Sabtu, 27 Juli 2013

SYUKUR

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

Allah SWT berfirman : ‘Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.’ (QS 14 : 7)

Riwayat, seorang salik tatkala menerima karunia dari Allah SWT seberapapun besarnya ia melakukan syukur dengan melakukan tindak peribadatan yang tangguh, ketangguhan ibadahnya itu melebihi para salik yang lain, karena syukurnya yang demikian baik menurut kadar seorang salik, Allah SWT menambah-nambah nikmat atas apa-apa yang diinginkannya, sampai ia mempunyai keturunan dan harta benda yang banyak. Hatinya menjadi lapang dan ringan melakukan peribadatan dengan hartanya. Rasa hurmat dan kepatuhan kepada syaikhnya terjalin dengan hebat. Sahabat-sahabatnya yang dalam tekanan kehidupan dibantunya. Manakala penghasilannya mulai berkurang, ia mengeluh, tanpa disadarinya keluhannya itu sebagai tanda kufur nikmat, padahal harta bendanya masih sangat banyak. Semakin ia mengeluh semakin Allah SWT menyempitkan dadanya dan menghinggapkan perasaan susah dan kekhawatiran, sehingga hilanglah perbuatan-perbuatan yang terpuji tadi, hilanglah kecantikan yang menjadikan makhluk lain iri, hatinya menjadi berat untuk melakukan peribadatan dengan hartanya, bayang-bayang kemiskinan menghantuinya dan berbohong mulai lancar dilakukan. Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) sering bercerita : 'Manusia sering lupa, yang tadinya tidak punya apa-apa, lalu Allah SWT memberinya 100 ekor ternak dan pada suatu ketika dirampas-Nya kembali sebanyak 40 ekor, maka manusia menjadi takut akan kemiskinan dan menjadi kikir, padahal tadinya tanpa harta benda yang banyak, ia biasa-biasa saja, sekarang dengan 60 ternak ia malah lupa diri.'

Pada saat berbuka puasa, ada kelompok orang yang tertawa terbahak-bahak, mendengar itu Syaikh Achmad Syaechudin (semoga Allah merahmatinya) berkata : ‘Orang-orang yang tertawa seperti itu dalam waktu tidak lama akan mengalami kegundahan dan rasa was-was yang berkepanjangan.’ Dilain kesempatakan beliau berkata bahwa : ‘Tertawa terbahak-bahak akan menggelapkan hati.’ Hal ini merupakan sebuah keniscayaan yang terlihat oleh para syaikh, sebagaimana orang awan melihat bahwa orang yang minum racun akan mati. Karena sebab-sebab suatu takdir diciptakan oleh Allah SWT yang merupakan sesuatu yang berlaku umum. Jika setitik noda menempel kedalam hati sebagai akibat dari tertawa yang melampaui batas, maka akibat dari itu akan segera dirasakan. Orang tua mengatakan jangan tertawa terbahak-bahak karena engkau akan segera menderita kesedihan dan menangis. Mengapa demikian? Sebagai hukuman bagi pemilik hati karena tidak amanah dalam menjaganya. Satu-satunya yang ditilik oleh Allah SWT adalah hati, jika ia bersih akan merefleksikan sifat-sifat Ketuhanan, jika ia ternodai maka syaithon akan mudah menyusup dan membisikan hal-hal yang bertentangan dengan syariat agama. Jika demikian maka hati adalah satu-satunya tempat tambang ma’rifat. Jika ma’rifat merupakan sesuatu yang dicintai dan keharusan bagi manusia, agar Allah SWT dapat dikenal, maka seseorang akan menjaga sedemikian rupa agar tidak terkotori, sebagaimana jika ia mencintai sebuah permata yang baru dibelinya, maka ia akan menjaganya dengan cara apapun untuk tidak terkena noda sedikitpun. Akan tetapi kebanyakan orang tidak peduli terhadap hal ini.

Tertawa adalah sebagai akibat dari rasa gembira yang tidak tertampung lagi oleh pertahanan hati, semakin hebat kegembiraannya maka semakin besar tertawanya. Nah kegembiraan yang dinikmati oleh manusia oleh sebab apapun, wajib hukumnya untuk dizakatkan atau mengeluarkan shodaqoh atau dalam bentuk peribadatan sebagai rasa syukur. Agar noda-noda yang menempel kedalam hati segera terbersihkan, agar kegundahan dan was-was tidak berdatang. Oleh sebab itulah kegembiraan tatkala hubungan antara suami dan istri wajib segera ditindaklanjuti dengan mandi besar atau mandi junub lalu mendirikan sholat sunah dan berdzikir sebagai rasa syukur. Bila mandi junub tidak dilakukan, kita semua tahu konsekwensinya sebagaimana yang tertuang didalam syariat, dan bila seseorang wafat dalam keadaan junub maka jahanam tempatnya, naudzubillah mindzalik. Jadi wajar bila seorang sufi mengatakan bahwa segala sesuatu ada zakatnya. Seseorang bisa melihat bahwa dalam kenikmatan satu hari dan agar manusia tidak tenggelam dalam lautan kesulitan, diwajibkan untuk melakukan shalat 5 waktu, menyisihkan waktunya untuk mengingat Sang Penciptanya atau meninggalkan dunia, atau zuhud sesaat. Lalu kenikmatan dalam satu tahun, diwajibkan manusia untuk berpuasa dalam satu bulan lamanya.

Seorang murid berkata kepada Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) : ‘Aku bersyukur karena karir dan bisnisku menjadi sangat baik.’ Karena kegembiraan ini, Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) memerintahkannya untuk mengeluarkan harta bendanya untuk dishodaqohkan kepada pihak yang berhak menerimanya sesuai syariat agama. Jadi syukur dapat dikatakan sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Allah SWT atas kegemberiaan yang dirasakannya, lalu ia berbagi kegembiraan itu kepada orang lain. Ada syukur yang berbeda, seorang murid menyampaikan keadaannya kepada Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) bahwa jika ia telah menyelesaikan peribadatan dimalam hari lalu dilanjutkan dengan shalat Subuh dan berdzikir hingga waktu syuruq lalu ia bersyukur kepada Allah SWT atas rasa gembiranya lantaran peribadatan itu bukannya keluh kesah karena lelah. Yang pertama bersyukur karena merasakan kegembiraan masalah dunia, dan yang kedua bersyukur karena telah di anugerahi makna-makna yang datang di hatinya. Manusia yang bersyukur lantaran sebab nikmat yang diterimanya akan berhenti bersyukur jika ia merasa tidak ada lagi nikmat baru yang diterimanya. Sedangkan orang yang bersyukur karena makna-makna yang hadir, ia tidak pernah berhenti bersyukur, karena makna-makna selalu hadir kedalam hati sang pendzikir. Tanda orang yang demikian adalah, lisannya selalu mengucapan Alhamdulillah pada setiap perbuatannya dan hatinya bermusyahadah. Imam Sybly,qs., berkata : 'Syukur adalah kesadaran akan Sang Pemberi nikmat, bukan memandang nikmat itu sendiri.'

Nabiyullah Idris,as., memperoleh kabar gembira pengampunan, lalu beliau memohon diberi panjang umur. Ketika ditanya alasanya, dijawab : ‘Agar aku dapat bersyukur kepada-Nya, karena sebelum ini aku telah berjuang hanya untuk memperoleh ampunan.’ Kemudian salah satu malaikat mengembangkan sayapnya dan membawanya kelangit.

Imam Junayd,qs., berkata : ‘Syukur adalah jika orang tindak menggunakan nikmat Allah untuk bermaksiat kepada-Nya.’

Imam Syibli,qs., berkata : ‘Syukur adalah kesadaran akan Sang Pemberi nikmat, bukan memandang nikmat itu sendiri.’

Rasulullah,saw., beribadah malam sampai kakinya bengkat, ditanya alasannya, beliau,saw., menjawab : ‘Tidakkah aku menjadi seorang hamba yang bersyukur?.’

Nabiyullah Daud,as., bertanya : 'Illahi, bagaimana aka dapat bersyukur kepada-Mu, sedangkan bersyukur itu sendiri adalah nikmat dari-Mu?' Allah mewahyukan kepadanya : 'Sekarang, engkau benar-benar telah bersyukur kepada-Ku.'

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.