Jumat, 23 Oktober 2015

ADAB

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: 'Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.'

Kata menyempurnakan pada hadis diatas dapat berarti merubah sesuatu menjadi lebih baik atau terpuji. Menyempurnakan akhlak sungguh sulit dilakukan, karena hal ini berkaitan dengan pendidikan jiwa seseorang, atau pendidikan sesuatu yang halus yang berada pada seseorang. Kitab petunjuk yang sempurna untuk menyempurnakannya adalah Al Qur'an atau wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Rasulullah,saw., melalui Malaikat Jibril,as. Seorang ulama mengatakan bahwa lebih sulit merubah jiwa seseorang dibanding dengan memindahkan gunung, ini adalah ungkapan yang mencerminkan pekerjaan yang hampir mustahil dengan jalan biasa. Sejarah telah membuktikan bahwa perubahan jiwa tidak mungkin dilakukan dengan cara revolusi melainkan evolusi atau tahap demi tahap dengan cara bimbingan atau pendidikan bukan pengajaran. Karena bimbingan atau pendidikan membutuhkan bukan saja ilmu pengetahuannya, melainkan contoh pendidik dalam bentuk perilaku kesehariannya. Oleh karenanya, betapa berat tugas yang di emban oleh Rasulullah,saw., para sahabat, ulama terkemudian, para mursyid dan para syaikh.

Yang mulia Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata bahwa : ‘Sebaik-baik manusia adalah yang paling baik adabnya dan sebaik-baik adab adalah baginda Rasulullah,saw. Karena keindahan adab ini, Allah SWT mencintainya.' Maka sahabat-sahabat terdekatnya juga mempunyai adab yang indah, sebagai akibat dari kepatuhan dan hurmat kepadanya. Sehingga terpelihara jalur cahaya dari dan kepada baginda Rasulullah,saw., (Nuurun alaa Nuur), yang pada akhirnya sampai kepada Allah SWT. Sekarang baginda Rasulullah,saw., dan para sahabat tercinta telah tiada, juga para masyaikh terdahulu. Oleh karenanya, tugas tersebut berada diatas pundak para pembimbing ruhani atau mursyid. Para salik berlomba untuk memasang adab yang baik kepada mursyidnya atau syaikhnya, agar cahaya (nuurun alaa nuur) itu tetap ada. Meskipun keadaan ruhani para murid belum sampai pada maqom adab, tetapi mereka berupaya dengan sekuat tenaganya dengan berpedoman kepada kitab adab yang disusun oleh para masyaikh terdahulu, yaitu adab antara murid dengan guru dan guru dengan murid. Kitab adab ini memberikan batasan yang tidak boleh dilanggar oleh para murid terhadap gurunya dan guru terhadap muridnya. Kepatuhan terhadap adab wajib diperlukan oleh para murid agar tidak tertutup jalan yang sedang ditempuh. Para salik menyadari bahwa buah daripada dzikrullah adalah keindahan adab, yang tercermin pada perilaku yang santun dan penuh dengan kasih sayang kepada sesama makhluk. Oleh sebab itu, kecerdasan spiritual seorang salik menjadi ujung tombak dari setiap tindakannya, jangan sampai dzikir menjadi tujuannnya, melainkan sebuah sarana untuk mencapai adab yang baik. Adab bisa dikatakan sebagai buah dari menanam pohon dzikir, tetapi pohon dzikir bukan merupakan sebab langsung dari buah adab, melainkan inayah dari Allah SWT, namun tanpa pohon dzikir mustahil seseorang akan baik buah adabnya.

Pengajian yang diadakan pada tanggal 23 Oktober 2015 berbicara tentang adab. Ustadz Yordanis Salam menyampaikannya secara apik dari kitab Kasyful Mahjub karya Imam Hujwiri,qs. Beliau berkata bahwasannya baginda Rasulullah,saw., bersabda : 'Perilaku-perilaku yang baik adalah bagian dari iman.' Tatakrama urusan duniawi maupun agama bergantung pada aturan-aturan disiplin (adab). Dikalangan manusia, perilaku yang baik adalah berbuat kebajikan, sedangkan bagi agama, perilaku yang baik itu adalah menunaikan Sunnah Nabi,saw., dan sehubungan dengan cinta, perilaku yang baik adalah penghurmatan. Imam Hujwiri,qs., berkata bahwa : 'Seseorang yang dengan seenaknya tidak menghurmati, maka ia tidak mempunyai tempat pada jalan tasawuf.' Bagi orang-orang yang bertasawuf, menghurmati yang lebih tua adalah pakaiannya dan menyayangi yang muda adalah pakaian yang lain. Jika mereka melihat sahabatnya baik lebih tua usianya ataupun lebih muda, ia akan segera mendatangi dan menghurmati serta mengucap salam kepada sahabatnya itu, bukan menunggu untuk didatangi dan dihurmati.

Seseorang mengatakan bahwa : ‘Kita adalah jiwa-jiwa yang pesakitan, oleh karenanya kita memohon kepada Allah SWT agar memperbaiki adab kita.’ Sesungguhnya ini adalah perkataan seorang syaikh sebagai pembimbing ruhani dan tidak boleh diucapkan oleh seorang salik, apalagi di majlis dzikir. Gunakan cara yang disukai semua orang. Ini adalah sedekah yang paling baik, yaitu dengan membuat orang senang, membuat yang hadir senang. Jagalah kehormatan mereka agar nanti mereka akan datang lagi. Berkah Allah swt berada dalam suatu pertemuan. Dia mengirimkan rahmat dari Samudra Rahmat-Nya bahkan kepada dua orang yang mengadakan pertemuan karena Allah swt. Sesama salik wajib mengucapkan kalimat-kalimat pujian yang indah, mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan dirinya sendiri dan berlaku adil bukan menuntut keadilan. Sebagaimana firman Allah SWT : 'Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik serta bantahlah mereka dengan cara yang baik,' (QS 16 : 125). Bagaimana Allah SWT akan memperbaiki adab kita, sedangkan kita tidak berupaya untuk memperbaikinya? Jika seseorang meyakini bahwa di kholaqoh dzikir juga dihadiri oleh makhluk ruhani yang mempunyai kedekatan dengan Allah SWT, dihadiri oleh para syaikh dan pemilik maqom yang tinggi, maka seorang salik tidak akan berani mengatakan hal seperti itu, tidak berani mengutip perkataan syaikh tanpa seizinnya, karena ini menunjukkan adab yang buruk, atau dengan jelas melanggar adab yang disusun oleh para masyaikh. Tidak sama, botaknya burung beo dengan seorang ulama, begitulah kira-kira sindirian Hadrat Maulana Jalaluddin Rumi,qs., terhadap orang-orang yang suka mengutip perkataan tanpa izin dari gurunya, sebagaimana yang tertulis dalam kitab Mastnawi. Karena itu, para murid mestilah saling mengetahui, mengenal dan mencintai satu sama lain demi keridhaan Allah dan Nabi-Nya serta para Kekasih-Nya agar diri ini mampu memasuki cahaya penuh berkah dan masuk kedalam lingkaran tertinggi dari persahabatan, jauh dari perpecahan dan keangkuhan. Kewajiban pertama seorang Murid setelah mendapat ijazah tarekat adalah untuk mencintai sesama saudara sepengajiannya secara khusus dan seluruh umat islam pada umumnya dengan sepenuh hati, karena Syaikh juga mencintai mereka semua.

Kalau kita tidak dapat menyadari betapa rusaknya jiwa ini dan tidak tahu cara mengobatinya, maka berhentilah merusaknya! Kita adalah apa yang kita lakukan, bukan apa yang kita bicarakan. Oleh karenanya mustahil keindahan adab tanpa adanya ketaatan, tidaklah mungkin ketaatan tanpa hidayah dan hidayah tanpa ketaatan. Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) pernah berkata : 'Lebih baik bagimu, memandang diri ini hina.' Wejangan ini indah sekali, orang yang merasa hina dihadapan Allah, maka Allah tidak akan membiarkan dirinya di tingkat itu, melainkan akan mengangkat derajatnya. Sebagaimana sebuah hadis yang mengatakan bahwa orang yang merendahkan hatinya di hadapan Allah, maka Allah akan mengangkat derajatnya. Sebaliknya, orang yang menyombongkan dirinya di hadapan Allah akan dijadikan hina oleh-Nya. Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) jika masuk kedalam masjid, selalu duduk dibelakang untuk memberikan kesempatan kepada yang lain untuk duduk didepan. Oleh karenanya, ketika kita datang ke suatu pertemuan atau majlis, duduklah di barisan belakang dan tunggu sampai ada yang mengundangmu untuk maju.

Jika ada seorang salik yang terlontar egonya seperti itu, jangan dilawan dengan ego juga, karena akan terjadi benturan, inilah yang dikehendaki oleh syaithon, lawanlah dengan hati, kelemah lembutan dn kasih sayang. Ada sebuah cerita, seorang ayah sedang merintih kesakitan, sang anak bertanya 'Mengapa ayah kesakitan seperti itu?' 'Ayah digigit anjing,' jawab sang ayah. Si anak bertanya 'Mengapa ayah tidak membalas menggigit?' Sang Ayah menjawab : 'Ayah bukan anjing.' Begitulah dialog yang singkat itu, jiwa yang sudah dewasa akan menyadari bahwa didadalam dirinya ada sifat binatang, maka dekati dia untuk ditentang bukan diikuti.

Syaikhuna (semoga Allah merahmahtinya) berkata : ‘Adab berkenaan dengan tingkat keimanan seseorang, semakin baik imannya maka semakin baik pula adabnya, dan memperbaiki keimanan adalah dengan dzikrullah.’ Wejangan yang mulia Syaikhuna teramat jelas, bahwasannya ada kaitan yang erat antara dzikrullah dengan adab. Oleh karenanya orang yang berdzikir namun adabnya tetap buruk, pertanda dzikirnya untuk dirinya bukan untuk Tuhannya. Dia menanam tetapi tidak berbuah, sia-sia upaya menanamnya, Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) menyebut sebagai perbuatan yang tidak membekas kepada jiwa namun tetap berpahala. Lalu apa ukurannya bagi seorang pendzikir bahwa adabnya telah menjadi baik? Penjelasan ini tidak perlu menggunakan terminologi tasawuf yang sulit dipahami, akan tetapi mari kita perhatikan diri kita sendiri, bagaimana adab kita terhadap keluarga, adab kepada tetangga, adab kepada sahabat, adab kepada guru dan para masyaikh, adab kepada Rasulullah,saw., dan adab kepada Allah SWT.

Hadis yang mulia mengatakan bahwa : 'Orang yang imannya paling sempurna diantara kaum mukminin adalah orang yang paling bagus adabnya di antara mereka, dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik adabnya terhadap istri-istrinya.' Dan Beliau juga bersabda: 'Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Dan akulah yang paling baik di antara kalian dalam bermuamalah dengan keluargaku.' Nah, dengan berpegang kepada hadis ini, kita bisa mengukur apakah dzikir yang telah kita lakukan bertahun-tahun dengan berbagai macam kaifiat telah berbuah? kita bisa jujur terhadap hal ini, jika tahapan adab yang pertama belum bisa dipenuhi, maka jangan merasa bahwa adab yang lain telah teraih. Jika kita belum baik adabnya terhadap istri-istri dan keluarga, jangan bermimpi bahwa adab terhadap tetangga, sahabat, guru dan para masyaikh, Rasulullah,saw., dan kepada Allah menjadi baik. Jangan terlalu banyak memakai topeng kehidupan, hanya menginginkan sanjungan dari orang lain. Jangan terjebak oleh tipu daya jiwa rendah, hanya untuk melihat kekurangan orang lain, akan tetapi tidak memperbaiki kelemahan diri. Jangan menasehati orang lain, hanya karena ingin dikatakan orang yang berilmu. Jangan mengajak orang lain mengaji, hanya karena memandang indah dirinya. Seseorang diikuti oleh orang lain bukan karena perkataannya, melainkan perilakuknya atau adabnya yang indah.

Dzikrullah akan menghasilkan kejelasan-kejelasan tentang hidayah dan petolongan dari Allah SWT. Kejelasannya berupa bentuk mujahadah dan pertolongan-Nya berupa kemampuan untuk melakukannya. Oleh karenanya, erat kaitannya antara adab dengan mujahadah. Jika mujahadah ini tidak dilakukan, maka akan sia-sia upayanya utuk memperoleh hidayah yang lain, meskipun berpahala, seperti menanam pohon yang lebat daunnya tetapi tidak berbuah. Bentuk mujahadahnya berupa adanya pilihan untuk melawan keinginan diri, yang akan mengantarkan kepada kebaikan adab. Semua bentuk mujahadah akan berkenaan dengan hal ini, hanya tingkat kesulitannya yang berbeda-beda. Bermanfaat dan menyenangkan bagi orang lain adalah bagian dari menekan jiwa rendah, bukan ingin diberi manfaat dan disenangkan oleh orang lain. Sungguh sangat disayangkan jika medan mujahadah terbentang dihadapan kita, namun kita lewatkan begitu saja, tanpa mencoba dengan sekuat tenaga memeranginya. Oleh sebab itu Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata bahwa 'Tasawuf adalah adab, tasawuf adalah berperang melawan diri dan tasawuf adalah kesadaran.'

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.