuk kedalam shadr berupa sifat dengki, syahwat dan angan-angan. Secara umum fungsi shadr dapat dikatakan berkumpulnya sesuatu yang baik dan yang buruk atau tempak masuknya cahaya Islam dan berkuasanya nafsul ammarah atau yang selalu mengajak kepada kejahatan. Oleh sebab itu, kesempitan dan kelapangan dikaitkan dengan dada (shadr) bukan pada hati (qalb), sebagaimana Allah SWT berfirman ‘Maka bisa jadi engkau meninggalkan sebagian dari yang diwahyukan kepadamu dan dadamu (shadr) merasa sempit karenanya. (QS 011: 12).’ Dan : ‘Maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu (shadr) karenanya. (QS 007 : 2).’ Dan : ‘Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu (shadr). (QS 094 : 1).’
Jika didalam shadr terdapat banyak angan-angan dan tamu yang tidak diundang, maka pengetahuan yang diperoleh melalui panca indra, yaitu mata dan tekinga akan mudah lupa, karena cahaya hati tidak akan sampai kepada jawarih atau panca indra manusia dengan sempurna, sebagaimana cahaya matahari yang terhalang oleh awan. Sehingga jawarih bergerak tidak sebagaimana yang diharapkan oleh hati atau syariat agama. Jawarih akan mengikuti keinginan jiwa yang cenderung kepada dunia. Oleh karenanya, benda-benda asing yang berada di shadr harus selalu dibersihkan, atau halaman rumah harus disapu pada pagi dan sore hari. Pembersihnya berupa suara kalimat Laa Ilaaha Illallaah. Itulah mengapa guru kami tercinta Syaikh Waasi’ Achmad Syaechudin (semoga Allah merahmatinya) mengharuskan murid-muridnya untuk mengerjakan dzikir jahr ini dengan serius dan istiqomah pada waktu pagi dan petang, dengan mengikuti tatacara yang benar. Mengapa harus bersuara bukankah Allah itu Maha Mendengar? Ya benar, tetapi hati kita yang menjadi tuli, seperti cermin yang buram karena terlalu banyak kotoran di lapisan luarnya atau di pekarangannya atau di shadr-nya. Sehingga harus dibersihkan terlebih dahulu atau disapu dengan suara kalimat Laa Ilaaha Illallaah, agar cermin hati dapat memantulkan cahaya ilahi kedada (shadr) dan kemudian ke jawarih. Baru kemudian bila shadr-nya sudah bercahaya, maka cermin hati atau latifatul qolbi diisi atau dipahat dengan dzikir lathaif, dzikir yang sangat halus dan lembut tanpa suara dengan mengingat sambil menyebut Ismudzat, Allah … Allah … Allah, menyebutnya menggunakan lisan hati atau lisan batin bukan lisan lahir.
Demikian para sahabat, semoga bermanfaat.
Selasa, 26 Juli 2016
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.